Studi Kritis Pengkaderan Komisariat KAMMI



Sebuah wajihah (organisasi) tentu harus selalu berdinamisasi melalui sebuah rutinitas dengan sederetan program kerja yang mengusung dari khittahnya tersebut. Memastikannya masih tetap pada alur yang benar, maka signifikansi AD dan ART berperan penting di dalam memastikan sistem yang dijalankan apakah sudah sesuai atau belum. KAMMI begitu juga sudah semestinya memastikan kader-kadernya untuk tetap konsisten dengan rancangan khittah yang sudah dibangun. Melihat sederetan peran KAMMI yang tertulis dalam sejarah bangsa Indonesia mulai dari gebrakannya terhadap rezim pemerintah Soeharto pada akhir rezimnya sampai penjatuhan Soeharto bersama orde barunya, melengsernya Habibie yang mencoba meneruskan tampuk kepemimpinan sepeninggal Soeharto sampai momentum penjatuhan kabinet Gus Dur.  Tentunya posisi KAMMI di tengah kancah menggeliatnya gerakan mahasiswa mempunyai peran yang begitu penting.

Eksistensi KAMMI dengan karakternya harakah tajnid (organisasi kader) dan harakah amal (organisasi pergerakan) tentunya menghendaki untuk tetap eksis dalam hal pengontrol kebijakan pemerintah ataupun mewujudkan visinya sebagai wadah perjuangan permanen melahirkan kader-kader pemimpin masa depan. Bukankah KAMMI dengan prinsip gerakannya yakni kemenangan Islam adalah jiwa perjuangannya senantiasa untuk berusaha akan mewujudkan sebuah tatanan masyarakat dan bangsa yang Islami.[1] KAMMI sebagai organisasi pergerakan tentunya dengan paradigmanya gerakan politik ekstraparlementer akan konsisten dengan kontinu independen dengan paradigmanya dan menginfluesikan pengambilan kebijakan ke kelembagaan negara. KAMMI akan senantiasa dengan dakwah tauhidnya untuk menyeru kepada masyarakat global untuk menyampaikan seruan untuk kembali kepada keesaan Allah, mengidentitaskan kadernya sebagai kader yang tidak hanya intelektual tetapi senantiasa mempraktikkan perilaku Nabi, dan melakukan pendidikan kepada masyarakat.[2]

Namun pada makalah ini tidak akan dibahas mengenai sepak terjang KAMMI sebagai organisasi pergerakan, tetapi akan membahas peran KAMMI di komisariat dan segala macam problem dan progressnya di komisariat masing-masing kampus. Dalam hal ini saya sebagai salah satu kader KAMMI komisariat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) akan mencoba mentadabburi dan mengkritisi proses pengkaderan KAMMI UMY yang kini dibenturkan dengan permasalahan internal organisasinya yang terindikasi dari praktik para kadernya yang mengindikasikan  pengkaderan (DM I) dan pembinaannya (MK I) yang fluktuatif bertendensi menurun dari tahun ke tahun.

Pengkaderan merupakan syarat utamanya eksisnya KAMMI, dalam hal ini KAMMI UMY. Masa depan KAMMI diawali dari proses pengkaderan (pra DM, sampai DM I) sampai follow up nya yakni pembinaannya yang masih didalam satu wilayah pengkaderan. KAMMI UMY sebenarnya mempunyai konsep pengkaderan yang terstruktur dan efektif sesuai dengan Manhaj Kaderisasi KAMMI. Dinamika pengkaderan KAMMI UMY yang diawali dari proses perkenalan kepada mahasiswa baru pada saat masa taaruf (Mataf), proses aktualisasi kepada mahasiswa baru sampai pelaksanaan DM I dan MK I sudah semestinya berproses  dengan baik. Namun, pada akhirnya realita yang terjadi  tidak sesuai dengan prosedur pengkaderan.  

Ketaatan terhadap sistem pengkaderan realitanya mendatangkan kesuksesan proses pengkaderan meski terkadang output belum memenuhi harapan. Pengkaderan secara umum langsung berawal dari tahapan dakwah. Yakni diawali dari Ta’rif (penerangan), Takwin (pembinaan), dan Tanfidz (pembentukan).[3] Disini akan diderivasikan proses pengkaderan KAMMI UMY diawali dari pra DM I, MK I, sampai penempatan kader pada struktur organisasi KAMMI yang diasimilisasikan dengan tahapan dakwah.

a.       Ta’rif
Pada tahapan ini KAMMI UMY secara rutin memperkenalkan mahasiswa baru dengan membuka STAN pada saat MATAF atau OSPEK resmi dibuka. Proses pengkaderan dimulai dari pembukaan STAN dengan pembagian leaflet tentang KAMMI kepada mahasiswa baru dan presensi yang diisi oleh mahasiswa baru. Presensi yang ditawarkan kepada mahasiswa baru (MABA) untuk diisi sebenarnya merupakan strategi yang baik. Namun nama MABA yang sudah terkumpul tidak di follow up dengan forum orientasi dengan KAMMI UMY.

Pada tahap ini, kader KAMMI UMY di wajibkan berperan sebagai panitia penyelenggaraan MATAF terutama pemandu bagi MABA agar mempunyai hubungan erat dengan MABA. Pengorientasian KAMMI di lakukan pada momentum ini untuk di follow up ke agenda  buka puasa bersama jika MATAF berlangsung pada bulan suci Ramadhan atau dialihkan ke agenda lainnya. Pemandu diharapkan mengumpulkan data tentang MABA pada momentum ini. Pada fase Ta’rif proses yang berjalan biasanya sesuai dengan prosedur yakni memperkenalkan, memobilisasi dan melibatkan MABA dalam agenda KAMMI.

b.      Takwin
Pada tahapan ini cenderung mulai bermasalah dengan proses pengkaderan. Pada tahap ini dimulai pra DM, DM I, MK I, sampai penempatan MABA ke dalam struktur organisasi. Problem yang sering terjadi adalah mobilisasi MABA untuk mengikuti DM I yang kadang tidak berhasil. Ini disebabkan oleh sedikitnya kader yang berperan, self-esteem yang kurang, ghirah menurun dan tidak konsisten. Sedangkan pasca DM I pendistribusian MABA alumni DM I sudah terstruktur dengan baik, namun pada pelaksanaannya sedikit kader Pembina MK I yang konsisten dengan prosedur. Sering hanya beberapa bahkan satu kali pelaksanaan MK I, kader pembina MK I sudah mulai futur (malas) dan tidak meneruskan MK I yang belum terselesaikan. Sampai MABA sudah terlibat dalam organisasi, banyak ditemukan MABA yang tidak mengikuti MK I dan solusi sering terlambat untuk diberikan sehingga banyak kader baru yang futur.

c.       Tanfidz
Pada tahapan ini, problem pengkaderan sudah semakin sedikit terjadi. Banyak kader yang sudah memahami fikrah dan konsep pergerakan KAMMI. Terkadang  juga dijumpai kader KAMMI UMY yang sudah memiliki amanah di struktur, sudah memahami fikrah, dakwah, konsep gerakan KAMMI, namun sampai di pertengahan atau pasca periode kepengurusan, kader tersebut futur dan kemudian tidak lagi berkontribusi. Penyebab sering yang melatarbelakangi fenomena tersebut adalah dikarenakan kader tersebut tidak lagi mengikuti agenda halaqoh dan juga tidak memiliki halaqoh yang dipandunya.

Fenonema proses pengkaderan diatas sering terjadi dan terkadang solusi yang sudah didapatkan tidak mampu untuk menanggulanginya. Halaqoh adalah kunci dari problem-problem tertentu. Namun itu adalah sunnatullah, pasti ada orang-orang yang gugur di jalam menuju ridho Allah. Pada akhirnya manusia hanya bisa berkehendak dengan proses pengkaderan yang dijalankannya, tetapi pada akhirnya Allah lah yang menentukan. Wallahu ‘alam bisshawab.

Zulfikhar
Aktivis KAMMI UMY

CP: 0813 4014 2957





















I.      Daftar Pustaka
·      Shidiq, Mahfudz (2003). KAMMI dan Pergulatan Reformasi. Solo: Era Intermedia.
·      Al-Banna, Hasan (2009). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin jilid II. Solo: Era Intermedia






[1] Mahfudz Shidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi, hal. 213
[2] Mahfudz Shidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi, hal. 219
[3] Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin jilid 2, hal. 172-173

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*