Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

Diskusi Pendidikan Perdana: Memilih Sekolah

Gambar
Aku masih ingat diskusi dengan Papa dan Mama 18 tahun yang lalu. Saat itu aku masih terdaftar sebagai siswa Taman Kanak-Kanak Yayasan Pendidikan Islam ( TK Yapis) di kota kelahiranku, Biak.  Ketika itu saya masih tinggal di komplek Perumahan Balai Latihan Kerja (BLK). Siang itu kami duduk di meja makan yang terletak di dapur rumah. Setelah makan bersama aku diminta Papa duduk sejenak. Ia ingin sedikit mendiskusikan tentang masa depan pendidikan ku. Panas terik siang itu memberikan cukup pencahayaan ke dalam dapur. Tempat kami berdiskusi. Daun jendela di sisi Barat membantu pencahayaan dan menampilkan suasana pekarangan belakang rumah yang tampak kehijauan . Sekaligus membantu menjernihkan pikiran untuk berdiskusi .  

Refleksi 39 Tahun Malari

Gambar
Tidak banyak bukti sejarah yang bisa diungkap pada peristiwa tragis 39 tahun silam. Sebuah demonstrasi besar yang melibatkan ratusan massa memenuhi jalan-jalan ibukota. Peristiwa yang dikenal dengan Malapetaka 15 Januari (Malari) itu merupakan bagian sejarah kelam negeri ini yang sampai sekarang masih terselimuti kabut konspirasi. Pada peristiwa tersebut tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka dan 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan (Kompas, 16 Januari 2003). Peristiwa tersebut terjadi berhubungan dengan kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka di Jakarta pada tanggal 14-17 Januari 1974. Semula sejumlah kecil mahasiswa merencanakan untuk menghadang kedatangan PM Tanaka di bandara Halim Perdanakusuma. Tetapi karena dijaga ketat oleh aparat, aksi demonstrasi penghadangan itu tidak berhasil. Esok harinya mahasiswa menggelar demons

Menyikapi Perda Aceh, Pelarangan Duduk ‘Ngangkang’ terhadap Perempuan

Gambar
Kemarin santer terdengar di seluruh saluran televisi swasta dan nasional tentang pemberitaan   pengeluaran surat edaran oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe tentang pelarangan duduk mengangkang (duek phang) saat berkendara dengan sepeda motor –yaitu duduk dengan membuka paha/kaki. Surat edaran yang rencananya akan dijadikan Peraturan Daerah (Perda) tersebut resmi dikeluarkan tertanggal 2 Januari 2013. Surat   ini ditandatangani Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK), Saifuddin Yunus, Ketua Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU), Tengku Asnawi Abdullah, dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Tengku Usman Budiman. Dalam tiga bulan ke depan, pemberlakuan surat edaran itu rencananya akan dievaluasi, kemudian direncanakan menjadi perda. Secara frontal lusinan kritik dan opini pun berhamburan menyikapi pengeluaran surat edaran tersebut. Terutama ketidakjelasan maksud pelarangan perempuan duduk mengangkang di atas sepeda motor. Apalagi tidak ada

SIKAP UNTUK KAMMI: OTOKRITIK KADER INGUSAN

Gambar
Beberapa waktu yang lalu di Yogya diselenggarakan diskusi kultural KAMMI. Agenda yang bertajuk Serasehan Inteligensia KAMMI itu dilaksanakan selama dua hari di komplek Balai Kota Yogyakarta. Agenda yang berisi diskusi-diskusi sarat dialektika, dekonstruksi, ekletik itu ditujukan untuk mendiskursuskan KAMMI secara lebih kritis-konstruktif. Diskusi ini hadir untuk meluruskan garis perjuangan organisasi yang sudah lama berjalan zig-zag. Dan oleh karenanya perlu diluruskan dengan forma-forma (bentuk) baru atau penegasan dari forma lama.   Karena itu, diskusi tersebut menghadirkan kader-kader senior yang sudah pensiun dari KAMMI dan juga kader aktif dalam kepengurusan. Diskusi yang mengupas KAMMI dari sudut kesejarahan dan keorisinalitas ini bersambung bulan depan di Jakarta. Tulisan ini adalah inisiatif penulis untuk mencoba  memberikan pendapat dan sikap mengenai kondisi KAMMI sekarang. Dilihat dari sudut pandang formal-substansial dan nilai-realitas. Juga tentang keberadaa