Diskusi Pendidikan Perdana: Memilih Sekolah
Aku
masih ingat diskusi dengan Papa dan Mama 18 tahun yang lalu. Saat itu aku masih
terdaftar sebagai siswa Taman Kanak-Kanak Yayasan Pendidikan Islam ( TK Yapis)
di kota kelahiranku, Biak.
Ketika
itu saya masih tinggal di komplek Perumahan Balai Latihan Kerja (BLK). Siang
itu kami duduk di meja makan yang terletak di dapur rumah. Setelah makan
bersama aku diminta Papa duduk sejenak. Ia ingin sedikit mendiskusikan tentang masa
depan pendidikan ku.
Panas
terik siang itu memberikan cukup pencahayaan ke dalam dapur. Tempat kami
berdiskusi. Daun jendela di sisi Barat membantu
pencahayaan dan menampilkan suasana pekarangan
belakang rumah yang tampak kehijauan.
Sekaligus membantu menjernihkan pikiran untuk berdiskusi.
Saat
itu, Papa bertanya kepadaku. Tentang kelanjutan pendidikan ku. Karena saat itu aku
sudah menginjak akhir masa pendidikan di TK. Papa ingin mendengar usulan
dariku. Ia ingin tahu, apakah aku sudah merencanakannya
atau belum.
“Ul,
kamu mau setelah TK, kamu mau lanjut di SD mana?” Papa membuka diskusi.
Mama
menyambung, “Iya Ul, mau sekolah dimana nak?”
Aku
saat itu duduk diam termangu. Bingung memilih SD yang tepat. Saat itu hanya ada
dua SD yang aku tahu. SD Inpres Samofa dan SD Yapis I di Ambroben.
Kemudian
aku menjawab, “Pa, aku sekolah di SD Inpres saja.”
Papa
kembali bertanya, “kenapa mau sekolah disitu?
Aku
menjawab, ”karena Gian sekolah disitu Pa, saya mau sekolah dengan dia.”
Papa
menyambung, “Ul, sebaiknya kamu jangan dulu satu sekolah dengan Gian. Tahu dia
kan? Nakal dan susah diatur. Papa khawatir kamu terpengaruh. Kalau Papa
mengusulkan, Ul sekolah di SD Yapis II saja.
“kenapa
Pa?” kata ku.
“Di
SD Yapis kan sekolah Islam, lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah. Dan ada
anak Perumnas yang sekolah disitu. Jadi kamu tidak sendiri. Apalagi kampus Papa,
STIA, persis juga di dalam komplek sekolah.” Papa menjelaskan.
“Memang
siapa Pa, anak Perumnas yang sekolah disana?”
“Ega
tahu kan? Dia sekolah disana.”
“Iya
Pa. Tapi aku tidak begitu kenal dengan Ega Pa.” Aku mencoba beralasan.
“Tidak
apa-apa, nanti juga terbiasa. Enak kan kalau punya teman satu sekolah. Nanti
bisa betanya tentang masalah mata pelajaran dan bisa pulang bersama.” Papa
mencoba memperkuat usulannya.
“Iya
Ul, sekolahnya juga tidak jauh dari kantornya Mama. Nanti Ul bisa sering main
ke kantor Mama.” Mama ku mencoba memperkuat usulan Papa.
Setelah
itu saya sejenak berpikir. benar juga usulan Papa. Aku memang harus sedikit
menjaga jarak dengan teman-teman di BLK, terutama Gian. Karena saat itu, Gian
dikenal anak yang paling nakal sekaligus berani di BLK. Pergaulan dengan teman
yang baik sepertinya udah dimulai sejak sekarang. Aku akhirnya mengamini usulan
Papa.
“Iya
Pa, Ul sepakat.” Jawab ku
Diskusi
pun berakhir. Setelah selesai di TK, Papa mendaftarkanku di SD Yapis II Biak. Ini
adalah diskusi pendidikan pertama dengan kedua orang tua ku. Sayangnya, pendapatku
pada tahap pendidikan selajutnya tidak pernah digali oleh Papa dan Mama. Mereka
hanya mengusulkan dan saya percaya dan menerima. Sampai sekarang.
Yogya,
23 Januari 2013
Komentar
Posting Komentar