MAHASISWA DAN RAMADHAN: Mencari Relasi Tepat Membentuk Paradigma Mahasiswa pada Momentum Ramadhan

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS:Al-Baqarah:183)

Muqaddimah tentang Ramadhan
Bulan ramadhan merupakan bulan yang selalu ditunggu-tunggu dan dirindukan oleh umat Islam di seluruh dunia. Betapa bulan puasa terkandung banyak keberkahan dan kans (kesempatan) untuk membersihkan hati (tazkiyatun nafs) dengan kelipatan pahala yang bertumpuk.

Di bulan yang agung ini, umat muslim melakukan rutinitas yang berbda dengan bulan-bulan yang lain. Tidak lain adalah ibadah-ibadah maghdoh (dituntunkan oleh Rasulullah) yang hanya ditemukan ketika berjumpa dengan ramadhan yakni, puasa (shaum) selama 29 hari, shalat tharawih berjamaah, ikhtikaf dan tak lupa momentum yang paling ditunggu-tunggi tidak lain adalah berjumpa dengan “lailatul qadar”, malam yang lebih baik dari 1000 bulan.

Kini kita sudah berjumpa dengan ramadhan setelah beberapa bulan menunggu. Perjumpaan dengannya sekarang sebaiknya menjadi suatu kisah yang berkesan dan mendalam maknanya. Betapa kita tidak hanya menahan lapar dan dahaga sebagai formalitas kewajiban di bulan ini, tetapi lebih dari pada itu keberkahan yang diberikan oleh-Nya dengan pelipatgandaan pahala sebanyak 70 kali dan perubahan semi-permanen nilai pahala kebaikan menjadi seperti pahala kewajiban di bulan selainnya setidaknya harus dimanfaatkan.

Ibadah-ibadah maghdoh yang sudah dituntunkan oleh Rasulullah SAW (shalat fardhu, dhuha, tahajjud, dan tilawah qur’an) sebagai kewajiban permanen tentunya tidak selayaknya sama kualitasnya seperti pada bulan-bulan yang lain. Karena bagaimanapun juga ayat-ayat ilahi yang terbaca ketika melakukan ibadah ritual tersebut tidak lagi bernilai 10 kebaikan setiap hurufnya, namun lebih daripada itu 70 kebaikan yang akan kita dapat. Maka, kualitas ibadah-ibadah ubudiyah (ritual) tersebut sejatinya meningkat dan terus meningkat.

Dan yang menjadi catatan penting adalah bahwasanya bulan ini adalah bulan daurah (latihan), yaitu mencakup tarbiyah ruhiyah (pendidikan spiritual) dan tarbiyah jasadiyah (pendidikan fisik). Ramadhan merupakan madrasah bagi umat muslim untuk melakukan perbaikan diri (islahul fardhi), aktualisasi sosial (nafiun lighairihi), melatih kebaikan dan kebenaran aqidah Islam (salimul aqidah). Sehingga pada akhir ramadhan dan berjumpa dengan Idul Fitri, kita Isya Allah meraih gelar sebagai orang-orang bertakwa (mukmin).


Mahasiswa

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS:Ali-Imran:104)

Seorang yang bijak pernah mengatakan bahwasanya pemuda (mahasiswa) adalah agen perubah bangsa (agent of change). Pernyataan ini tampaknya ada benarnya dan barangkali dapat dibuktikan dengan fakta empiris dan obyektif. Bahwasanya mahasiswa adalah masa depan bangsa, factor penentunya, dan secara mutlak adalah pemimpin bangsa di masa depan. Mendukung pernyataan tersebut Peter Drucker pernah mengatakan bahwa, “cara terbaik memprediksi masa depan adalah dengan menciptakan masa depan”.
Hasan Al-Banna di dalam bukunya “Majmuatur Rasail” menuliskan bahwa, “generasi muda adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air kebangkitannya”. Beliau melanjutkan, “sesungguhnya sejarah umat adalah sejarah para tokoh yang dilahirkannya, yang memiliki mentalitas kuat dan hasrat nan membara”.
Pada masa ini mahasiswa yang dikendaki sejatinya bukanlah seseorang yang berjiwa individual. Namun, berbeda jauh daripada itu mahasiswa diharuskan untuk mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Dimana di dalam Islam banyak kita temukan dan kita pahami dengan ra’yu (akal) bahwa jiwa sosial benar-benar diajarkan oleh Islam. Sebagaimana pada hari ini kita berpuasa dan akan mengeluarkan zakat fitrah yang tidak lain adalah merenungkan dan melatih social sense of human beings (kepekaan sosial terhadap kehidupan manusia). Yakni puasa sebagai wujud refleksi (renungan) terhadap bencana kelaparan yang dialami manusia dan zakat sebagai refleksi terhadap hak dan kewajiban orang miskin terhadap orang kaya sebagaimana yang difirmankan Allah SWT di dalam surah Al-Maa’uun.

Mahasiswa yang merupakan intellectual community (komunitas orang-orang terdidik) sejatinya tidak hanya merupakan golongan terpelajar yang hanya terpusat dan tersibukkan oleh kegiatan-kegiatan akademik di kampus. Disamping kewajiban mahasiswa untuk menuntut ilmu dan Islamisasi disiplin ilmu pengetahun kontemporer sebagaimana yang dicetuskan oleh Ismail Al-Faruqi.

Mereka tidak saja kelompok manusia yang hanya terbekali dengan ilmu kepakarannya, namun mereka adalah generasi yang paham dan luas wawasan keIslamannya, pengetahuan akan bangsanya, memiliki kredibilitas moral (moral yang terpercaya), kapasitas kepemimpinan dan jaringan yang luas. Sehingga pada akhirnya seluruh aspek idealitas tadi bermuara kepada sosok dan tren mahasiswa sebagai statesman of moslem (muslim negarawan).

Ekspektasi (harapan) yang akan bermunculan dan timbul di permukaan realitas kehidupan bangsa Indonesia adalah lahirnya pemuda-pemuda yang memiliki semangat dan keloyalan tinggi kepada agama dan bangsanya untuk melakukan transformasi besar yakni kemerdekaan hakiki dengan menggabungkan dua kutub yang seringkali tampak berseberangan yakni Islam dan Indonesia sebagai satu keterpaduan untuk islahul wathan (perbaikan bangsa dan tanah air) oleh subjek mahasiswa sebagai muslim negarawan dan intellectual prophetic (para terdidik yang mencontoh kepribadian nabi)

Mahasiswa dan Ramadhan

Ramadhan sebagai momentum dan sarana perbaikan diri idealnya menjadi kans kepada mahasiswa untuk melatih kapasitas diri dan kepedulian sosial disamping beribadah sebagai wujud kewajiban transendental (hubungan ke atas dengan Tuhan) kepada Allah SWT. Hal tersebut dapat diaktualisasikan oleh mahasiswa dalam rangka menyemarakkan Ramadhan dengan berbagai macam kegiatan yang memiliki kebermanfaatan paripurna.
Setidaknya ada beberapa varian kegiatan yang dapat dipakai dan dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk melakukan kontribusi di bulan Ramadhan;

a. Sahur on the Road (Sahur di jalan)

Kegiatan ini adalah wujud kepedulian mahasiswa terhadap fenomena sosial kemasyarakatan dewasa ini. Dimana mahasiswa melihat banyak saudara mereka para kaum mustad’afin (kaum lemah/fakir miskin) di luar sana yang kurang berhasil dalam aspek financial sehingga kewajiban kitalah untuk membantu mereka. Paling tidak sahur bersama dengan mereka, membiacarakan masalah-masalah mereka dan barangkali mencari solusi permasalahan mereka.

b. Qultum Shubuh

Dalam setiap Ramadhan yang pernah penulis ikuti sejak kecil, kebanyakan narasumber qultum dan ceramah di masjid-masjid seperti shalat shubuh diisi oleh orang dewasa; para legislative, eksekutif, ustadz, tokoh masyarakat, guru dan seabgainya. Namun, sangat jarang ditmeukan ada pemuda atau mahasiswa yang mempraktikan hal tersebut. Barangkali mungkin kekurang pemahaman panitia pengelola atau dari mahasiswa sendiri yang tidak inign terlibat di dalamnya. Sejatinya tren mahasiswa pada masa ini adalah tidak saja menjadi pendengar tetapi lebih dari itu tentunya sebagai narasumbr dan pengisi qultum shalat, seperti shalat shubuh.

c. Pesantren Dhuha

Kegiatan sebagai media peningkatan kapasitas keilmuan Islam mahasiswa. Kita dapat melihat fenomena sekarang mahasiswa lebih memfokuskan dirinya pada kegiatan-kegiatan yang beerhubungan dengan akademik. Barangkali hal ini terjadi karena biaya kuliah yang simakin mahal dan tuntutan dari orang tua unutk secepatnya menyelesaikan amanah perkuliahan. Sehingga mahasiswa tidak terlalu memberi perhatian khusus unutk meningkatkan kapasitas keilmuan Islam. Padahal hukum mempelajari Islam adalah fardhu’ain (wajib bagi setiap muslim). Maka harapan yang muncul adalah kemauan dan animo mahasiswa unutk membagi waktu dan kansnya untuk mempelajari Islam. Dan banyak ilmu dalam pesantren dhuha yang dapat dipelajari dan didiskusikan bersama, seperti mempelajari masalah aqidah, akhlaq, syariah, tafsir, fiqih.

d. Qultum Dzuhur

e. Ta’jilan bersama di kampus

Bentuk ta’jilan (buka puasa) bersama di kampus dapat dilakukan dengan banyak variasi bentuk kegiatan. Diantaranya menunggu beduk adzan maghrib dengan mendengar taujih dari ustadz atau mahasiswa sampai berbuka. Atau bisa dengan bentuk kegiatan yang lain seperti; menonton film bersama, permainan indoor, menulis cerpen Islam, dongeng kisah para Rasul. Kegiatan ta’jilan bersama seperti ini akan sangat lebih berkesan jika diadakan bersama dengan anak-anak yatim, kaum fakir miskin, anak-anak penyandang cacat, para lansia dan sebagainya.

f. Qultum shalat Tharawih

Dari berbagai kegiatan diatas harapan yang diinginkan adalah dapat merubah pola piker dan cara pandang mahasiswa untuk tidak hanya terlibat sebagai peserta dan objek kegiatan. Namun lebih daripada itu mahasiswa lah yang kemudian bergerak dan mengambilalih serta mengelola kegiatan-kegiatan tersebut untuk masyarakat kampus dan masyarakat pada umumnya. Mahasiswa tidak lagi hanya sebagai pendengar setiap qultum dan ceramah di masjid-masjid tetapi tren sekarang adalah mahasiswa yang menjadi narasumber dan subjek penyampai seruan-seruan kebajikan. Wallahu alam bis shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*