Robin Hood Masuk Desa

https://screenrant.com/robin-hood-origins-set-images-taron-egerton/



Ongen bingung sudah dua bulan ia menganggur. Setelah proyek pembangunan kantor lurah di kota usai, mandor dalam proyek itu, tidak juga menghubunginya. Padahal, menjelang rampungnya pembangunan kantor lurah dulu, si mandor pernah berjanji akan mengajaknya ikut dalam proyek reklamasi pantai di daerah pinggiran kota. 


Tak mau larut dalam kebingungan, Ongen memutuskan untuk sementara pulang ke desanya. Barangkali ada pekerjaan yang bisa di lakukannya di sana. Berhubung, kebun peninggalan mendiang ayahnya yang ditumbuhi puluhan pohon kelapa sudah memasuki masa panen. 



Setelah menempuh empat jam perjalanan laut dan darat, Ongen tiba di desanya menjelang siang. Usai beristirahat, ia berjalan menuju rumah pamannya untuk hendak meminjam gerobak dan sapi. Untuk dipakai mengangkut kelapa di kebun pada esok hari. 


Saat itu tarhim sudah berkumandang dari masjid desa. Tidak sengaja ia melintas di depan kantor desa dimana saat itu beberapa orang perangkat desa baru saja memulai rapat. Curiga tidak biasanya rapat desa di mulai menjelang maghrib, Ongen lantas berhenti dan mencoba mendengarkan topik pembicaraan mereka. 


Rupanya rapat yang di pimpin sekretaris desa itu tengah membahas bantuan dana dari pemerintah kabupaten. Dana itu baru saja di cairkan dan di simpan oleh sekretaris desa. Sekretaris desa mengatakan dana itu akan di pakai untuk merampungkan pembangunan masjid desa yang sudah lama tidak juga selesai. Terutama untuk keramik dalam dan luar masjid, atap dan tempat parkir. 


Sekretaris desa mengatakan, bahan bangunan hasil swadaya masyarakat desa yang tersimpan di gudang penyimpanan tidak akan di pakai. Sebab, kualitasnya jelek dan stoknya tidak mencukupi kebutuhan pembangunan masjid. Maka, puluhan lembar seng, keramik dan potongan kayu milik masyarakat yang ada di dalam gudang ia usulkan dibagi-bagi saja di antara mereka sendiri, para perangkat desa. Sementara, dana desa akan di pakai kembali membeli bahan bangunan yang sama dengan kualitas dan kuantitas yang memadai sesuai kebutuhan. 


Sekretaris desa juga mewanti-wanti agar berita cairnya dana desa tidak boleh sampai menyelinap keluar dari ruangan tersebut. Ia minta, berita itu di rahasiakan dari masyarakat.

Mengetahui niat busuk para perangkat desa, Ongen sangat marah, kendati ia juga takut. Tetapi, ia tidak terima harta milik masyarakat di rampok diam-diam. Padahal, di desanya masih banyak warga yang anak-anaknya putus sekolah karena tidak memiliki biaya. Ia kecewa, sementara warganya hidup dalam kemiskinan, para perangkat desa malah asyik menikmati bahan bangunan masjid hasil swadaya masyarakatnya sendiri. 


Sesampai di rumah pamannya, Ongen tidak menemukan kakak ibunya itu. Sepupunya mengatakan, ayahnya sedang melaut. Kebetulan, di pelataran rumah, para pemuda desa sedang berkumpul. Tanpa basa-basi, Ongen langsung membeberkan persengkongkolan para perangkat desa yang baru saja ia pergoki. Ia mengajak para pemuda agar melakukan sesuatu untuk mencegahnya.


Tetapi, rupanya para pemuda tidak berani. Mereka tidak mau mencelakakan orang-orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengan mereka. Ongen tidak ambil pusing. Ia bertekad dengan cara apa pun akan menghentikan persengkongkolan jahat itu. 


Sementara menunggu hingga malam semakin larut untuk melakukan aksinya, Ongen menenggak beberapa gelas saguer di rumahnya. Jiwa muda pembuat onarnya tiba-tiba muncul kembali. Setelah kemabukan, keberaniannya meninggi, amarahnya naik ke ubun-ubun. Memasuki tengah malam, ia beranjak ke gudang di mana bahan bangunan milik masyarakat di simpan.


Gembok pintu gudang ia cungkil dengan linggis. Sebanyak tiga puluh kardus keramik, tiga puluh lembar seng dan dua puluh batang kayu ukuran 5x5 centi meter dengan panjang lima meter, di pikulnya sendirian lalu di kumpulkan di pelataran rumahnya. Ia menyelesaikan aksinya dalam empat jam  lalu beranjak tidur.  


Pukul sepuluh pagi, rumah Ongen di datangi tiga anggota polisi dari kecamatan. Mereka membangunkan dan menyeretnya ke pelataran rumah. Di situ masyarakat desa yang sedang marah menunggu. Ketika keluar dari pintu rumah, Ongen di teriaki pencuri dan pembuat onar. Beberapa pemuda hendak akan meghajarnya tetapi di halangi anggota polisi di bantu perangkat desa. 


“Bapak Ongen, kenapa bapak mencuri bahan bangunan milik masyarakat?” tanya seorang polisi berpangkat kapten. 


 “Saya menyelamatkan bahan bangunan itu Pak, bukan mencuri,” jawabnya tegas.


“Menyelamatkan? Untuk apa di selamatkan Pak?” Tanya kapten polisi dengan rona kebingungan. Warga yang kesal juga ikut kebingungan mendengar jawaban Ongen. 


“Saya menyelamatkannya dari persengkongkolan korupsi para perangkat desa Pak. Mereka mau membagi-bagi bahan bangunan milik masyarakat di antara mereka sendiri. Berhubung, kemarin lusa, proposal bantuan dana dari pemda telah cair dan sudah di terima sekretaris desa. Masalahnya, mereka tertutup tidak mau mengumumkannya kepada masyarakat Pak. Makanya, saya marah dan mengungsikan seluruh bahan bangunan itu ke sini. Agar masyarakat tahu, kalau perangkat desanya korupsi Pak!”


Kapten polisi itu mendadak kaget mendengar pengakuan Ongen. Begitu juga warga yang berkumpul di situ. Mereka saling berpandangan penuh kebingungan. Lalu mengarahkan pandangannya kepada kepala desa dan perangkatnya yang berdiri menghadap Ongen.

“Baiklah. Mari masalah ini kita selesaikan secara kekeluargaan,“ ujar kepala desa sembari melangkah mendekati Ongen yang duduk menekur bersandar ke jendela rumahnya. 


“Mari pak polisi dan saudara Ongen, bersama-sama kita bicarakan masalah ini di kantor desa saja. Mari kita  selesaikan secara baik-baik,” bujuk kepala desa sembari menepuh bahu Ongen. Sementara itu, puluhan warga desa yang sejak tadi berkumpul ia perintahkan membubarkan diri. 


Setelah kurang lebih satu jam berembuk, Ongen akhirnya keluar dari pintu kantor desa dengan wajah gembira. Kapten polisi keluar mengiringinya lantas menjelaskan kepada masyarakat duduk perkaranya. Ia menyimpulkan kesalahan sepenuhnya di lakukan oleh perangkat desa, bukan Ongen. Saat itu juga, kepala desa mengumumkan pemecatan sekretaris dan perangkat desa yang terlibat dalam persengkongkolan tersebut.  

Pernah di muat di Malut Post, Sabtu 22 Agustus 2015


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*