Jika Tetap Dualisme, Organisasi Alumni Bubarkan Saja
Oleh
Zulfikhar
Bekas Instruktur KAMMI DIY
Diakses dari http://alumnikammi.org/site/wp-content/uploads/2016/05/Alumni-KAMMI-24-4-2016-142.jpg
Selaku kader KAMMI yang berkecimpung di
Maluku Utara, jujur saja, saya terkesiap ketika mendengar diselenggarakannya konferensi pers organisasi
alumni Kammi Maluku Utara di Hotel Vellya Ternate beberapa pekan lalu. Setahu saya, bukankah organisasi
alumni sudah dideklarasikan beberapa bulan yang lalu? Mengapa konferensi pers-nya baru dilakukan
sekarang? Berhubung selama sebulan belakangan
ini saya berpuasa dari ingar bingar media sosial, informasi yang
berseliweran begitu cepat jadilah tak sempat saya ikuti.
Kabarnya, konferensi pers tersebut
disampaikan oleh wajah-wajah yang sama sekali baru. Lantaran tidak terlihat
tatkala Keluarga Alumni KAMMI (KA KAMMI) Maluku Utara dideklarasikan di Hotel
Bela International Ternate,
Mei kemarin. Tentu saja, mereka tidak masuk dalam presidium KA KAMMI yang dilantik Bang
Fahri waktu itu.
Para alumni ini memang pernah berkecimpung
di KAMMI Maluku Utara. Kontribusi mereka sudah menjadi sejarah yang di
eluk-elukkan oleh banyak kader KAMMI dimana saja. Diantara mereka bahkan ada
mantan ketua umum KAMMI Ternate -sekarang berganti KAMMI Maluku Utara- yang
pertama.
Bagi saya, sah-sah saja, jika ada segerombol
orang mengaku-aku
alumni KAMMI mendirikan komunitas, serikat atau perkumpulan mereka sendiri. Saya
sebagai kader biasa, amat excited dan
mendukung 100 persen. Asalkan, mereka pernah mengikuti DM I dan lolos sertifikasi MK I. Sebaliknya, akan jadi masalah bilamana
orang-orang yang tidak pernah terkader di KAMMI, justru mengaku-aku alumni. Apalagi
terpilih secara aklamasi sebagai ketua presidium.
Tentu, yang saya maksud bukan
Bang Fahri yang wakil ketua DPR RI itu.
Keberadaan organisasi alumni memang
penting, tapi yang saya tak habis pikir, mengapa sampai perlu membentuk lebih
dari satu? Apakah KA KAMMI yang baru
saja berkongres di Jakarta kemarin terlalu sempit untuk mewadahi aspirasi para
alumni yang lain? Saya pikir tidak. Lihatlah Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa
Islam (KAHMI) yang terkenal dan beranggota ratus ribu –barangkali jutaan- orang
itu? Mereka aman-aman saja kok? Mengapa organisasi yang belum berusia setahun justru
ribut sana sini?
Saya khawatir, jangan-jangan motivasi
membentuk organisasi alumni tandingan gara-gara
faktor Bang Fahri? Ada hubungannya
dengan kongres nasional KA KAMMI yang
diselenggarakan di Jakarta 12-13 November kemarin dimana secara aklamasi memilih
Bang Fahri sebagai presidennya.
Jika itu alasannya, berarti motivasi dibentuknya
–untuk tidak mengurangi rasa hormat saya-“organisasi
alumni tandingan” ini
patut diduga bermuatan politis. Patut dicurigai, tak lain dan
tak bukan sebagai perpanjangan tangan dari konflik tarik menarik yang memperhadapkan
Bang Fahri vis a vis elite PKS belakangan
ini. Dimana Bang Fahri untuk sementara ini, berada di atas angin.
Lho, kok sampai bawa-bawa nama PKS?
Apakah PKS terlibat di balik kemunculan organisasi
alumni tandingan?
Secara langsung maupun tidak langsung,
tentu saja PKS terlibat. Pertama, silahkan
periksa sendiri bahwa lebih
dari 50 persen anggota organisasi
alumni KAMMI tandingan adalah kader PKS yang loyal terhadap pimpinan partai
sekarang. Kedua, upaya
mendelegitimasi Bang Fahri tentu menguntungkan PKS secara langsung yang tenaganya
telah banyak terkuras berjibaku dalam konflik kemarin.
Tak dapat dipungkiri, Bang Fahri kini adalah
hantu paling berbahaya bagi PKS. Barangkali
tak ubahnya hantu komunis bagi orang-orang Eropa di masa ketika Marx dan Engels
menulis Manifesto Partai Komunis. Maka,
segenap ruang aktualisasi dan ruang yang berpotensi untuk diaktualisasi oleh mantan
wasekjen PKS itu harus ditutupi sejak awal.
Melahirkan organisasi alumni KAMMI
tandingan adalah strategi jitu untuk menghukum Bang Fahri secara politik.
Mengingat segala upaya hukum PKS telah menemui jalan buntu. Menggunakan politik
sebagai pentungan adalah cara yang paling mungkin dilakukan PKS saat ini untuk melikuidasi
karir politik Bang Fahri setelah pintu politik elektoral telah tertutup untuknya
maju pada Pemilu 2019 mendatang.
Saya melihat jika organisasi alumni
KAMMI tandingan berangkat dari motivasi politik, KA KAMMI yang berkongres di
Jakarta tak lain dilatarbelakangi motivasi yang sama. Walaupun pada keterangan pers
yang disampaikan kepada Republika.com (13/11), berkenaan dengan kongres Jakarta, Bang
Fahri menyatakan bahwa alumni KAMMI mesti independen dan tiba saatnya untuk berdiaspora
melampaui sektor politik praktis.
Pernyataannya Bang Fahri itu membuat
saya takjub sekaligus geleng-geleng kepala. Takjub karena saya pikir organisasi
alumni yang bebas, beyond politics, berpotensi
untuk diwujudkan. Geleng kepala, karena saya pikir kawan-kawan yang hadir pada Rapimnas
KAMMI di Jakarta jelang Pemilu 2014 kemarin tahu apa sinyal dari pidato Bang
Fahri disana. Tatkala calon wakil presiden Hatta Rajasa turut hadir waktu itu, Bang
Fahri mengatakan bahwa tak relevan lagi bagi KAMMI untuk bersikap independen
menghadapi Pemilu 2014. Bang Fahri mengajak forum malam hari itu untuk segera membuang
netralitas organisasi dan menyatakan sikap keberpihakan
secara institusional. Tentunya, sudah jelas KAMMI akan berpihak pada siapa?
Paradoks Bang Fahri tentu bisa
dijelaskan melihat posisi politiknya sekarang. PKS kini sudah tidak lagi
menjadi rumahnya. Legitimasinya sebagai politisi karenanya sudah tak ada.
Pendeknya,
ia tak lagi memiliki kekuatan politik riil yang bisa mobile dan digerakkan sewaktu-waktu. Jadi, wajar-wajar saja apabila
Bang Fahri berkomentar idealis seperti itu.
Tendensi untuk menarik dukungan
KAMMI dari PKS jelas kentara sekali terlihat
merupakan kepentingannya sekarang
untuk menyusun kekuatan baru. Entah untuk digunakan dalam waktu dekat ini atau
sebagai lembaran awal untuk menyiapkan sebuah momentum besar. Mungkin ke depan
akan lahir “Partai Wasat” di Indonesia. Siapa tahu?
Saya pikir sudah sejak lama kiprah alumni
KAMMI yang terorganisir ditunggu-tunggu kehadirannya. KAMMI sebagai organisasi
ektrakampus yang dituntut mandiri dalam bergerak tidak dapat leluasa bekerja menuntaskan
visinya jika para alumni tidak bergerak meneruskan.
Tentu, keberadaan organisasi alumni bukan hanya sebagai ladang fundrising saja –sebagaimana telah jamak
diketahui dan sudah menjadi rahasia umum
organisasi kemahasiswaan dimanapun berada.
Tetapi, lebih jauh dari pada itu,
keberadaan organisasi alumni sekaligus menjadi wadah guna
merumuskan agenda perjuangan KAMMI dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
yang lebih luas. Bagaimana menghadapi tabiat zaman yang kian berubah dan
menyikapinya dengan tepat sesuai visi KAMMI adalah tugas alumni yang tak bisa lagi
ditunda-tunda.
Namun, memang sulit jika fakta telah berbicara
lain, organisasi alumni belum apa-apa sudah terindikasi pecah kongsi. Isu yang
saya dengar, kabarnya Fitra Arsil yang tadinya menyokong KA KAMMI kini berada
di kubu seberang.
Begitu pun Muhammad Najib dan kabarnya, mantan ketua umum
KAMMI DIY, Imron Rosyadi, juga. Kabarnya juga,
SK Kemenkumham organisasi alumni
masing-masing kubu telah jadi. Jika, kongres pada 26-27 November mendatang
jadi diselenggarakan, kader KAMMI di akar rumput tak dapat membayangkan, bagaimana
jadinya api perpecahan yang selama ini getol KAMMI lawan kini justru membakar
jenggotnya sendiri.
Jika
sudah begini, apakah persaudaraan sebagai watak muamalah organisasi tinggal jadi simbol saja? Padahal
ia merupakan satu dari enam prinsip gerakan KAMMI yang selama ini diajarkan pada
setiap DM I di ratusan komisariat KAMMI
dari Sabang hingga Merauke.
Mampukah organisasi
alumni dapat keluar dari penyakit klasik yang tak henti-hentinya menghabisi
KNPI? Apakah intervensi politik praktis dapat dilikuidasi untuk menyelamatkan
organisasi alumni?
Bagi saya sederhana, segala upaya ishlah mungkin
dilakukan apabila prakondisi utamanya berhasil diwujudkan. Yaitu mengakhiri
intervensi politik praktis ke dalam organisasi alumni.
Saya sendiri percaya bahwa hal tersebut sejak
awal mustahil dilakukan. Ketenaran Bang Fahri 18 tahun silam rupanya telah
mengkrital ke dalam sanubari para alumni, juga kader KAMMI sekarang. Pesan Ahmad Rizky
Mardhatillah Umar dalam artikelnya Melupakan
Fahri Hamzah dari Pikiran KAMMI untuk sekarang mustahil dilakukan. Belum
lagi, kini Bang Fahri adalah
presiden KA KAMMI hasil kongres Jakarta.
Sementara para alumni KAMMI yang menjadi korban kepemimpinan baru PKS, “barisan sakit hati” itu, telah membentuk parade
panjang di belakangnya.
Saya pikir satu-satunya cara yang mungkin
dilakukan adalah organisasi alumni mesti urun rembuk. Menjunjung mufakat
bersama untuk persatuan,
sebagaimana tradisi KAMMI selama ini. Mengedepankan iktikad baik kedua belah pihak untuk saling
mengikhlaskan satu sama lain demi kemajuan
organisasi alumni.
Namun, jika upaya penyatuan tetap saja
gagal. Tentu yang rugi justru
kader-kader KAMMI di akar rumput. Saya yakin para alumni yang sibuk mondar
mandir di menara gading tak akan ambil pusing.
Bagaimana caranya ambisi mereka bisa tercapai itulah
yang mereka kedepankan ketimbang yang lain. Pada perkembangannya, ekses dualisme ini tentu akan
membuat kader KAMMI dari tingkat komisariat hingga pusat mengalami dilema. Bingung
hendak mau bermitra dengan organisasi alumni yang mana?
Menurut saya, tak ada gunanya organisasi
alumni lahir jika dibangun di atas perpecahan. “A nation divided against itself cannot stand,” kata Abraham
Lincoln. Sebab, nantinya yang diurusi bukanlah bekerja melaksanakan
program-program yang telah disusun sedemikian rupa. Tak ubahnya KNPI, organisasi
alumni akan diseret
berkali-kali untuk
membenahi konsolidasi internalnya.
Pecah kongsi yang dialami organisasi alumni
barangkali karena surat Ar-Ra’d ayat 11 telah mereka lupakan. Hendak meneruskan
perjuangan KAMMI, tapi terganjal virus perpecahan. Tidak, saya pikir mustahil, para
alumni pura-pura lupa. Tak ada
gunanya “membohongi” (baca: menasehati) mereka pakai ayat ini. Toh, mereka
lebih tahu, lebih mengerti asbabun nuzul
dan tafsirnya.
Keberadaan organisasi alumni memang
urgen bagi KAMMI saat ini. Namun, jika dualisme yang menggerogoti organisasi
alumni tak dapat diakhiri
secara baik-baik, tidak masalah. Ada atau tiadanya organisasi
alumni, KAMMI tak peduli. KAMMI tetap satu dan menolak bersikap seperti
“anak-anak TK.” Namun jika keberadaan organisasi alumni terus saja merepotkan bahkan
berpotensi melemahkan KAMMI, saya
pikir lebih baik organisasi alumni dibubarkan saja.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.
Assalamu alaikum wr.wb..saya IBU RAHMA TKI MALAYSIA
BalasHapussaya mengucapkan terima kasih banyak kepada MBAH SANGKIL
sudah 7 tahun saya di MALAYSIA pengen pulang ke indonesia
tapi gak ada uang apalagi hutang masih banyak
secara kebetulan saya buka internet melihat nomor
MBAH SANGKIL katanya seorang paranormal yang bisa bantu masalah kita
dengan penuh harapan saya coba-coba hubungi
saya minta angka bocoran dan beliau bantu kasi 4D TOTO
angka yang di berikan MBAH SANGKIL betul-betul tembus 100%
atas bantuan MBAH SANGKIL hutang-hutang saya semua pada lunas
bagi saudara-saudara perlu bantuan
terutama yang punya hutang sudah lama belum terlunasi
jangan putus asah ingin merubah nasib seperti saya
HUBUNGI MBAH SANGKIL DI MOMOR HP: (=085=210=493=757=) semoga ALLAH SWT...senang tiasa memberi MBAH SANGKIL kesehatan dan umur panjang...amin amin yarabbal alamin..
Assalamu alaikum wr.wb..saya IBU RAHMA TKI MALAYSIA
saya mengucapkan terima kasih banyak kepada MBAH SANGKIL
sudah 7 tahun saya di MALAYSIA pengen pulang ke indonesia
tapi gak ada uang apalagi hutang masih banyak
secara kebetulan saya buka internet melihat nomor
MBAH SANGKIL katanya seorang paranormal yang bisa bantu masalah kita
dengan penuh harapan saya coba-coba hubungi
saya minta angka bocoran dan beliau bantu kasi 4D TOTO
angka yang di berikan MBAH SANGKIL betul-betul tembus 100%
atas bantuan MBAH SANGKIL hutang-hutang saya semua pada lunas
bagi saudara-saudara perlu bantuan
terutama yang punya hutang sudah lama belum terlunasi
jangan putus asah ingin merubah nasib seperti saya
HUBUNGI MBAH SANGKIL DI MOMOR HP: (=085=210=493=757=) semoga ALLAH SWT...senang tiasa memberi MBAH SANGKIL kesehatan dan umur panjan...amin-amin yarabbal alamin..
Kece tulisanya��
BalasHapus