INDEPENDENSI
BUKAN PARADIGMA KAMMI
Zulfikhar
Alumni
KAMMI
Sebagai orang yang pernah aktif di KAMMI, saya merasa
akhir-akhir ini independensi KAMMI mengalami krisis. Tampak nilai-nilai
independensi tak lagi dijunjung tinggi oleh sebagian kader. Memang betul, sejak
awal pendiriannya, KAMMI tidak terlalu tegas mengambil sikap independen. Tetapi
fenomena sekarang ini memperlihatkan kemerosotan yang belum pernah saya lihat
sebelumnya.
Saya melihat ada fenomena laku kader KAMMI yang tidak
biasa. Mereka yang gagal bertarung sebagai calon legislatif pada pemilu kemarin, kembali aktif di KAMMI seperti
tidak pernah terjadi apa-apa. Kemarin mereka terang-terangan muncul di publik dengan
seragam partai politik, sekarang mereka muncul lagi memakai seragam KAMMI
dengan penuh kebanggaan. Di media, saya
melihat beberapa nama pengurus KAMMI suatu daerah dilantik menjadi menjadi pengurus
partai. Termasuk salah satu ketua umum KAMMI.
Fenomena tersebut mengusik nurani saya. Apa yang
terjadi? Mengapa kader KAMMI berbuat sedemikian jauh?
Disengaja atau tidak, aksi-aksi tersebut membuat
wacana independensi terus bergulir. Saya sadar, banyak kader dan alumni tidak
suka persoalan ini diusik. Namun kesalahan harus diungkap dan diluruskan. Katakanlah
yang benar walaupun pahit kata Rasulullah SAW.
Saya khawatir, kalau aksi-aksi semacam itu
dibiarkan, kader KAMMI nantinya mulai berpikir bahwa independensi sudah dilupakan.
Ada yang berpendapat bahwa menjadi independen makin lama makin tidak relevan. Independensi
itu utopia. Independensi adalah kemewahan
yang mustahil dicapai dan
memperbincangkannya hanyalah perbuatan sia-sia.
Saya pernah bertemu dengan seorang pengurus KAMMI yang
sesumbar menyatakan bahwa tak ada organisasi mahasiswa ekstrakampus yang
benar-benar independen di negeri ini. Sekalipun mereka yang terhimpun dalam
Kelompok Cipayung. Mungkin ia menemukan satu dua kasus, lantas digeneralisasi
sebagai kesimpulan mutlak. Asumsi seperti ini apologetis dan sangat berbahaya.
Apakah memang sulit bagi organisasi mahasiswa seperti
KAMMI menjadi independen? Jawabannya sudah ada di dalam Pasal 5 Anggaran Dasar
bahwa KAMMI bersifat terbuka dan independen. Paradigma Gerakan KAMMI menyatakan
KAMMI adalah organisasi sosial independen. Gerakan politik KAMMI adalah ekstraparlementer.
Dasar konstitusionalnya sudah ada dan cukup jelas,
tetapi tak ada kemauan baik untuk menegakkannya. Mengapa?
Saya pikir, sebagian besar kader KAMMI cukup mengetahui
Paradigma KAMMI dengan baik. Mereka yang pernah mengikuti Daurah Marhalah II diwajibkan
menghafalnya. Rupanya pengetahuan tidak selalu berkorelasi positif dengan
perbuatan. Ternyata inkonsistensi massal bisa menimpa siapa saja.
Hubungan Patronase
Diakui atau tidak, hubungan dekat dengan PKS menjadi
salah satu penyebab krisis independensi itu. Hubungan yang sudah terjalin lama,
apalagi secara kultural sama-sama berasal dari gerakan Tarbiyah, membuat kader KAMMI
tak berani menegakkan konstitusi yang mereka susun sendiri.
Sudah jamak diketahui, bahwa modal sosial politik
KAMMI yang militan sangat penting dan strategis jika dipakai untuk mensukseskan
agenda-agenda politik praktis. Tak terhitung alumni KAMMI yang berkiprah di
PKS. Sayangnya, dari sebagian dari alumni itu terdapat oknum-oknum yang selalu mengintervensi
tindak tanduk organisasi demi keuntungan politik sesaat.
Menjadi independen memang tak semudah membalikkan
telapak tangan. Selain mengundang intervensi dari luar, godaan dari internal
juga bukan tidak ada. Butuh perjuangan dan usaha keras untuk melawannya. Mirisnya,
usaha menjaga independensi organisasi tidak berjalan baik. Yang diproduksi
adalah ketergantungan bukan kedaulatan.
Nah, lantas apa perlunya KAMMI mengambil sikap
independen jika laku gerakannya nyata-nyata bertolak belakang? Jadi Paradigma
Gerakan KAMMI untuk apa?
Lewat tulisan ini saya akan menjawab masalah
tersebut. Nantinya, kesimpulan dari analisa saya menunjukkan bahwa independensi
itu strategi politik KAMMI untuk mensukseskan agenda politik dakwah di akar
rumput dan menjadi organisasi kemahasiswaan besar.
Misi Dibalik Transformasi Organisasi
Muktamar KAMMI yang diselenggarakan di penghujung
1998 kita ketahui sebagai momentum transformasi organisasi dari front aksi
jalanan menjadi organisasi kemahasiswaan. Sejak saat itu, KAMMI resmi menjadi
organisasi kemahasiswaan yang memiliki visi dan misi, AD dan ART, serta
struktur kepengurusan dari pusat hingga komisariat.
Namun, transformasi itu tak bisa secara sederhana
dilihat sebagai upaya untuk melakukan perubahan dan mengawal transisi demokrasi
yang digaungkan sejak pendirian KAMMI. Upaya itu memang ada, tetapi bukan itu
saja yang terjadi. Transformasi menjadi organisasi kemahasiswaan punya kepentingan untuk mendukung pergerakan dakwah
Tarbiyah yang sedang memasuki gelanggang politik praktis (mihwar muassasi). Selain mendirikan partai politik dakwah, yaitu
PKS, para aktivis Tarbiyah yang mendirikan dan memimpin KAMMI merasa penting
untuk mensukseskan kepentingan politik dakwah di luar kekuasaan setelah
aksi-aksi 1998 mereda.
Memang, pendirian KAMMI awalnya dimaksudkan untuk memperjuangkan
reformasi. Namun di saat yang sama posisi KAMMI sangat penting untuk memperjuangkan
agenda politik dakwah di akar rumput. Mengapa misi ini diemban organisasi
mahasiswa? Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, mahasiswa memiliki idealisme yang tinggi
sehingga siap berjuang tanpa dibayar. Hal seperti ini tak mengeluarkan ongkos seperti
organisasi sayap partai. Kedua, jejaring dan solidaritas organisasi mahasiswa mendorong
diseminasi agenda pergerakan menjadi lebih masif. Ketiga, regenerasi organisasi
mahasiswa berlangsung tiada henti sehingga agenda pergerakan terus
berkesinambung.
Para pendiri sadar betul bahwa KAMMI tak bisa secara
terbuka digunakan untuk kepentingan partisan. Tugas utama KAMMI bukan
mengkampanyekan agenda-agenda politik kepartaian, tetapi aksi dakwah pergerakan
yang tercermin dalam aksi-aksi anti-kebatilan. Di samping itu, para pendiri
menghendaki KAMMI menjadi organisasi mahasiswa besar berlevel nasional bahkan
internasional. Menjadi organisasi sayap partai tentu akan mengubur cita-cita
itu.
Membangun Legitimasi Gerakan
Nah, untuk menjadi organisasi besar dibutuhkan
pengakuan luas dari masyarakat. Artinya KAMMI harus merangkul semua golongan.
Segmentasi keanggotaan diperluas melampaui komunitas Tarbiyah yang sempit.
Makanya di dalam Anggaran Dasar, KAMMI mengambil sifat terbuka.
Dalam mendukung upaya ini diperlukan model
kaderisasi yang khas. Model kaderisasi ini disusun untuk mengkader mahasiswa
berlatar belakang beragam. Penekanan pentingnya adalah terbentuknya karakter
muslim penggerak yang loyal kepada organisasi. Karakter muslim ini ditanamkan secara
sistematis melalui pengajian-pengajian yang diselenggarakan intensif dan
kontinu. Outputnya, fungsi sosial politik kader muslim penggerak terbentuk dan
siap pakai.
Selain membina urusan internal organisasi, urusan ke
luar juga ditata dengan rapi. KAMMI mengadopsi model organisasi Weberian yang populer
di kalangan organisasi-organisasi pro demokrasi yang menganut independensi. Independensi
artinya KAMMI didorong menjadi organisasi yang rasional dan tidak partisan. Sehingga
tak ada celah bagi publik untuk mempertanyakan atau mendistorsi identitas
organisasi.
Upaya ini penting agar KAMMI diterima oleh semua
kalangan. Apakah itu komunitas mahasiswa, kepemudaan, perguruan tinggi dan
masyarakat umum. Pengakuan itu pasti tercipta kalau sikap dan perjuangan KAMMI
murni datang dari keberpihakan kepada rakyat. Idealisme hanya mungkin lahir
dari rahim organisasi yang merdeka dari kontrol pihak mana pun. Menjadi
organisasi independen membuat KAMMI makin berkembang dan diakui keberadaannya.
KAMMI tidak Pernah Independen
Memang menjadi organisasi independen lebih
menguntungkan secara politik. Apalagi di era demokrasi seperti sekarang. Kaderisasi
berlangsung terbuka dan bebas, sumber keuangan bisa datang dari mana saja. Percaya
atau tidak, KAMMI sulit menjadi sebesar sekarang apabila suplai kader dan
anggarannya hanya lewat patronase partai. Kendati begitu, para pendiri KAMMI punya
kepercayaan bahwa untuk kepentingan jangka panjang, independensi cenderung
merugikan. Makanya pola “bermain dua kaki” dibakukan. Dan feodalisme dipelihara
lewat jenjang kaderisasi.
Artinya, independensi memang tidak dikehendaki menjadi
paradigma KAMMI seutuhnya. Independensi bukanlah nilai organik yang melekat
sebagai identitas organisasi sejak awal. Independensi murni strategi politik KAMMI
untuk survive dan loncat kelas
menjadi organisasi mahasiswa besar. Adapun visi menciptakan pemimpin masa depan
dipahami sebagai jawaban terhadap kebutuhan politik dakwah di parlemen akan
kader-kader pemimpin masa depan. Jargon Muslim
Negarawan adalah prototipe dari kader-kader pemimpin masa depan itu.
Menurut saya, tidak independennya KAMMI termanifestasi
melalui campur tangan pihak luar di dalam
agenda-agenda suksesi organisasi. Mendiamkan aksi kudeta ketua umumnya atas
hasutan pihak luar menegaskan hal itu. Menggerakkan modal sosial kader untuk mensukseskan
agenda partisan sudah menjadi rahasia umum.
KAMMI didirikan dan dipimpin oleh orang-orang cerdas
dan visioner. Mereka sadar tidak boleh terjebak oleh kultus jiwa zaman (zeitgeist) yang berkembang. Tidak tegas
bersikap independen adalah siasat untuk mengelola semua kepentingan demi keuntungan
politik dakwah PKS. Untuk itu diperlukan kecerdasan politik tersendiri. Bagi
mereka, independensi tak lebih dari aturan
main organisasi modern yang boleh dipakai atau ditinggalkan tergantung seberapa
jauh relevansinya. Paradigma independen dan dependen selama ini dirasa menguntungkan makanya terus
dipertahankan.
Jika ada sebagian kader yang konsisten dan persisten
memperjuangkan KAMMI menjadi organisasi 100 persen independen, menurut saya, itu
adalah tindakan kontitusional yang revolusioner. Tetapi sekaligus adalah aksi yang
sia-sia. Mereka memperjuangkan sesuatu nilai yang sejak awal dianggap utopia
dan palsu. Kendati begitu, tekad mereka dalam berjuang harus diapresiasi.
Sejak lama kepentingan politik dakwah dikondisikan lebih unggul dan penting dari sekedar sandiwara independensi. KAMMI adalah organisasi mahasiswa muslim yang lahir dari rahim gerakan dakwah. Sebagai anak kandung dakwah, mengabdi sepenuhnya untuk kepentingan dakwah adalah suatu kewajiban.
Tetapi pengabdian sebagai subjek politik dakwah dan objek
politik dakwah adalah dua hal yang berbeda. Idealnya KAMMI adalah subjek yang
mengelola dirinya sendiri. Namun dalam praktiknya terjadi distorsi. Independensi
yang seharusnya dimiliki subjek yaitu kader KAMMI, dicabut. Tidak heran kalau kecenderungan
aksi ugal-ugalan kader untuk mensukseskan agenda-agenda partisan kian populer.
Manakala hal tersebut didiamkan, itu artinya KAMMI memberi lampu hijau.
Setelah berlangsung bertahun-tahun dan menjadi
tradisi, agaknya kebiasaan ini makin sulit diubah. Kecuali terjadi dinamika
politik yang luar biasa. Karena itu otokritik dari dalam pasti diabaikan, kalau
perlu ditertibkan. Namun, secuil harapan masih ada selama orang-orang yang
percaya dengan jalan independensi terus berjuang. Kendati kepada mereka terhampar kegelisahan tak ada ujung.
Puncak Gunung Sibela
11 Maret 2021
Komentar
Posting Komentar