Membangun Idealisme Mahasiswa (1)
“pemuda adalah syarat utama berdirinya umat, dan mata air kebangkitannya” (Hasan al-Banna)
Merupakan sebuah hal yang absurd jika pembangunan sebuah peradaban tidak melibatkan peran pemuda. Memahami bagaimana keberadaan peradaban yang salah satunya terselip keterlibatan pemuda. Pemuda kini memiliki peran sentral dalam sebuah peradaban dimana termanifestasi dengan lahirnya satu kesatuan dengan satu visi dalam miniatur sebuah negara. Lihatlah pemuda yang penuh semangat pada peristiwa di Rengasdengklok melakukan pressure kepada golongan tua untuk segara memproklamirkan kemerdekaan bangsa. Lihatlah momentum Sumpah-Pemuda yang jauh-jauh hari telah disusun oleh pemuda sebuah naskah heroik dimana mengintegrasi bangsa Indonesia yang heterogen secara etnis untuk mencapai tujuan bersama dengan menstimulus entitas di bawah panji nasionalisme. Lihatlah aksi Lafran Pane dan sekelompok pemuda Islam mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1946 yang mempelopori lahirmya gerakan-gerakan mahasiswa di masa depan. Lihatlah Soe Hok Gie dan pemuda angkatan 1966 berjuang dalam medan aksi peruntuhan rezim Soekarno. Lihatlah keberanian entitas gerakan mahasiswa yang bersatu menjatuhkan rezim Soeharto yang tiran.
Lantas, bagaimanakah kondisi pemuda (mahasiswa) sekarang yang notabene apatis dan apriori terhadap realitas ketidakadilan terhadap umat. Pantaskah disandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya yang rela mengorbankan harta dan jiwanya. Keadaan gerakan-gerakan mahasiswa yang bertendensi jenuh dewasa ini menambah sederetan indikasi dekandensi etos para mahasiswa. Aktivitas akademik yang merupakan harga mati untuk dicapai mahasiswa seyogyanya memberikan sumbangsih kepada mahasiswa untuk terlibat dalam memecahkan problematika umat.
Sejumlah mahasiswa yang ikut terlibat dalam aktivitas pembaruan negara dan agama (Islam) di kampus pun tidak luput dari pola fikir yang apatis dan apriori. Lebih memprioritaskan aktivitas perbaikan di dalam kampus, merekrut para kader baru, menyusun program kerja perbaikan akhlaq dan moral warga kampus sesungguhnya merupakan sebuah kemuliaan. Tetapi jika tidak disinergiskan dengan aktivitas kepedulian terhadap permasalahan dalam konteks regional, nasional dan internasional, apakah bisa dikatakan sebagai mahasiswa pengusung perbaikan? Tentulah ini harus kita renungkan apakah urgensi peran kita yang sebenarnya.
“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar tehadap pemimpin yang zalim”
Pergerakan mahasiswa yang seringkali melakukan aksi jalanan mengkritisi permasalahan yang terjadi baik itu klasik ataupun kontemporer, menginfluensikan lahirnya kepedulian yang baru terhadap relitas problematika umat kontemporer. Namun, terkadang pengorbanan yang dilakukan pergerakan mahasiswa hanya dipandang sebelah mata oleh sekelompok pemuda yang lain. Berbagai komentar mengalir deras mendiskreditkan momentum tersebut dengan sindiran aksi yang tidak bermanfaat dan tidak menginfluensikan proses pengambilan kebijakan di intraparlementer. Stigma tersebut pun menginfluensikan para pemuda pengusung pembaruan yang lain untuk menyampingkan aksi di jalan dengan memprioritaskan pembaruan di kampus dengan aktivitas yang aman tanpa terindikasi terjadinya aksi yang mencoreng nama baik pribadi atau kelompok, hanya karena terlihat seperti orang meneriakkan orasi tanpa mampu mengontrol diri. Seringkali persepsi tersebut dilatarbelakangi oleh wanti-wanti dari dosen, orang tua, masyarakat ataupun mahasiswa lain yang apatis dan apriori dengan aksi yang seyogyanya merupakan momentum yang mulia terlepas dari indikasi anarkisme dan vandalisme.
Berangkat dari berbagai permasalahan tersebut maka cukuplah beragam persepsi yang terdikotomi oleh sekat-sekat yang cenderung menimbulkan perpecahan. Maka, berikut berbagai unsur untuk menumbuhkan idealisme pemuda menuju penciptaan pemimpin masa depan;
1. Memiliki pengetahuan Islam yang baik
2. Memiliki kebersihan hati yang menimbulkan kepercayaan umat
3. Memiliki wawasan terhadap bangsanya dan peka terhadap berbagai permasalahan di dalamnya
4. Memiliki kapasitas kepemimpinan yang baik
5. Pakar terhadap konsentrasi keilmuannya dan professional dalam bekerja
6. Memiliki koneksi sosial yang luas
Mahasiswa muslim yang berkarakter baik sudah seharusnya memiliki karakter-karakter diatas dalam upaya menambah kapasitas dan khazanah keilmuannya. Semoga bangsa ini dapat menemukan identitasnya menuju kepada bangsa yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghaffur dan melahirkan pemimpin yang memiliki kecakapan keruhanian (baca: keIslaman) yang kaffah. Wallahu alam bisshawab.
Komentar
Posting Komentar