Puasa Ramadhan Melatih Kaum Muslimin Anti Korupsi
Tidak terasa satu pekan kedepan kaum muslimin sedunia akan
berjumpa dengan bulan Ramadhan. Bulan sarat berkah dan limpahan ampunan serta
menjadi momentum untuk kembali melakukan introspeksi diri (muhasabah). Terutama
kita, bangsa Indonesia yang sedang menjalani berbagai ujian dan cobaan dari
Allah swt. Terutama ujian terhadap kasus-kasus korupsi (pencurian) yang kini marak
terjadi.
Korupsi saat ini masih menjadi mimpi buruk. Menurut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) praktik seperti ini telah mengakar dari ibukota
sampai ke desa. Dan yang memprihatinkan, korupsi tidak lagi terjadi di sekitar wilayah
yang mempunyai arus kekuatan atau kewenangan. Seperti di birokrasi desa sampai
ke kementerian. Tetapi korupsi kini menjalar sampai ke tukang parkir di pasar.
Fenomena ini menyiratkan bahwa bangsa yang lekat dengan
nilai-nilai religiusitas ini belum memaknai arti penting (urgensi) dari religiusitas
itu sendiri. Tidak ada jaminan seorang muslim yang rajin sholat dan menjalankan
puasa akan anti korupsi. Padahal urgensi dari kedua ibadah itu adalah
menundukkan hawa nafsu dan menyadari terhadap konsekuensi memperturutkannya.
Sedangkan kita tahu bahwa hawa nafsu merupakan kunci dari praktik korupsi. Maka
tidak heran Kementerian Agama disebut KPK sebagai salah satu kementerian terkorup.
Pernyataan itu dibuktikan dengan terbongkarnya skandal kasus korupsi Al-Qur’an
di lembaga tersebut beberapa waktu yang lalu.
Lalu, apa sebenarnya yang kini harus kita umat muslim benahi?
Padahal kita tahu penyakit korupsi ini hampir dipandang biasa oleh masyarakat. Dan
telah menzalimi belasan juta orang Indonesia yang hidup dalam kemelaratan. Padahal
fenomena ini telah Allah swt ingatkan dalam al-Qur’an surat Ar’Ra’d ayat 11, “.. sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri”.
Puasa Ramadhan membawa banyak pesan untuk menundukkan hawa
nafsu. Terutama nafsu mulut (ghibah/gossip dan fitnah) perut (korupsi) serta
kemaluan (syahwat). Pesan tersebut dimaksudkan untuk melatih kaum muslimin agar
cerdas mengelola hawa nafsunya. Nafsu yang mengantar kepada perbuatan yang baik
(haq) –seperti makan, minum, hubungan suami-isteri- ditahan sampai terbenamnya
matahari. Sedangkan nafsu yang mengantar kepada perbuatan buruk (bathil)
–seperti amarah, gossip, fitnah- dihilangkan.
Korupsi merupakan salah satu penyakit hati yang dilarang oleh
Islam dan undang-undang. Di dalam Islam orang yang melakukan korupsi diancam
sanksi potong tangan dengan menimbang kadar barang atau jumlah materi yang dikorupsi.
Sedangkan di dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi pasal 2, menjelaskan orang yang melakukan korupsi
dipidana maksimal penjara seumur hidup. Paling singkat empat tahun, dengan
denda dua ratus juta rupiah sampai satu miliar rupiah.
Tetapi meskipun aturan tersebut sudah dibuat dan telah
diketahui banyak orang, korupsi masih terus berjalan. Alih-alih peraturan tersebut
menurunkan jumlah korupsi sebaliknya korupsi cenderung membesar dengan melihat hasil
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) negeri ini yang masih di angka 3,0 (baca: korupsi
masih besar). Sehingga, strategi yang dibutuhkan sekarang untuk memberantas
korupsi tidak hanya dengan peran lembaga formal seperti KPK, Kepolisian dan
Kejaksaan, tetapi perlu dirangkaikan bersama kesadaran iman dengan berpuasa. Kesadaran
iman ini akan membawa konsekuensi seperti yang dijelaskan Allah di dalam
al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 35,”… laki-laki dan perempuan
yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Kesadaran iman melalui
ibadah puasa dengan sendirinya mengajak kaum muslimin untuk anti korupsi.
Dalam berpuasa, kaum muslimin diajak untuk mengilmui urgensi dari puasa, yaitu
menundukkan hawa nafsu serta menjelaskan praktik-praktik yang termasuk
memperturutkan hawa nafsu termasuk korupsi. Sehingga urgensi dan konsekuensi
praktik korupsi benar-benar disadari dan dipahami oleh kaum muslimin. Akhirnya,
pada karakter kaum muslimin lahir kesadaran anti-korupsi sebagai hasil akhir. Wallahu
alam bis shawab.
Komentar
Posting Komentar