PRESS RELEASE AKSI PENGAWALAN PEMILU 2014






Gerakan Lima Menit
Gerakan Mengawal Pemilu yang Cerdas dan Bermartabat


Tersisa dua bulan menuju perhelatan pesta politik rakyat. 9 April besok akan menjadi babak penentuan bagi para calon legislatif (caleg) yang akan bertarung dalam pemilu wakil rakyat itu. Kepastian mereka duduk di kursi parlemen lima tahun mendatang akan di tentukan. Di bilik suara, dimana foto mereka terpampang, menjadi saksi siapa di antara mereka yang terpilih.



Ribuan caleg asal lima belas partai politik akan berkompetisi pada hari itu. Pada saat itu tiba, tidak yang lebih urgen selain memperoleh kepercayaan rakyat. Yakni meraih suara sebanyak-banyaknya. Karena dengan begitu, sederet kemudahan politik akan datang. Terutama agar calon presiden dari partai yang mereka usung masuk 25 persen dari ambang batas presiden (Presidential Treshold). Sehingga meneruskan kompetisi mereka pada Pemilu Presiden tiga bulan kemudian.
Karena itu, tidak heran sejak beberapa bulan terakhir, sebelum jadwal kampanye di tetapkan, banyak calon legislatif sudah mencuri start sebelum jadwal kampanye dimulai. Meskipun mereka menampik bukan berkampanye, tetapi cara yang mereka lakukan sudah membuktikannya. Tempat-tempat umum menjadi media komunikasi mereka.  Dengan  baliho, stiker dan poster, mereka memperkenalkan diri mereka.

Hal itu sebenarnya boleh-boleh saja dilakukan, jika saja mereka tidak menggunakan embel-embel yang berbau Pemilu. Seperti nomor urut, asal fraksi, nama daerah pemilihan dan nama partai. Karena hal itu melanggar jadwal kampanye yang sudah ditentukan oleh KPU: 11 Januari 2014 sampai 15 April 2014.

Selain itu, meskipun saat ini sudah masuk jadwal kampanye, gelagat  para calon legislatif dan partai peserta pemilu masih saja memicu kontroversi. Banyak di antara mereka berkampanye tanpa mengindahkan etika dan peraturan kampanye. Kita bisa saksikan sarana dan fasilitas umum menjadi sasaran empuk alat peraga dan atribut kampanye mereka. Pepohonan di bahu jalan dan tembok-tembok bangunan, tiang listrik, lampu merah, dan transportasi umum sudah penuh dengan property tersebut. Padahal mereka tahu, perbuatan tersebut bertentangan dengan Peraturan KPU No 15 Tahun 2013 Pasal 17.

Kita tahu pada Pemilu 2009 kemarin semakin sedikit rakyat menggunakan hak suaranya. Hanya 71 persen dari mereka yang menggunakannya. Artinya ada sekitar 29 persen rakyat tidak memilih (Golput). Hal ini disebabkan karena Pemilu sampai saat ini belum berhasil melahirkan pemimpin yang dapat memecahkan permasalahan bangsa. Buktinya masalah korupsi sistemik, kelangkaan energi,  dan bencana-bencana musiman seperti banjir dan tanah longsor masih sering terjadi.

Praktik politik uang (money politic) yang sudah membudaya juga menjadi alasan meningkatnya  keapatisan rakyat. Hal ini dimulai ketika kran reformasi di buka seluas-luasnya pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Korupsi yang sebelumnya terpusat di Jakarta, dengan adanya desetralisasi, lantas menyebar ke seluruh daerah. Sehingga memutuskan harapan rakyat akan hadirnya pemimpin yang berkualitas. Jalan golut pun akhirnya di ambil sebagai bentuk ketidakpercayaan dan kekecewaan.

Praktik politik uang yang memicu meningkatnya golput juga menyingkirkan kesempatan calon legilatif berkualitas untuk terpilih. Dengan biaya politik yang mahal, mereka yang mempunyai akses modal besar lebih diuntungkan. Akibatnya, rakyat tidak lagi mempertimbangkan jejak rekam dan komitmen para calon wakil rakyat. Karena sudah terlanjur tersandera  suap.
Kehadiran  Pemilu besok sangat diharapkan mampu menyadarkan rakyat bahwa memilih para calon legislatif bukan perkara yang sepele. Karena akan menyangkut kepentingan mereka yang di kawal dan di perjuangkan oleh para calon legislatif itu. Jika mereka yang terpilih adalah orang-orang yang sedari awal tidak komitmen melawan kecurangan Pemilu dan politik uang, bagaimana bisa di harapkan pada saat menjabat?

Kesuksesan Pemilu tidak akan tercapai kalau para peserta Pemilu dan rakyat yang memilihnya tidak memiliki komitmen untuk menciptakan suasana Pemilu yang bersih, jujur dan adil. Proses penentuan di balik bilik suara harus di gunakan sebaik-baiknya dengan menggunakan hati nurani. Jangan sampai waktu lima menit di dalam bilik yang akan menentukan masa depan bangsa ini selama lima tahun ke depan, menghasilkan Pemilu yang sesuai prosedur tetapi gagal melahirkan negarawan. Berangkat dari kegelisahan itulah, maka KAMMI menamakan gerakan yang sedang di usung  dengan nama: Gerakan Lima Menit.

Gerakan Lima Menit selain mengusung perbaikan kualitas Pemilu juga mempertanyakan rencana pemerintah yang akan mengucurkan dana saksi bagi partai politik. Bagi kami dana itu tidak prioritas jika di bandingkan dengan kebutuhan rakyat yang kian meningkat. Apalagi beberapa bulan terakhir, negeri ini sedang dilanda bencana alam. Dana saksi tidak akan berguna karena akan masuk kantong partai politik yang pada akhirnya digunakan untuk mendongkrak suara mereka. 

Karena itu KAMMI DIY melalui gerakan lima menit bersikap dan menuntut:
1.      Mengajak rakyat tidak memilih calon legislatif yang mempraktikkan politik uang
2.      Menuntut para calon legislatif menjunjung etika kampanye yang mengedepankan semangat persaudaraan, kejujuran dan perbaikan
3.      Menuntut pelaksanaan pendidikan politik yang merata dan berkualitas
4.      Mengajak seluruh rakyat Indonesia menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2014
5.      Menolak pemberian dana saksi bagi partai politik peserta Pemilu 2014


Yogyakarta, 10 Februari 2014
Ketua KAMMI DIY


Aza El Munadiyan
085692454521

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*