Sekali lagi tentang Mukadimah

https://www.stocksy.com/2067424/moorish-gate-at-alhambra-palace




Setiap kumpulan orang-orang yang terstruktur dan memiliki tujuan bersama, atau biasa kita kenal dengan organisasi, pasti memiliki anggaran dasar. Mulai organisasi politik hingga organisasi pemuda di kampung-kampung. Tidak terkecuali organisasi mahasiswa seperti KAMMI. Apalagi organisasi yang dengan rela hati, ikhlas, mengabdikan dirinya demi perbaikan umat. Disini, anggaran dasar diposisikan sebagai penuntun bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Bagi KAMMI, anggaran dasarlah salah satunya panduan yang membawa organisasi menuju bangsa dan negara yang islami.

Anggaran dasar umumnya berisi panduan praktis mengenai segala hal ikhwal organisasi. Mulai momentum kelahiran, nama dan asas organisasi, struktur oganisasi, hingga pembubaran organisasi. Kendati begitu, rasa-rasanya masih terasa kurang jika anggaran dasar hanya berhenti pada aspek instrumentalis saja. Seharusnya ia memiliki api untuk membakar semangat keberadaanya. Maka dirasa penting memasukkan akar historistas kemunculan dan alasan keberadaan. Maka di KAMMI, hadir Mukadimah Anggaran Dasar (AD) untuk memenuhi ketidakpuasan tersebut.


Mukadimah lahir ketika Muktamar KAMMI yang ke IV di selenggarakan di Kota Samarinda. Pernyataan pendek yang hanya berisi empat paragraf ini berisi beberapa pokok nilai yang jika digeneralisasikan, akan menghantarkan kepada ideologi KAMMI.  

Sebagaimana telah saya uraikan pada makalah “KAMMI Sebagai Ideologi,” ideologi (mabda) adalah aqidah aqliyyah yanbatsiqu anha an nizham (seperangkat kaidah berpikir yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan). Jika kita menyelidiki lebih dalam definisi yang dibuat Muhammad Ismail tersebut, kita akan menemukan setidaknya dua kata kunci. (1) Aqidah aqliyyah atau epistemologi dan (2) an nizham atau katakanlah metodologi. Nah, dua hal inilah yang disebut ukuran suatu pemikiran dapat disebut ideologi. Yang nantinya akan membedakannya dengan ilmu dan pengetahuan. 

Melalui mukadimah salah satunya, ideologi KAMMI dapat dijelaskan. Selain Prinsip Gerakan, Paradigma Gerakan, dan lain-lain. Mukadimah, seperti yang sudah saya uraikan di atas, menjadi  alasan kehadiran dan keberadaan KAMMI hingga saat ini. Posisinya mirip dengan Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang dimiliki HMI. Atau barangkali Panca Azimat Revolusi yang diwarisi PDIP dari mendiang Bung Karno. 

Bedanya, Mukadimah tidak secara terperinci menjelaskan seperti apa ideologi KAMMI. Mukadimah menggunakan bahasa yang terlampau normatif sekaligus mendalam sehingga terbuka bagi segala penafsiran. Makanya, hingga kini, ideologi KAMMI bisa ditafsirkan macam-macam. Ada yang menyebut Ikhwanul Muslimin, Tarbiyah, PKS, Kiri Islam, dan lain-lain. Atas dasar itulah polemik ini ingin diakhiri oleh KAMMI Kultural dengan menyusun “Manifesto KAMMI untuk Indonesia.” Sehingga, menjadi jelas terang benderang seperti apakah ideologi KAMMI itu.

Pesan dibalik Mukadimah

Mukadimah dimulai dari hakikat penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Yang telah jauh-jauh hari difirmankan Allah (QS. 2:30). Dimana tugas pengelolaan bumi diamanahkan Allah kepada manusia. Makhluk yang diberiNya hawa nafsu sehingga punya potensi untuk menjadi zalim, namun dibaliknya memiliki potensi besar untuk menjadi baik. Maka tugas manusia untuk mengendalikan diri. Berusaha menjadi mahkluk, abdullah dan khalifatullah yang baik.

Paragraf pertama ini mengajak kader KAMMI untuk sejenak berefleksi. Memaknai tujuan besar yang seharusnya dilakukan seorang kader. Yakni menjadi pemimpin. Akar problematika umat terbesar yang diyakini KAMMI. Lalu beramar makruf melalui dakwah tauhid. Dengan jalan menyadarkan, membebaskan, dan memerdekakan manusia dari penghambaan kepada manusia dan materi menuju penghambaan yang sejati yaitu kepada Allah yang Maha Pencipta, dengan mengajak kepada kebenaran, menegakkan keadilan, dan mencegah kebathilan dengan cara yang ma’ruf. Oleh karena itu tugas sebagai khalifah tidak dapat di tunda-tunda harus direbut oleh kader KAMMI. 

Paragraf kedua menandai pentingnya mahasiswa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sejak masa pra-kemerdekaan melalui peran aktif organisasi-organisasi pelajar kala itu untuk mensegerakan lahirnya kemerdekaan, peran mahasiswa dalam menghadang laju kapitalisme di zaman Orde Baru, hingga puncaknya pada momentum Reformasi. Peran-peran tersebut menandakan mahasiswa adalah penggerak utama setiap perubahan. Mahasiswa adalah agen-agen pengubah, pilar-pilar keadilan dan kebenaran, teladan perjuangan, dan aset masa depan bangsa Indonesia. Posisi mahasiswa karenanya penting dan KAMMI sebagai elemen penggeraknya harus senantiasa terlibat aktif mengusung dan memimpin perubahan-perubahan itu.

Keberadaan umat Islam yang merupakan pemeluk agama mayoritas di Indonesia menjadi salah satu kekuatan untuk menggalang perubahan dalam paragraf ketiga. Seiring dengan melebarnya jurang kemiskinan dan penindasan yang kebanyakan dialami umat Islam.

Realitas kekinian menunjukkan umat Islam adalah pengemis di rumah sendiri. Umat Islam mengalami krisis dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Dimana 20% kekayaan negara dikuasai oleh mayoritas (18%) penduduk bukan penduduk pribumi yang notabene non muslim. Sehingga menimbulkan ketidakmerataan distribusi kesejahteraan di segala lini. Ditambah kondisi pemerintahan yang diskriminatif bersama lajunya transmisi budaya asing semakin memperpuruk situasi. Sehingga, keterlibatan umat muslim sangat mendesak untuk mengakhiri krisis ini. Sudah tidak relevan lagi peran umat Islam hanya berhenti di masjid dan tempat-tempat pengajian. Tetapi, seyogianya melebar terjun dan bersatu bersama-sama rakyat menyelesaikan masalah-masalahnya. Inilah kerja yang seharusnya dilakukan umat muslim sekarang sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Ma’un. Peran-peran transformatif ini yang dielaborasi Amien Rais dengan ‘Tauhid Sosial.”

Peran KAMMI sebagai kawah candradimuka menemukan relevansinya pada paragraf keempat. KAMMI adalah rumah tempat dimana Islam diajarkan. Baitul Arqam mahasiswa Indonesia. Wadah perjuangan permanen untuk menyemai calon pemimpin masa depan. Oleh karena itu, KAMMI tidak boleh berhenti sebatas menjadi menara gading dan terlepas dari masalah kehidupan. Aspek kognitif karenanya tidak boleh menjadi tujuan akhir. Kecerdasan afektif dan psikomotorik tidak dapat ditunda-tunda harus diproduksi terus-meneurs dari sekedar kualitas menjadi kuantitas.

Dan yang paling utama, KAMMI harus mampu menjawab tantangan ini dengan kesadaran untuk mengubah. KAMMI harus mampu mengimplementasikan Islam yang rahmatan lil alamiin dengan sebesar-besarnya menarik simpati dan dukungan umat di luar Islam (tasamuh). Sebagaimana ideologi Pancasila -yang sangat islami- berhasil dielaborasi dan diterima oleh semua agama. Metode yang disebut Kuntowijoyo “Obyektifikasi Islam.”

Paragraf  pertama dan kedua secara tersirat menjelaskan epistemologi KAMMI. Apa itu KAMMI dan apa peran yang seharusnya ia lakukan terwacanakan pada posisi sebagai khalifah (pemimpin) dan organisasi kemahasiswaan. Sedangkan, metodologi praksis KAMMI diuraikan dengan sangat jelas pada paragraf ketiga dan keempat. Melalui kekuatan umat Islam yang besar dan kemampuan organisasi menjadi kawah candradimuka (kaderisasi).


Penutup

Untuk menciptakan momentum tersebut, kehendak untuk memanusiakan (humanisasi) manusia tidak bisa tidak harus dijunjung tinggi oleh KAMMI. Oleh karena itu, KAMMI tidak sepantasnya terlibat dalam perselisihan mahzab yang berlarut-larut. Cenderung terjerumus kepada pertumpahan darah dan perpecahan yang kebanyakan justru merugikan umat Islam sendiri.  KAMMI juga seharusnya menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil beradab. Bersatu bersama rakyat membebaskan diri dari ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan aktor negara maupun non negara (liberasi). Lalu bersama-sama mengajak rakyat untuk bertawakkal kepada Allah (transendensi). 

Pesan-pesan transformatif yang tersirat dalam Surat Ali-Imran ayat 110 –yang memuat ide humanisasi, liberasi dan transendensi- itu adalah semangat yang menjadikan epistemologi dan metodologi perjuangan KAMMI menjadi dimungkinkan. Ketiganya seharusnya menjadi basis material bagi gerakan ke depan demi mencapai bangsa dan negara yang islami.

Oleh karena itu, tugas besar KAMMI ke depan adalah menghadirkan ketiga variabel tersebut menjadi apparatus untuk pembebasan. Ini tugas besar yang terkadang alpa dari perhatian KAMMI. Tertutup dengan rangkaian aksi yang kebanyakan sifatnya reaktif. 

KAMMI harus menyadarkan rakyat akan posisi kelasnya. Mengajarkan  mereka bahwa kelas penguasa, borjuis, kapitalis, tidak akan pernah dengan sukarela memberikan hak-hak mereka begitu saja. Mereka harus memperjuangkannya sendiri. Oleh karenanya koalisi bersama mahasiswa dan elemen-elemen tertindas -seperti buruh, nelayan, tani, pedagang kecil, kaum marhaen- lainnya wajib dilakukan. Dan harus menjadi agenda permanen hingga tidak ada lagi penindasan dan Al-Islam benar-benar tegak di bumiNya. 

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.


Bahan Bacaan

Kuntowijoyo, 2006, Islam Sebagai llmu, Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo, 1997, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan
Amin Sudarsono, 2005, Ideologi KAMMI, Makalah Daurah Marhalah Ula KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga
Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, 2013, Tafsir Muqoddimah Anggaran Dasar KAMMI, Makalah Diskusi KAMMI Kultural
Zulfikhar, 2015, KAMMI Sebagai Ideologi, Makalah Diskusi Dwipekanan KAMMI Daerah Kota Ternate
Suara Muhammadiyah, Edisi 1-15 Maret 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*