Fisik Boleh Mati, Ide-Ide Fidel Kekal Abadi

Oleh Zulfikhar

Diakses dari https://d.ibtimes.co.uk/en/full/1393993/fidel-castro.jpg

Sikap dan kepribadian Fidel yang simpatik terhadap orang lainlah yang membuat orang-orang menaruh kepercayaan serta setia padanya.”
-Ernesto “Che” Guevara-

Rakyat Kuba bersedih, seorang putera terbaiknya Sabtu kemarin tutup usia. Fidel Castro pergi untuk selamanya. Menyusul para martir yang telah gugur mendahuluinya. Kuba, negara yang dibela dan dipimpinnya hampir lima dekade lamanya, 9 hari menyatakan berduka. Orang-orang serta bangsa-bangsa yang setia melawan imperialisme dan kapitalisme berbelasungkawa. 

Fidel Castro adalah pahlawan pembebas Kuba. Kesetiaannya yang tanpa cela terhadap negeri yang dicintainya telah diakui tidak saja oleh 11 juta rakyatnya, tetapi juga orang-orang di seluruh dunia. Ketika berita kematiannya disiarkan televisi setempat, berduyun-duyun para pemimpin negara-negara di dunia mengucapkan belasungkawa. Obama, Putin, Zuma, Maduro, Nieto, Correa dan Jusuf Kalla, wakil presiden kita, adalah beberapa dari pemimpin-pemimpin itu.


Label komunis, diktator dan pembunuh yang disematkan musuh-musuhnya pada “Pak Jenggot” -sapaan akrab rakyat Kuba kepada Fidel Castro- tak lagi menjadi momok yang ditakuti dan dibenci para pemimpin-pemimpin itu. Bukti yang ia berikan setelah berhasil mensejahterakan rakyatnya dan turut serta dalam usaha-usaha perdamaian dunia tanpa imperialisme telah mengubah sosok Fidel menjadi seorang panutan. Tidak mengherankan jika 2012 lalu majalah Time memasukkan dirinya ke dalam 100 pemimpin dunia paling berpengaruh sepanjang masa. 

Membidani Revolusi

90 tahun lalu, Fidel dilahirkan dari keluarga petani kaya yang memiliki hamparan beratus-ratus hektar tanah pertanian di Kuba Timur. Kehidupan masa kecilnya adalah saat-saat paling bahagia dimana Fidel tak pernah merasakan sulitnya menikmati makanan di saat yang sama menjadi barang langka bagi anak-anak seusianya yang terperangkap jerat kemiskinan. Sebagai anak dari bekas tentara Spanyol yang kaya akibat penjajahan, Fidel beruntung bisa melanjutkan sekolahnya hingga jenjang paling tinggi. 

Pada 1945, Fidel terdaftar sebagai mahasiswa fakultas hukum Universitas Havana. Di kampus inilah, sejarah hidupnya berubah. Tidak seperti anak-anak tuan tanah lainnya, Fidel memilih politik radikal sebagai jalan hidupnya. Segera sesudah itu, Fidel tenggelam dalam rangkaian aktifitas radikalisme. Ia adalah salah satu dari orang-orang Kuba yang ikut dalam invasi yang gagal menggulingkan diktator Dominika: Rafael Trujilo. Ketika kerusuhan politik pecah di Kolombia, Fidel berada disana. 

Menjadi pengacara adalah jalan pertama yang ditempuh Fidel untuk menyalurkan heroismenya yang semakin tinggi dari waktu ke waktu. Namun, tampaknya profesi ini bukan jalan perjuangan yang ditakdirkan padanya. Pada 1952, Fidel terdaftar sebagai calon anggota Kongres dari Partai Ortodoks. Sialnya, kudeta militer yang dilancarkan seorang perwira militer Kuba dari pengasingan, Fulgencio Batista, mengubur rencananya lebih awal. 

Fidel menuduh aksi inskontitusional Batista itu sebagai kekerasan terhadap konstitusi Kuba. Namun protesnya dianggap rezim yang berkuasa sebatas angin lalu. Dibantu Amerika, rezim Batista yang memerintah dengan tangan besi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi Kuba.  Keyakinan Fidel terhadap demokrasi pupus sudah. Revolusi baginya adalah jalan keluar paling mungkin untuk mengakhiri kediktatoran Batista. 

Mula-mula pada 1953, Fidel merencanakan aksi melawan rezim Batista dengan mengumpulkan rekan-rekan radikalnya. Pada tanggal 26 Juli, Fidel dan kelompoknya memulai pemberontakan dengan menyerang sebuah barak militer di Santiago de Kuba.
Namun, upaya penyerangan itu gagal. Fidel dan kawan-kawannya ditangkap dan diadili. Putusan Pengadilan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadapnya. Tapi Fidel beruntung, atas tekanan publik yang kuat terhadap rezim Batista untuk membebaskan pemberontak 26 Juli, amnesti dikeluarkan sehingga Fidel dan kelompoknya segera menghirup udara bebas. 

Pada 1955, Fidel melakukan perjalanan ke Meksiko. Di negara itu,  ia menyusun kekuatan untuk kembali merebut Kuba. Fidel menghimpun logistik perang dan tenaga sukarelawan. Sebagian didatangkan dari Kuba. Di antara para sukarelawan yang turut bergabung adalah seorang dokter asal Argentina, Ernesto “Che” Guevara. Guevara dikenalkan pada Fidel oleh adiknya, Raul Castro, Presiden Kuba sekarang. 

Konsolidasi yang dilakukan Fidel di Meksiko segera siap setelah veteran perang saudara di Spanyol , Jenderal Alberto Bayo, melatih Fidel dan kelompoknya berperang. Pada 25 November 1956, hanya satu tahun setelah kepergiannya, bersama 82 orang pasukan, Fidel bertolak menuju Kuba. Menumpang Granma, kapal yang mereka sewa, Fidel dan pasukannya tiba di perairan Kuba tanggal 1 Desember. Setelah bersusah payah melawan ketiadaan makanan dan mabuk laut, mereka tiba di lepas pantai Kuba sehari kemudian. Waktu itu, Fidel dan kelompoknya mendarat di Belic.

Hanya beberapa saat setelah menginjakkan kaki di tanah Kuba, sejumlah pesawat militer terbang rendah menembaki Fidel dan pasukannya. Dengan susah payah, mereka akhirnya berhasil mencapai titik pertemuan di Allegria de Pio, Provinsi Oriente. Di wilayah ini tidak henti-hentinya Fidel dan pasukannya dipojokkan pasukan musuh akibat pengkhianatan pemandu jalan mereka. 

Bergerilya di belantara Kuba, membuktikan kepemimpinan Fidel ampuh menahan serangan tentara Batista. Setelah serangan pertama yang sulit dari Belica dan Allegria de Pio, Fidel dan pasukannya akhirnya berhasil membuktikan ketangguhan mereka dengan menduduki sebuah garnisun kecil tentara di mulut sungai La Plata di Sierra Maestra. 

Peristiwa La Plata adalah titik balik dari narasi perjuangan kaum revolusioner Kuba. Bertolak dari tempat inilah perjalanan para gerilyawan berangsur-angsur dengan pasti menekan posisi tentara Batista. Jumlah mereka semakin bertambah dengan berpihaknya rakyat Kuba terhadap perjuangan mereka.

Kendati masih menelan kekalahan di sejumlah tempat, seperti posisi Camillo Cienfuegos di Utara yang serba sulit, namun secara umum kekuatan angkatan perang Batista telah dipojokkan oleh para gerilyawan. Pendudukan Santa Clara oleh para gerilyawan di bulan-bulan berikutnya menandai akhir riwayat rezim Batista. Meski diperkuat oleh 30.000 tentara, Batista gagal menghentikan laju serangan Fidel dan 800 pasukannya. 

Tantangan Memimpin Kuba

Setelah menjabat sebagai perdana menteri pemerintahan provisional, kebijakan-kebijakan Fidel Castro tidak henti-hentinya menuai protes dan perlawanan kelompok oposisi. Kepemimpinannya diperhadapkan pada fakta bahwa  lebih dari 70 persen wilayah Kuba dikuasai oleh pemodal asing. Situasi tersebut membuat posisi pemerintahan baru demikian sulit. 

Semakin bertambah sulit ketika meletus pemberontakan oleh milisi-milisi lokal. Fakta situasi infrastruktur Kuba yang masih terbatas membuat perekonomian negara serba sulit menggerakkan roda pemerintahan. Bantuan dan kerja sama dengan Uni Soviet setidaknya berhasil mengatasi keadaan tersebut. Sementara, pendapatan dari ekspor gula yang selama ini menjadi sektor perekonomian terpenting di putus oleh Amerika yang mengawali blokade ekonomi selama beberapa dekade berikutnya. 

Pada tahun 1961, Amerika yang merasa posisinya selama ini dirugikan oleh pemerintahan provisional Fidel Castro dan presiden Osvaldo Dorticos segera merancang satu skenario penggulingan. Ratusan orang-orang eksil Kuba di Amerika, dilatih dan dipersenjatai oleh CIA. Mereka lalu dikirim memasuki Kuba melalui sebuah teluk yang segera memicu perang saudara. 

Invasi Teluk Babi yang gagal tersebut dikenang tidak saja oleh rakyat Kuba, tetapi juga warga seluruh dunia, sebagai sikap imperial Amerika dalam mencapuri urusan dalam negeri negara lain. Peristiwa tersebut hanyalah satu dari sekian banyak usaha-usaha intervensi politik yang dilakukan Amerika terhadap rezim-rezim yang berseberangan politik dengannya. Menyusul rezim Sukarno, Allende  di Chile, Lumumba di Afrika, hingga Saddam Hussein dan Moammar Khadafi belum lama ini.  

Tantangan yang cukup besar bagi rezim Fidel adalah penolakan massif ketika reformasi agraria diberlakukan di Kuba. Sebagian rakyat memprotes kebijakan yang memiliki dampak amat fundamental bagi tatanan sosial ekonomi negara itu. Walaupun sebenarnya protes tersebut dilancarkan oleh para tuan tanah dan pemodal asing yang selama ini hidup di atas penderitaan rakyat Kuba. Diantaranya adalah keluarga Castro sendiri. Kebijakan tersebut membuat Fidel dan Raul lalu dikutuk oleh saudara-saudara mereka. 

Tanah-tanah partikelir yang dimiliki dalam jumlah tak wajar dan didapat melalui proses yang tidak benar diambil pemerintah Kuba dan diperuntukkan kepada petani-petani miskin untuk dikelola. Reformasi agraria yang dijalankan selama bertahun-tahun ini mendatangkan perubahan amat mendasar bagi perjalanan sejarah Kuba kemudian. Kendati peran pasar tidak lagi dapat diandalkan seiring dengan semakin berpusatnya kotrol negara terhadap aktifitas-aktifitas perekonomian rakyat.

Memanen Kerja Politik 

Kuba sebelum Fidel Castro berkuasa adalah negeri miskin yang dikuasai oleh minoritas tuan tanah kaya. Di saat yang sama mayoritas rakyatnya yang sebagian besar petani, hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka tinggal di gubuk-gubuk dimana separuh populasinya hidup tanpa pasokan listrik. Sementara itu, angka kematian begitu tinggi.

Waktu itu, 1,5 persen tuan tanah mengusai lebih dari 46 persen tanah pertanian. Angka pengangguran mencapai 20 persen dari seluruh angkatan kerja. Angka buta huruf mencapai 37 persen sehingga tidak heran jika rakyat Kuba mudah dibodohi dan ditipu oleh pemerintahnya yang korup. Kabarnya, ratusan juta kekayaan Kuba dikorupsi Batista dan disimpan di luar negeri. Sedangkan kerja sama perdagangan dengan Amerika selama sekian tahun menguntungkan negara super power itu hingga 1 milyar dollar. 

Setelah fundamental ekonomi Kuba berhasil dibangun, kesejahteraan rakyat Kuba berangsur-angsur dapat dipulihkan. Hari ini Kuba adalah sedikit dari negara-negara di dunia yang meniadakan biaya pendidikan dan kesehatan bagi warganya. Perbandingan proporsi guru dan murid sekolah dasar satu berbanding dua puluh. Perguruan tinggi membebaskan biaya perkuliahan bagi mahasiswanya. Sekolah tinggi kedokteran di Kuba (ULAM) bahkan memberikan beasiswa bagi mahasiswa mancanegara untuk belajar disana. 

Teknologi kesehatan yang dimiliki Kuba termasuk yang terbaik tak kalah dengan negara-negara maju lainnya. Hal ini menyebabkan angka kematian bayi di Kuba termasuk yang terendah di dunia yakni 5,8 per seribu kelahiran. Sementara itu, Kuba termasuk sedikit di antara negara-negara di dunia yang berhasil memutus penyebaran virus HIV dari ibu hamil pada bayi. Satu hal yang sampai sekarang belum dapat dilakukan tenaga medis di Indonesia. 

Begitulah kepemimpinan politik yang ditampilkan Fidel Castro. Pemimpin bersahaja yang kesehariannya tidak silau oleh menterengnya pakaian atau megahnya istana, sebagaimana pemimpin-pemimpin negara lainnya. Yang dipakainya ketika berdinas selama puluhan tahun adalah seragam hijau militer yang sering dikenakan kaum veteran. Sementara di masa pensiunnya, Fidel menggunakam ham berbalut jaket olah raga yang  tampak mulai lusuh.
Fidel adalah seorang pemimpin politik yang menguasai teori dan praktik secara bersamaan. Ia seorang orator dengan gaya retorika yang menggugah semangat pendengarnya. 

Pidatonya sering disampaikan dalam durasi yang tidak pendek. Fidel pernah berpidato selama 4 jam 29 menit di depan majelis tinggi PBB pada 1960. Ketika dipilih oleh Majelis Nasional sebagai presiden untuk masa lima tahun berikutnya pada 1998, Fidel berpidato selama 7 jam 30 menit. Suatu kemampuan yang jarang dimiliki seorang pemimpin negara biasa. Sebagai menifestasi dari kepedulian dan loyalitasnya pada pembangunan kesadaran rakyatnya yang tengah digempur oleh ingar bingar globalisasi. 

Fidel juga seorang penulis yang handal dan produktif. Semasa hidupnya ratusan artikelnya bertebaran di media massa. Pasca mangkat dari kursi kepresidenan pada 2008, Fidel banyak mengisi waktu luangnya dengan menulis. Ia menulis tentang politik di media-media nasional. Tampaknya, setelah kondisi fisiknya tak lagi mampu memenuhi tuntutan spirit perjuangannya yang tak kunjung surut, Fidel menyalurkannya lewat ide. 

Semasa memimpin Kuba, telah lebih dari 300 upaya pembunuhan dilakukan terhadap Fidel. Tapi “El Commandante” tetap bergeming. Ia tetap setia pada revolusi dan menghadapi konsekuensi dari jalan yang ditempuhnya itu.“Kami tidak akan pernah melakukan kesalahan terhadap segala bentuk penyerangan. Kami hanya akan terus melakukan aksi revolusioner dalam membela diri kami,” ujar Fidel dalam satu pidatonya di tahun 1960. 

Inilah  konsekuensi yang barangkali harus ditempuh seorang begawan revolusioner. Tidak seperti kisah para revolusioner terdahulu yang mati sebagai martir, Fidel punya kisahnya sendiri. Tubuhnya boleh saja direnggut oleh penyakit, tetapi idenya tidak. Jasad Fidel memang telah mati, namun ide-ide yang ditulisnya membuatnya kekal abadi. Ia  kini menjelma menjadi narasi ide-ide besar yang akan terus hidup memandu rakyat Kuba dan orang-orang yang setia pada  jalan revolusi. Adios Fidel. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*