Ekses Kapitalisme dan Konflik dibaliknya
Judul : Sympathy for Mr. Vengeance
Sutradara :
Park Chan-Wook
Pemeran : Song Kang-Ho, Shin Ha-Kyun
Genre : Crime Drama
Genre : Crime Drama
Durasi : 129 menit
Tahun : 2002
Tahun : 2002
Produksi : Studio Box
Negara : Korea Selatan
Negara : Korea Selatan
Korea
Selatan di awal 2000an adalah salah satu negara di Asia yang mulai menampakkan
kemajuan di berbagai sektor. Terutama sektor perekonomian. Membuat negeri
ini bergerak menyusul Jepang dan Tiongkok yang telah lebih dulu di depan.
Pertumbuhan ekonomi negeri gingseng ini karenanya terus meningkat. Salah
satunya dengan membangun serta memodernisasikan sektor padat karya seoptimal
mungkin.
Mengoptimalisasi
padat karya berarti memodernisasi industri. Agar unggul dalam memproduksi
berbagai komoditas unggulan. Sehingga mampu memenangkan pertarungan di
pasar bebas. Hal ini sudah dimulai sejak zaman Presiden Park Chung Hee dengan
konsep pembangunan lima tahunnya. Mirip dengan Suharto, yang membuat
pembangunan negeri itu berangsur-angsur tumbuh.
Korea
dalam kurun tiga dekade maju ke tengah konstelasi pasar dunia sebagai negara
industri baru. Dibandingkan dengan Tiongkok yang lebih variatif dalam mengekspor
produk unggulannya, Korea maju dengan mengandalkan tiga sektor: manufaktur,
elektronik (telekomunikasi) dan transportasi.
Produk
elektronik, terutama telekomunikasi, menjadi sektor andalan utama. Kita melihat
beberapa chaebol (perusahaan besar) memiliki andil besar.
Komoditas produksinya menjadi favorit masyarakat dunia. Terutama Samsung yang
akhir-akhir ini menjadi salah satu kekuatan besar dalam pasar gadget dan
LG di pasar elektronik. Pada bidang transportasi, Hyundai dan Daewoo
menjadi referensi utama masyarakat dunia terutama di pasar-pasar Asia dan
Eropa.
Transformasi
Korea menjadi negara industri secara berangsur-angsur mengubah negeri ini
menjadi seperti Inggris di abad 18. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh
cukup signifikan rata-rata 2 persen. Munculnya kelas menengah dan kaya adalah
fakta yang tidak bisa ditampik. Hal ini dibuktikan dengan pendapat per kapita
negeri itu yang mencapai 23.000 dollar per tahun. Kendati, tingkat
kesejahteraan belum cukup menjanjikan sebagaimana yang ditunjukkan oleh angka
indeks gini rasio 0,31.
Di
Korea, kelas borjuasi dan pekerja tumbuh mulai dekade 90an seiring dengan
pesatnya industri. Sangat berbeda dengan dekade sebelumnya, dimana Korea hampir
tidak ada bedanya dengan negara-negara berkembang di Afrika. Dimana
kesejahteraan rakyat tidak jauh berbeda dengan saudara mereka di utara. Saat
itu industri belum tumbuh sepesat sekarang. Produksi pertanian dan tekstil
masih menjadi pendapatan utama. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ketimbang
di ekspor.
Di
tengah kondisi perekonomian yang maju tersebut, diam-diam Korea menyimpan
permasalahan besar di baliknya. Terutama kesejahteraan rakyatnya. Hal ini
dibuktikan dengan gini rasio yang masih relatif tinggi sehingga menarik
perbedaan besar pendapatan antara penduduk kaya dan miskin. Pemerintah juga
dinilai tidak punya political will untuk menjamin kesejahteraan
rakyatnya. Mirisnya, fakta semacam ini sering luput dari perhatian masyarakat
dunia. Di tengah silaunya hingar bingar industri drama dan musik Korea (K-Pop).
Di
dalam Sympathy for Mr. Vengeance (2002), kondisi sosial rakyat Korea
Selatan yang konon bermasalah ditampilkan dengan jujur oleh Park Chan Wook.
Konflik yang terjadi di dalamnya dibeberkan apa adanya. Ketimpangan kelas kaya
dan miskin di awal dekade 2000an ia diktekan satu persatu dengan
kritis. Kemudian dengan ketimpangan itu Park menjadikannya basis predisposisi
(penyebab) yang melandasi kemunculan konflik dalam film ini.
Film
ini menceritakan tentang kondisi faktual dari kelas pekerja di Korea. Ryu (Shin
Ha-Kyun), tokoh utama dalam film ini adalah buruh yang bekerja pada sebuah
pabrik metal di pinggiran kota Seoul. Ia adalah lelaki tuna rungu (bisu dan
tuli) dengan fisik cukup baik sehingga bisa diterima bekerja di pabrik itu.
Sebenarnya
dulu Ryu bukan seorang buruh. Ia adalah salah satu siswa sekolah melukis. Sejak
kecil ia memang suka dengan aktivitas ini dan bercita-cita menjadi pelukis.
Membuat keluarganya berjuang keras agar cita-citanya tercapai. Tetapi semuanya
berubah ketika kedua orang tuanya meninggal. Setelah itu tidak ada lagi yang
mampu membiayai sekolah Ryu kecuali kakak perempuannya (Im Ji-Eun). Kendati
kakak Ryu waktu itu sedang melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Tetapi
karena rasa cinta yang amat mendalam pada sang adik, ia rela berhenti kuliah
dan bekerja sebagai buruh.
Menjadi
buruh tidak membuat kehidupan mereka lebih baik. Apalagi tidak beberapa lama
kemudian kakak Ryu dikeluarkan dari pekerjaannya. Ia jatuh sakit karena paparan
dengan bahan-bahan kimia di pabrik. Kedua ginjalnya tidak berfungsi sehingga
setiap hari ia harus menderita sakit yang luar biasa. Ia juga tidak mampu
beraktivitas seperti biasa. Sepanjang hari ia hanya berbaring di ranjang. Semua
aktivitasnya terganggu oleh kondisi yang makin sekarat itu. Sehingga, ketika
akan mandi pun ia harus dibantu Ryu.
Ketika
sang kakak jatuh sakit, Ryu memutuskan berhenti belajar melukis. Ia berganti
peran bekerja di pabrik. Dengan beban yang lebih berat. Sebab, ia bekerja tidak
hanya agar bisa bertahan hidup tetapi juga untuk membiayai pengobatan sang
kakak. Setelah tahu sang kakak harus dilakukan transplantasi ginjal, Ryu
bekerja lebih keras lagi. Ia menabung mengumpulkan uang untuk membiayai operasi
tersebut. Cha Yeong-Mi (Bae Doona), teman perempuannya, seorang aktivis anarkis
radikal, juga ikut membantu. Meskipun ia lebih disibukkan dengan aktivitas
propaganda di jalanan.
Dari
dokter yang memantau kondisi kakaknya, Ryu harus menerima kenyataan pahit,
bahwa ginjal miliknya tidak cocok dengan sang kakak. Padahal tadinya ia sudah
siap memberikannya. Operasi transplantasi pun ditunda menunggu pendonor. Tetapi
kakaknya tidak mampu lagi bertahan lebih lama. Maka ia berinisiatif untuk
mencarinya di pasar gelap.
Secara
kebetulan Ryu menemukan kelompok pedagang gelap yang berbisnis organ. Terdiri
dari seorang perempuan tua dan dua orang laki-laki gemuk yang tidak lain
putranya. Sayangnya, uang yang sudah dikumpulkan Ryu tidak cukup untuk membeli
ginjal. Si pedagang menawarkan jalan keluar agar ia memberikan ginjalnya pada
mereka. Dengan lugunya ia menerima tawaran itu. Setelah operasi selesai,
pedagang tersebut kabur bersama uang Ryu. Yeong-Mi yang tidak tahu menahu
dengan transaksi yang gagal itu marah besar ketika Ryu menceritakannya. Ia
menyesalkan keputusan Ryu yang tidak berkomunikasi dengannya.
Tetapi
tak ada yang bisa diperbuat. Penyesalan tidak akan merubah apa-apa. Yeong-Mi
memutar otak bagaimana cara mencari uang itu. Ia tidak rela kakak Ryu harus
meregang nyawa karena kelalaian mereka. Agaknya ia sukar menemukan jalan
keluar. Labirin kerumitan pikirnya tidak bisa dipecahkan dengan cara-cara yang
biasanya. Bagi Yeong-Mi, tidak mungkin meminjam uang sebanyak itu di bank.
Mereka tidak punya jaminan yang bisa meyakinkan.
Yeong-Mi
akhirnya menemukan ide. Ia menyampaikan ke Ryu bagaimana kalau mereka
mendapatkan uang itu dari mantan bosnya di pabrik dulu, Park Dong-Jin (Song
Kang-Ho). Dong-Jin yang kaya diyakini Yeong-Mi dengan mudah akan memenuhi
permintaan mereka jika putri semata wayangnya, Yu-Sun (Han Bo-Bae), diculik
mereka. Dengan segala cara dan berapa banyak uang yang diminta, pasti akan
dipenuhinya.
Tetapi
Ryu menolak, ia tidak ingin mengotori usaha mereka dengan kejahatan. Tetapi
Yeong-Mi meyakinkan bahwa uang itu bukan hasil pencurian. Uang itu adalah hak
mereka. Yeong-Mi mengatakan hal itu, karena ia memang membenci kapitalis
seperti Dong-Jin. Sebagai seorang anarkis, harta berlebih milik kapitalis
baginya adalah hak orang-orang kecil seperti mereka. Akhirnya, Ryu lalu
setuju dan rencana itu dijalankan.
Keesokan
harinya mereka menyatroni rumah Dong-Jin. Saat itu Dong-Jin baru saja pulang
dari kantor bersama Yu-Sun dan seorang teman. Sebelum mobil itu berhenti
ada seorang lelaki paruh baya mencegat mobil Dong-Jin. Ia hampir tertabrak,
tetapi lebih dulu menumbangkan diri masuk ke dalam kolong mobil.
Lelaki
itu sebelumnnya adalah karyawan di pabrik Dong-Jin. Ia di PHK karena pabrik
mengalami defisit keuangan. Karena pabrik milik Dong-Jin mempraktikkan sistem
outsorching (kerja kontrak). Kerugian yang dialami pabrik membuat banyak
karyawan yang di PHK sebelum waktunya.
Lelaki
itu membujuk Dong-Jin agar mau menerimanya kembali. Ia menangis tersedu sebab
sudah tidak mampu lagi membiayai hidup anak dan isterinya. Tetapi Dong-Jin
melengos. Ia tetap kukuh dengan keputusannya. Sikap Dong-Jin membuat lelaki itu
mencabut pisau dari balik celana dan menggores-goresnya di perut. Ia mengancam
akan menikam perutnya kalau Dong-Jin masih menolak. Sebelum aksi itu dilakukan,
Dong-Jin dan temannya langsung menyergap lelaki itu. Pisau berhasil direbut
tetapi melukai tangan Dong-Jin. Yeong-Mi dan Ryu yang menyaksikan peristiwa itu
hanya duduk terdiam di mobil. Melihat peristiwa itu membuat keyakinan mereka
menculik semakin kuat.
Esok
hari Yu-Sun berhasil diculik sepulang sekolah. Anak itu tidak sadar sedang di
culik. Yeong-Mi berhasil meyakinkannya bahwa mereka adalah karyawan ayahnya
yang ditugaskan untuk menjaganya selama beberapa hari.
Yu-Sun
lalu dibawa ke rumah Ryu. Dijaga kakak Ryu sembari negoisasi tengah berjalan
dengan Dong-Jin. Kakak Ryu tidak sadar Yu-Sun sedang diculik Ryu dan Yeong-Mi.
Setahu ia, anak itu dititipkan oleh Dong-Jin pada mereka sementara waktu.
Negosiasi
berjalan baik. Dong-Jin membawa uang itu ke suatu tempat yang telah ditentukan.
Ia berhenti di sebuah taman di pinggiran kota. Sedang Yeong-Mi mengikutinya
dari belakang. Ryu menunggunya di taman itu dan langsung menyergap
setibanya Dong-Jin disana. Ia diikat pada sebuah tiang di tengah taman.
Kopernya yang berisi penuh uang dibawa kabur.
Setibanya
di rumah, Ryu tidak melihat kakaknya. Hanya Yu-Sun yang sibuk menonton
TV. Ia menghampiri Yu-Sun dan bermain-main dengannya. Tiba-tiba Yu-Sun
memberikannya secarik kertas. Kertas itu berisi tulisan kakaknya yang menyesal
dengan perbuatan Ryu. Ia baru sadar kalau kakaknya sudah mengetahui semuanya.
Pesan itu ditulis di atas surat pengunduran dirinya.
Ryu
tersentak dan lantas bergegas mencari sang kakak. Ia langsung menuju kamar
mandi. Disana perempuan itu sudah terbujur kaku bersandar pada bak mandi. Air
pada bak itu telah berwana merah. Perempuan itu bunuh diri dengan memotong urat
nadi. Ryu menangis tersedu-sedu meratapi kenyataan itu. Ia tidak sadar
perbuatannya akan berujung dengan kematian sang kakak.
Tanpa
mengabarkan kejadian itu ke Yeong-Min ia langsung membawa mayat sang kakak ke
suatu tempat. Yu-Sun juga ia bawa. Mobil dipacu menuju sebuah sungai dimana
sewaktu kecil ia dan sang kakak sering bermain disana. Mereka pernah berjanji
kalau ketika mati nanti ingin dikuburkan di pinggir sungai itu.
Ryu
menggendong mayat kakaknya menyebrangi sungai. Membawanya ke daerah bebatuan
dan menguburnya disitu. Sedangkan Yu-Sun ditinggal di mobil.
Ketika
Ryu membawa kakaknya meninggalkan mobil, Yu-Sun masih tertidur pulas. Ia
terbangun ketika ada seseorang laki-laki cacat yang ingin mencuri kalung
manic-maniknya. Hadiah dari Ryu karena sudah bersikap baik.
Yu-Sun
tidak melihat Ryu di dalam mobil. Ia lalu keluar mencari. Memanggil-manggil
nama Ryu tapi usaha itu tidak berguna. Ia lalu berjalan mendekati sungai.
Matanya mencari-cari Ryu. Ia melihat Ryu menumpuk banyak batu di atas mayat
kakaknya di sisi sungai yang lain. Kepala Ryu tidak sekalipun menoleh merespon
panggilannya yang nyaring.
Yu-Sun
lalu berjalan mendekati Ryu. Anak itu menyebrangi jembatan kayu tua yang
menghubungkan kedua sisi sungai. Di saat yang sama laki-laki cacat itu sedang
bermain batu di pinggir sungai. Berkali-kali ia melempar batu ke sungai.
Lemparannya mengarah pada Yu-Sun yang berada di jembatan.
Ryu
akhirnya selesai mengubur sang kakak. Ia berbalik melangkah meninggalkan tempat
itu. Tiba-tiba ia tersentak kaget. Terdiam tidak bergerak sedikit pun. Tubuh
Yu-Sun ia saksikan sedang mengapung di permukaan sungai. Terganjal pada sebuah
batu. Ia baru tahu Yu-Sun sejak tadi tenggelam. Ia tidak berani mendekati jasad
anak itu yang telah terbujur kaku.
Siang
harinya puluhan polisi dan warga memadati tempat tersebut. Mayat Yu-Sun di
evakuasi ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi. Beberapa polisi melakukan
penyelidikan di sekitar sungai. Dong-Jin juga ada disitu. Raut sedih tergurat
pada wajahnya. Menyesal tidak dapat menolong putri semata wayangnya.
Pembalasan
Dendam
Setelah
peristiwa itu Dong-Jin tidak lagi punya semangat hidup. Kepergian Yu-Sun
membuatnya tidak punya alasan lagi untuk bekerja. Ia memutuskan menjual
pabriknya dan berkosentrasi mencari pembunuh putrinya. Pelaku penculikan itu
tidak bisa ia maafkan. Api dendam sudah membakar akal sehatnya. Baginya,
hukuman yang setimpal bagi pembunuh itu adalah kematian.
Sementara
itu, polisi belum berhasil mengungkap pelaku pembunuhan Yu-Sun. Tetapi rumah
dimana pelaku tinggal berhasil diungkap. Tidak lain adalah flat yang pernah
ditinggali Ryu dan kakaknya. Dong-Jin dan detektif polisi menyelidiki rumah
tersebut. Tetapi tidak menemukan petunjuk apapun. Kecuali Dong-Jin, yang
menemukan foto Yu-Sun bersama seorang perempuan. Namun, ia tidak
memberitahukannya kepada detektif itu.
Diam-diam
Dong-Jin menyelidiki perempuan perokok itu. Beberapa hari kemudian ia berhasil
menemukan flat Yeong-Min. Saat itu Yeong-Min sedang sibuk mengetik ketika
Dong-Jin mengetuk pintu. Ia menyamar sebagai pengantar makanan. Saat pintu
dibuka, Yeong-Min langsung ia sergap dan diikat di kursi.
Dong-Jin
membawa sebuah koper yang berisi alat kejut listrik. Alat itu dihubungkan
dengan dua kabel yang ia jepit di kedua telinga Yeong-Min. Lalu ia mulai
melakukan interogasi. Lusinan pertanyaan mencecari Yeong-Min. Tetapi perempuan
itu bersikap masa bodoh. Ia tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sama
sekali. Ia begitu kukuh dan tidak mau membuka mulut. Sebab, nyawa Ryu juga akan
terancam.
Alat
itu lalu dinyalakan dan segera menyentakkan tubuh Yeong-Min. Berkali-kali
perempuan itu menjerit kesakitan. Tanpa sadar ia terkencing sendiri. Dan
mengatakan pada Dong-Jin agar ia jangan dibunuh. Sebab, kalau ia mati maka
Dong-Jin juga akan mati. Sebab, sebelumnya Yeong-Min telah memberi foto
Dong-Jin kepada kawan-kawannya.
Yeong-Min
mengancam Dong-Jin dengan mengaku sebagai anggota dari sebuah organisasi
teroris. Organisasinya itu akunya tidak segan-segan membunuh. Tetapi Dong-Jin
tidak terpengaruh dengan ancaman itu. Ia lalu melayangkan pertanyaan terakhir.
Tetapi Yeong-Min tetap tidak mempedulikannya. Laki-laki itu sudah sampai pada
batas kesabarannya. Ia pun mengakhiri interogasinya dengan menaikkan volume
listrik dan menyalakannya. Tubuh Yeong-Min tersentak-sentak dengan jeritan
histeris sampai kemudian terdiam dengan sendirinya. Dong-Jin meninggalkan
tempat itu sembari membawa foto Ryu yang ditempel pada cermin kamar.
Di
saat yang sama Ryu sedang memburu kelompok pedagang gelap yang menipunya
beberapa waktu yang lalu. Persembunyian mereka berhasil ia temukan. Ketiga
orang itu berhasil ia bunuh. Ia mengambil ginjal ketiganya sebagai bentuk
ekspresi kemarahannya. Tetapi perutnya robek akibat ditusuk perempuan tua
pemimpin kelompok itu.
Ryu
lalu pergi menuju apartemen Yeong-Min. Sesampai disana ia terheran karena
banyak polisi berkumpul di bawah gedung. Ia lalu menyelinap naik ke atas
menemui Yeong-Min di flatnya. Tetapi upayanya gagal, karena di luar flat
temannya itu penuh dengan polisi. Ia baru sadar kalau Yeong-Min telah tewas
dibunuh.
Ryu
yakin kalau pembunuh Yeong-Min erat hubungannya dengan kematian Yu-Sun.
Dong-Jin adalah orang yang paling ia curigai. Ia yakin mantan bosnya itu
pasti berupaya membalas penculik yang menyebabkan kematian putrinya.
Apalagi ia juga telah mengambil uang Dong-Jin tanpa membebaskan Yu-Sun sesuai
kesepakatan. Kini ia mulai berhati-hati. Sebab, korban berikutnya pastilah ia
sendiri.
Dalam
waktu singkat Dong-Jin berhasil menemukan rumah baru Ryu. Ia menyelinap masuk
dan memeriksa seisi rumah. Rumah itu kosong tak ada orang. Ia putuskan
menunggu Ryu pulang.
Ryu
pulang ketika malam datang. Lampu rumah yang menyala membuatnya curiga. Ia
berjalan mengendap-ngendap ke jendela. Disana terlihat Dong-Jin sedang tertidur
pulas. Ryu lalu mengeluarkan martil yang terselip di balik bajunya dan
berjalan mendekati pintu. Dengan penuh waspada, tangan kanannya
mengayun-ayunkan martil siap menyerang, sementara tangannya yang kiri
bersiap-siap memutar gagang pintu.
Ketika
menyentuh gagang pintu Ryu tiba-tiba lansung jatuh terjerembab tak sadarkan
diri. Mendengar suara Ryu yang tumbang, Dong-Jin langsung bangun dan mendongak
ke luar jendela. Ia lalu mematikan alat kejut listriknya yang rupanya
sebelumnya telah ia sambung pada gagang pintu. Ryu yang jatuh pingsan ia seret
ke dalam rumah.
Di
pagi hari yang buta, Ryu dibawa oleh Dong-Jin ke sungai dimana Yu-Sun tewas. Ia
diseret ke tengah sungai dengan tangan terikat. Lalu berdiri menghadap
Dong-Jin. Wajahnya penuh ketakutan. Sebaliknya, Dong-Jin terlihat lebih tenang.
Ryu
pasrah dengan posisinya sekarang. Sebentar lagi nasibnya akan sama dengan
Yeong-Min. Sebilah pisau yang digenggam erat Dong-Jin segera akan mencabut
nyawanya. Tetapi, tiba-tiba Dong-Jin melangkah mendekatinya dan memotong ikatan
tangannya. Ryu lalu mulai menyeringai ketakutan. Melihat Ryu timbul rasa
kasihan pada diri Dong-Jin. Tetapi ia tidak mau larut dan menuruti perasaan
itu. Dendam baginya harus dibayar.
Ketika
Ryu masih menyeringai Dong-Jin tiba-tiba masuk ke dalam air. Ia menyelam
mendekati Ryu dan menebas kedua urat daging tumit (Tendon Achilles)
laki-laki berambut hijau itu. Pancaran darah naik menyembul ke permukaan air di
sekitar kaki Ryu. Warnanya yang bening berubah merah. Di saat yang sama Ryu
jatuh berlutut tidak kuasa menahan nyeri yang amat sangat. Ia menjerit sumbang.
Air mata jatuh membasahi pipinya.
Dong-Jin
tengah berdiri di pinggir sungai ketika sebuah jeep datang. Empat orang keluar
dari jeep itu. Laki-laki paruh baya yang menggunakan kaca mata mencocokkannya
foto yang ia bawa dengan wajah Dong-Jin. Lalu memberi isyarat kepada tiga
temannya agar mendekati Dong-Jin.
Dong-Jin
penasaran dengan kedatangan orang-orang itu. Ia menanyakan maksud kedatangan
mereka. Tetapi mereka tidak menggubris dan tetap diam. Keempat orang itu lalu mengepung
Dong-Jin dan pisau mereka keluarkan. Dalam hati ia baru sadar mungkin
orang-orang inilah kawan Yeong-Mi.
Tiba-tiba
satu persatu dari keempat orang itu berlari menyerang Dong-Jin. Tusukan pisau
berkali-kali dihujam ke tubuhnya. Sedangkan Dong-Jin tidak mampu melakukan
perlawanan. Karena lebih dulu ditaklukkan rasa takut.
Ketiga
orang lainnya juga menyerang dengan cara yang sama. Puluhan tusukan terus
menghujani tubuh Dong-Jin. Mereka satu sama lain memegangi tubuh Dong-Jin yang
telah lemas. Setelah puas, tubuh Dong-Jin direbahkan bersandar di mobil.
Laki-laki berkaca mata lalu mengeluarkan secarik kertas. Kertas itu ia tempel
di dada Dong-Jin dengan menusukkannya pisau miliknya. Mereka lalu bergegas
meninggalkan Dong-Jin yang sekarat bersama beberapa bungkus kantong besar penuh
darah.
***
Film
ini menampilkan alur cerita dengan sistematis, apa adanya dan natural.
Diselingi potongan cerita yang disengaja Park pada akhir setiap konflik. Agar
penonton dengan sendirinya lah yang akan menebak arah alur cerita setelah
menonton adegan selanjutnya. Nah, pada titik inilah Sympathy for Mr.
Vengeance menjadi asyik ditonton. Disamping itu adegan aksi di dalamnya
menampilkan sisi kenaturalan manusia dengan jujur. Sebagaimana yang acap kali
kita saksikan pada kehidupan sekitar kita.
Dalam
film ini ada pesan tersembunyi yang sangat subtansial. Jika kita ingin
menggalinya lebih jeli. Sebagaimana pengantar saya di awal. Realitas kehidupan
di dalam film ini mencerminkan kondisi sosial masyarakat industri. Yang
mengakibatkan telah terjadi selisih pendapatan yang sangat besar antara si kaya
dan si miskin. Membuat mereka terjebak dalam kehidupan alienatif yang pada
akhirnya merenggut korban. Di sisi lain ketidakmampuan pemerintah Korea
menengahi dan mencari jalan keluar membuat konflik tersebut semakin menggurita.
Itulah
yang dialami para pekerja di pabrik Dong-Jin yang eksploitatif. Oleh Ryu
dan juga mantan karyawan Dong-Jin yang hampir bunuh diri tersebut. Tidak butuh
lama untuk melahirkan konflik yang merugikan kedua belah pihak. Dong-Jin
kehilangan segalanya termasuk nyawanya sendiri begitu juga dengan Ryu, kakaknya
dan Yeong-Min.
Film
ini menampilkan konflik sosial yang timbul sebagai ekses dari kemunculan
masyarakat kapitalis. Bukan hanya konflik ekonomi. Meskipun berasal dari
fondasi yang sama: kapitalisme. Sebab, kondisi ekonomi yang baik tidak lantas
membaikkan kondisi sosial. Apalagi kondisi tersebut dibangun di atas eksploitasi
dan monopoli si kaya (kapitalis). Begitu juga kondisi sosial yang dibangun di
atas tatanan ekonomi sosialisme yang ademokratis.
Sympathy for Mr. Vengeance
mengurai fenomena tersebut dengan cara yang lebih praktis. Tidak berlebihan
kalau film ini mampu mengejewantahkan sederet teori-teori sosiologi dan ekonomi
politik ke dalam layar lebar. Sebuah karya menarik dan layak ditonton terutama
para aktivis.
Jadan,
23 Juni 2014
Komentar
Posting Komentar