PARADIGMA GERAKAN KAMMI

Oleh: Zulfikhar



Pendahuluan.

Makalah ini bermaksud memotret lebih dekat paradigma suatu gerakan yang memformalkan dirinya sebagai Ormas Kamahasiswaan Ekstra Kampus pada Muktamar perdananya, oktober 1998. Bagaimana dia terbentuk, paradigma yang dianutnya dan peran yang dipersembahkan untuk bangsa ini. 
 
KAMMI dengan usia yang masih muda dibandingkan dengan gerakan Kemahasiswaan yang lain, di tangannya perubahan dilakukan. Itu terbukti ketika pada pertengahan tahun 1998, KAMMI melakukan aksi protes kepada pemerintah yang dinilai sudah tidak mampu untuk membawa bangsa ini kearah yang lebih baik. Selanjutnya, aksi terus berkembang dan pada akhirnya mahasiswa meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai orang nomor satu bangsa ini pada waktu itu. Akhirnya, kejatuhan rezim Soeharto dapat terlaksana. Bangsa ini dengan leluasa dapat menyampaikan aspirasi dan kritik-kritik kepada lembaga-lembaga pemerintahan yang dinilai belum maksimal dalam menjalankan roda pemerintahan.


Ide dan sikap progresif-revolusioner juga diperlukan sebagai “jembatan waktu” bagi tampilnya kekuasaan adil yang dijanjikan. Bukankah Al-Qur’an menyediakan sebuah pelajaran penting dari kisah bani Israil yang berperang melawan rezim tiranik Jalut? Perjuangan revolusioner yang dipimpin “tokoh tua Thalut” memamerkan garda depan yang diwakili “tokoh muda Daud”. Lalu sejarah mengatakan kepemimpinan kemudian diganti oleh Thalut. Lalu bukankah Al-Qur’an tidak menceritakan kecemerlangan Thalut dalam memimpin kekuasaan transisi, dan Al-Qur’an justru kemudian mengisahkan kehebatan Daud dalam pemerintahannya.

Makna yang dapat kita ambil adalah pertama, gerakan mahasiswa harus tetap berada pada karakter dasarnya sebagai “the universal opposition”, ia akan mengkritisi siapapun yang berkuasa, dan secara konsisten menghancurkan sisa-sisa rezim lalu yang ingin kembali. Penerimaam terhadap sisa kekuasaan masa lalu hanya dimungkinkan ketika mereka memenuhi tiga syarat: bertobat, melakukan perbaikan, dan menjelaskan kesalahan-kesalahan masa lalunya. Kedua, aktivis gerakan mahasiswa tidak boleh berhenti sebatas usia simbolis kemahasiswaanya.

Untuk para aktivis dakwah dan penggiat demokrasi,gerakan mahasiswa seperti yang disampaikan Huntington- adalah “the universal opposition” terhadap Negara. Dalam proses perubahan yang terus-menerus, sejarah gerakan mahasiswa adalah kumpulan heroisme dan gejolak idealisme yang diwarnai kisah-kisah keberanian dan pengorbanan. Sebagai kumpulan orang-orang muda, mereka secara baik menampilkan kritisisme, progresivitas, juga egoisme yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bangsa yang sedang sakit. Sejarah yang tidak pernah memaksa mereka untuk menjadi “orang tua yang bijak” dan berkompromi dengan kekuasaan untuk “menahan diri” atas status quo, dengan alasan “ini tidak mudah, persoalannya kompleks!” Bahkan, ketika “orang-orang tua” yang duduk di kursi kekuasaan memamerkan ketidakbecusannya.

Landasan Teori.
KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif Mahasiswa yang berbasis mahasiswa Muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Meskipun orientasinya adalah NON profit, namun kami jelaskan kepada segenap masyarakat bahwa kammi selalu menjalin link sehingga bisa berkembang dan mendapatkan dana dimana-mana. Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) diseluruh Indonesia . Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktifis dakwah kampus. KAMMI lahir pada ahad tanggal 29 Maret 1998 PK.13.00 wib atau bertepatan dengan tanggal 1 Dzulhijah 1418 H yang dituangkan dalam naskah Deklarasi Malang.

KAMMI lahir didasari sebuah keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional tahun 1998 yang melanda Indonesia. Krisis kepercayaan terutama pada sektor kepemimpinan telah membangkitkan kepekaan para pimpinan aktivis dakwah kampus di seluruh Indonesia yang saat itu berkumpul di UMM - Malang.

Hanya tiga belas hari sejak kelahirannya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan “gebrakan besar” dengan menggelar “Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat Indonesia” di lapangan Masjid Al-Azhar, Jakarta, pada tanggal 10 April 1998. Rapat akbar tersebut dihadiri sekitar 20 ribu massa aksi. Debut pertama ini mencengangkan publik Indonesia yang sedang meningkat tensi gelombang tuntutan reformasinya.

Era tahun 1980-an merupakan fase pencarian bentuk dan jalan baru aktivitas mahasiswa yang tidak pernah bisa diam. Ibarat air yang bergerak iang dicoba dibendung oleh rezim Orde Baru melalui tembok-tembok kokoh NKK/BKK, arus air dalam hal ini enerjik gerak mahasiswa dipaksa untuk mencari jalan-jalan dan bentuk-bentuk baru aktivitasnya. Kekuatan mahasiswa terus bergerak untuk menyuarakan sikap kritis dan peran-peran oposisinya. 
 
Memasuki awal tahun 1990-an, terjadi perubahan signifikan dalam perkembangan gerakan mahasiswa. Perkembangan ini mencakup sisi kelembagaan intra-universitas, eksklasi aksi-aksi demonstrasi dan munculnya kembali isu-isu substantif dan strategis gerakan mahasiswa. 
 
Dalam hal organisasi intra-universitas, ada angin baru dari pergantian Mendikbud Nugroho Notosusanto je Fuad Hasan. Mendikbud Fuad Hasan mencabut NKK/BKK dan menggantinya dengan SK No. 0457/U/1990 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini antara lain ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang di dalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Ada dua faktor penting yang mengkonstruksi pola baru aktivitas ke-Islaman mahasiswa. Pertama, munculnya kelompok anak muda yang memiliki semangat tinggi dalam mempelajari dan mengamalkan Islam, sebagai respon dari tekanan politik pemerintahan Orde Baru tehadap umat Islam. Kedua, adanya sebuah public sphere (ruang publik) yang relatif lapang, yang bernama masjid atau mushalla kampus, tempat dimana idealisme kaum muda Islam itu mengalami persemaian ideal dan pengecambahan secara cepat.

Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin yang pikiran-pikirannya banyak dikaji oleh aktivis gerakan ini, menulis secara khusus sebuah risalah untuk kelompok anak-anak muda ini. Menurut Hasal Al-Banna, generasi muda pada setiap bangsa meruoakan tiang kebangkitan, pada setiap kebangkitan, mereka adalah rahasianya, dan pada setiap gagasan, mereka adalah pembawa benderanya. Menurut beliau, gagasan apapun yang berhasil hanyalah apabila keyakinan pada gagasan itu kuat, terdapat ketulusan dalam menempuh ke arah sana, semangat yang bertambah, kesiapan berkorban, dan bekerja keras untuk mewujudkannya.

Memasuki era 80-an, aktivitas ke-Islaman di berbagai kampus umum semakin berkembang. Kegiatan pelatihan dan pembinaan dengan beragam bentuknya telah mencetak barisan besar kalangan mahasiswa muslim yang memiliki dorongan kuat untuk lebih mengaktualisasikan cita-cita dan ide-ide ke-Islamannya. Pada sisi lain, aktivitas ke-Islaman yang makin berkembang ini membutuhkan wadah institusional yang lebih formal.

Kondisi inilah yang mendorong terbentuknya Lenbaga Dakwah Kampus (LDK) di berbagai perguruan tinggi. Misalnya: Jamaah Shalahuddin UGM, Jamaah Mujahidin IKIP Jogjakarta, LAI Undip Semarang, Lpisat Usakti Jakarta, Jamaah Masjid ARH-UI, Karisma Salman ITB Bandung, UKKI Unair, BDM Al-Hikmah IKIP Malang dan lainnya. Lembaga-lembaga inilah yang menjadi sentra aktivitas ke-Islaman yang semakin beragam; mulai dari kegiatan syiar Islam, pelatihan, mentoring, pengkaderan sampai kegiatan-kegiatan sosial-masyarakat. Kondisi objektif kampus yang berbeda-beda memaksa masing-masing LDK berjalan dan berkembang dengan polanya sendiri-sendiri. Di samping itu, banyaknya persoalan dakwah di dalam kampus menyebabkan LDK juga lebih mengarahkan perhatiannya ke dalam kampusnya masing-masing, dan kurang memberikan perhatian pada kebersamaan gerak dakwah. Merespon kebutuhan ini, kemudian diselenggarakan acara pertemuan LDK untuk merespon kenutuhan ini. Maka kemudian, dari hasil pertemuan LDK ini lahirlah Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK).

Dalam perjalanannya kemudian, FSLDK terus menyelenggarakan pertemuan-pertemuannya, baik pada tingkat Forkomnas (Forum Komunikasi Nasional) sebagai Badan Pekerja FSLDK maupun pertemuan FSLDK tingkat Nasional.

Penyelenggaraan FSLDK X dilakukan di tengah-tengah krisis ekonomi yang melanda negeri ini. Diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang pada 25-29 Maret 1998. Forum itu dihadiri oleh sekitar 200 orang peserta yang mewakili 69 LDK dari sekitar 64 kampus. Mereka berasal dari kampus-kampus di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. FSLDK ini mengusung tema “Pergerakan Mahasiswa Muslim Menuju Transformasi Sosial: Upaya Peningkatan Intelektualitas Aktivitas Dakwah Kampus”. Yang menyepakati dua hal penting, yaitu :
  1. Sepakat untuk membentuk sebuah wadah khusus bagi para aktivis LDK, di lua FSLDK dan LDK itu sendiri. Untuk merespon permasalahan krisis nasional yang semakin parah, termasuk pada tataran aksi.

  2. Sepakat untuk mendeklarasikan wadah baru ini setelah selesainya acara FSLDK X, sehingga wadah ini bukan sebagai salah satu keputusan FSLDK X, tetapi kesepakatan para peserta yang terjadi bersamaan dengan berakhirnya penyelenggaraan FSLDK X.

Kemudian dicapai kesepakatan bahwa wadah itu bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dengan mendudukkan Fahri Hamzah sebagai Ketua Umum dan Haryo Setyoko sebagai Sekretaris Umum.

Pasca lengsernya presiden Soeharto, gerakan mahasiswa secara cepat mengalami polarisasi dan sekaligus fragmentasi. Dalam situasi demikian, muncullah gagasan di beberapa pengurus pusat untuk menyelenggarakan Muktamar I KAMMI. Muktamar ini dimaksudkan sebagai upaya melakukan konsolidasi gerakan, baik dari aspek keorganisasian maupun aspek agenda dan metode perjuangan.

Keputusan paling penting yang dihasilkan dari Muktamar yang berlangsung empat hari ini adalah kesepakatan untuk mengubah KAMMI dari “kesatuan aksi” menjadi “organisasi kemasyarakatan”. Ini berarti, setelah Muktamar I, KAMMI secara legal-formal berbentuk Organisasi massa Mahasiswa Ekstra Kampus, sebagaimana pendahulunya seperti HMI, PMII, PII, dan lainnya.

Kemudian, Muktamar I juga mengesahkan struktur organisasi yang baru berikut kepengurusan baru periode 1998-2000. Struktur KAMMI hasil Muktamar tampak lebih menggambarkan sosoknya sebagai “ormas” daripada “kesatuan aksi”. Ini ditandai dengan dibentuknya sejumlah departemen dengan spesifikasi bidang kerja yang berbeda-beda. Lalu dihapusnya pos struktur Jaringan Wilayah di kepengurusan pusat, dan digantikan dengan Departemen Pembinaan Wilayah (Jarwil). Jarwil ini tidak berkedudukan di pusat, tetapi di tingkat wilayah dan langsung membawahi sejumlah KAMMI Daerah (Kamda) dengan Jaringan Satuan atau Komisariat.

Jaringan organisasi KAMMI di bawah yang dikoordinasikan oleh Departemen Pembinaan Wilayah adalah 7 Jaringan Wilayah dan sebanyak 30 KAMMI daerah. Jaringan Wilayah adalah kumpulan KAMMI Daerah (Kamda) yang berfungsi untuk menumbuhkan, menghidupkan, mengarahkan, dan mengkoordinasikan sejumlah KAMMI Daerah yang saling berdekatan atau kawasan tertentu agar dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik.

Jarwil inilah yang mengelola KAMMI Daerah (Kamda), yaitu struktur KAMMI yang menghimpun anggota serta mengkoordinasikan kelompok dan jaringan anggota yang berada di tempat pemusatan anggota tertentu dalam lingkup kotamadya, kabupaten, gabungan kotamadya/kabupaten, distrik atau resort. Pada periode 1998-2000, ada 30 KAMMI Daerah (Kamda).

Dengan mengacu kepada AD/ART dan Struktur Organisasi, Muktamar I kemudian membentuk kepengurusan baru KAMMI periode Th. 1998-2000. untuk itu, Muktamar membentuk Tim Formatur yang terdiri dari 23 orang, meliputi unsur 4 orang Tim Fromatur Malang, 2 orang dari Steering Committee, 7 orang dari BPH KAMMI Pusat, dan 14 orang dari utusan Jaringan Wilayah. Mekanisme kerja yang digunakan adalah: (1) formatur memilih bakal calon Ketua dan Sekjen, kemudian dilaporkan ke dalam siding Forum Formatur untuk dimusyawarahkan; bila dalam musyawarah tidak ada mufakat, maka pemilihan dilakukan dengan voting maksimal 2 kali. (2) masa kerja Tim Formatur berakhir sampai terpilihnya Ketua dan Sekjen.

Pembahasan.
Sebagai organ perjuangan mahasiswa, idealisme KAMMI dituangkan dalam visi dan misi organisasi. Komisi C dan Komisi D dalam Muktamar I melahirkan rekomendasi perlunya BPH KAMMI Periode 1998-2000 segera menyusun Garis-Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI, sebagai rumusan mengenai garis-garis besar haluan organisasi yang disusun secara sistematis, terarah, dan terpadu yang mengarah pada tujuan jangka panjang dan program jangka pendek yang ditetapkan dengan maksud untuk memberikan arah bagi perjuangan KAMMI dalan mewujudkan visi dan misinya yang ditetapkan dalam Muktamar KAMMI.

Visi KAMMI.
Visi KAMMI adalah bahwa “KAMMI merupakan wadah perjuangan permanent yang akan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia.

Misi KAMMI.
Adapun misi KAMMI dirimuskan dalam tiga poin, yaitu: (1) Menjadi pelopor, perekat, dan pemercepat proses perubahan, (2) Memberikan pelayanan sosial, (3) Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Andi rahmat dan M. Najib menjelaskan, bahwa sebagai gerakan yang senentiasa berpijak pada nilai-nilai moral dan intelektual, KAMMI menyadari bahwa reformasi total tidak bisa dilakukan oleh KAMMI sendiri. Ia harus menjadi sebuah gerakan besar dari bangsa ini yang melibatkan segenap elemen yang sepakat dengan reformasi.

Asas Islam bagi KAMMI, tidak berhenti sebatas identitas simbolik organisasi. Islam bahkan menjadi “kepribadian organisasi dan gerakan” yang termanifestasikan dalam performance aktivis KAMMI secara personal maupun secara orgnisasi. Misalnya, penggunaan jilbab bagi aktivis wanita (akhwat) , semangat menghidupkan Sunah Nabi bagi aktivis pria (ikhwan), seperti memelihara janggut dan memendekkan kumis. Pada sisi lain, manifestasi Islam juga terumuskan dalam prinsip-prinsip gerakan yang ditanamkan dan dipegang teguh oleh semua aktivis KAMMI. Prinsip-prinsip itu dirumuskan dalam 6 (Enam) Prinsip Perjuangan KAMMI, yaitu:
  1. Kemenangan Islam adalah Jiwa Perjuangan KAMMI.
  2. Kebatilan adalah Musuh Abadi KAMMI.
  3. Solusi Islam adalah Tawaran Perjuangan KAMMI.
  4. Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI.
  5. Kepemimpinan Umat adalah Strategi Perjuangan KAMMI.
  6. Persaudaraan adalah Watak Muamalah KAMMI.

Paradigma Gerakan.
KAMMI dalam karakter gerakannya, juga menegaskan dirinya “sebagai organisasi pergerakan”, yaitu suatu kekuatan yang terorganisir yang secara terus-menerus bekerja memperjuangkan cita-citanya bagi kepentingan bangsa dan Negara. Berkenaan dengan hal ini, dalam Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO), Bab VI tentang Paradigma Gerakan, pada pasal 7 KAMMI menyatakan paradigma gerakannya sebagai berikut:
  1. Gerakan Da’wah Tauhid.
  2. Gerakan Intelektual Profetik.
  3. Gerakan Sosial Mandiri.
  4. Gerakan Politik Ekstraparlementer.
Sebagai gerakan berbasis moral-intelektual, KAMMI memposisikan dirinya sebagai kekuatan ekstraparlementer untuk berperan sebagai salah satu kekuatan control sosial terhadap kekuasaan. Aka tetapi, KAMMI juga membuka jalan untuk melakukan perubahan dari dalam system, dengan mentransformasikan kader-kader kepemimpinannya ke tengah-tengah masyarakat dan Negara pada tahapan lanjutan perjuangannya. Sebagai gerakan politik ekstraparlementer, peran KAMMI meliputi; (a) Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik, (b) Mengawasi dan memantau pelaksanaan kebijakan publik, dan (c) Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

Dari paradigma gerakan yang digariskan KAMMI, terlihat potret organisasinya yang mencakup sejumlah aspek secara bersamaan. Paradigma ini menegaskan bahwa KAMMI adalah suatu organisasi gerakan moral keagamaan, intelektual dan keilmuan, politik, dan juga sosial yang bekerja untuk membangun masyarakat madani, dan ikut memerankan fungsi kepemimpinan di dalamnya.

Posisi Gerakan.
Dalam dinamika gerakan mahasiswa, salah satu persoalan krusial yang sering yang sering menjadi perdebatan adalah soal posisinya di tengah-tengah unsur-unsur kekuatan politik lain. Dalam Garis-garis Besar Haluan Organisasi-nya, KAMMI menjelaskan posisi gerakannya sebagai berikut.
  • KAMMI dan Oganisasi Kepemanduan dan Kemasiswaan.
  • KAMMI dan Pemerintah.
  • KAMMI dan Partai Politik.
Sebagai gerakan politik ekstraparlementer, KAMMI tidak selayaknya menempatkan dirinya sebagai perpanjangan tangan dari partai politik tertentu atau kelompok kepentingan tertentu. KAMMI ke depannya sebagai gerakan ekstraparlementer harus benar – benar independen dalam memperjuangkan kepentingan rakyat maupun dalam mengontrol pemerintahan, tidak selayaknya KAMMI termakan isue dalam menempatkan dirinya sebagai gerakan politik ekstraparlementar. Kemenangan islam harus menjadi pola gerak KAMMI dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan dalam mengontrol pemerintahan.
KAMMI sebagai Gerakan Politik Ekstraparlementer meliputi beberapa poin-poin penting yaitu:
  • Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan public.
KAMMI harus mampu membangun jaringan ke pihak pemerintahan maupun pihak birokrasi, dalam membangun jaringan ini kammi tidak boleh kehilangan jati dirinya, tapi di lain sisi KAMMI mampu mempengaruhi dan mengontrol kebijakan pemerintah. Untuk mampu mewujudkan hal ini kader KAMMI harus disiapkan baik dari segi intelektual maupun dari segi integritas.
  • Memberikan pendidikan masyarakat.
Dalam upaya melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah, KAMMI mau tidak mau harus melibatkan masyarakat, sehingga KAMMI harus melakukan proses pembelajaran politik kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dengan kesadaran politik yang tinggi, masyarakat diharapkan mampu ikut andil dalam melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga yang dapat dilakukan oleh kader KAMMI adalah melakukan agenda – agenda yang menyentu masyarakat, dengan tidak meninggalkan mahasiswa sebagai pokok persoalan.
  • Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan public.
KAMMI, sebagai organisasi pergerakan harus memiliki daya analisis yang tajam dalam berbagai disiplin ilmu, sehingga setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dapat dikontrol, dan apabila kebijakan tidak memihak kepada rakyat, KAMMI mampu melakukan advokasi kepada kepentingan rakyat.

CATATAN KAKI
1 Dikutipkan dari GBHO KAMMI, Bab VII tentang Posisi Gerakan pada Pasal 7.
2 GBHO KAMMI, Bab VI tentang Paradigma Gerakan pada Pasal 7.


Kesimpulan.

Gerakan Politik Ekstraparlementer meliputi beberapa poin-poin penting yaitu:
  • Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik.
  • Memberikan pendidikan masyarakat.
  • Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia sebagai gerakan politik ekstraparlementer untuk kedepannya harus mampu berdiri sendiri dalam menentukan sikap, tidak terikat atau terpengaruh oleh partai politik atau kelompok kepentingan yang tertentu, sehingga KAMMI menjadi gerakan politik ekstraparlementer yang independen dan diperhitungkan dalam kancah politik nasional.

Daftar Pustaka.

Sidiq, Mahfudz (2003). KAMMI dan Pergulatan Reformasi: Kiprah Politik Aktivis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi. Solo: Era Intermedia, cetakan pertama.
 

*Makalah Daurah Marhalah 2 KAMMI Daerah Sleman, 2009


 




Komentar



  1. Salam wa rahmah
    Dialog pria muslim

    Jawapan:

    "Pembaharuan vs. Penghapusan Sunnah Rasulullah SAW"?

    1. Bukan semestinya setiap 100 tahun ada seorang mujaddid.

    2. Dan pengertian "mujaddid" bukanlah dalam konteks menghapuskan sebahagian Sunnah Rasulullah SAW.

    3. Sehingga melakukan sebahagian Sunnah Rasulullah SAW dikira bidaah pula?

    4. Menziarah kubur Nabi SAW dikira bidaah oleh Wahabi. Sedangkan ia adalah tidak. Fatimah Zahra' telah menziarahi kubur bapanya.

    5. Tidakkah para sahabat menziarahi kubur Nabi SAW, Abu Ayyub al-Ansari meratap dan bertawassul di kubur Nabi SAW?

    6. Hadis mengenai tajdid adalah hadis yg lemah (dha'if).

    7. Ia tidak ada dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim.

    8. Kenapa mereka tidak menyebut Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain sebagai "mujaddidun" selepas Rasulullah saw?

    9. Ini disebabkan "mereka" bukan"mujaddidun" (mufrad mujaddid).

    10. Mereka adalah muslihuun.

    11. Justeru, mana-mana pembaharuan dalam Islam tidak boleh menyalahi al-Qur'an dan Hadis.

    12. Menurut Khalifah Ali AS bahawa Khalifah-khalifah sebelumnya, mereka telah mengubah Sunnah Rasulullah dengan sengaja.

    13. Justeru, ia bukan pembaharuan namanya, malah ia adalah penghapusan Sunnah Rasulullah SAW itu sendiri.

    14. Khalifah Ali AS telah berkata: Khalifah-khalifah sebelumku telah mengubah Sunnah Rasulullah SAW dengan sengaja, sila rujuk:

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWY0dEVk9UekR1c0E/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWejJIMF9JMXE5blE/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWdXZubUJzRHllXzQ/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWNkFHUnRNYld6N1k/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/1VekxM-_yYqUhFQnSRynylmHKBg65OSnx/view?usp=drivesdk

    almawaddah.info



    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*