PARADIGMA GERAKAN KAMMI
Oleh: Zulfikhar
Daftar
Pustaka.
*Makalah Daurah Marhalah 2 KAMMI Daerah Sleman, 2009
Pendahuluan.
Makalah ini bermaksud memotret lebih
dekat paradigma suatu gerakan yang memformalkan dirinya sebagai Ormas
Kamahasiswaan Ekstra Kampus pada Muktamar perdananya, oktober 1998.
Bagaimana dia terbentuk, paradigma yang dianutnya dan peran yang
dipersembahkan untuk bangsa ini.
KAMMI dengan usia yang masih muda
dibandingkan dengan gerakan Kemahasiswaan yang lain, di tangannya
perubahan dilakukan. Itu terbukti ketika pada pertengahan tahun 1998,
KAMMI melakukan aksi protes kepada pemerintah yang dinilai sudah
tidak mampu untuk membawa bangsa ini kearah yang lebih baik.
Selanjutnya, aksi terus berkembang dan pada akhirnya mahasiswa
meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai orang nomor satu bangsa ini pada waktu itu. Akhirnya,
kejatuhan rezim Soeharto dapat terlaksana. Bangsa ini dengan leluasa
dapat menyampaikan aspirasi dan kritik-kritik kepada lembaga-lembaga
pemerintahan yang dinilai belum maksimal dalam menjalankan roda
pemerintahan.
Ide dan sikap progresif-revolusioner
juga diperlukan sebagai “jembatan waktu” bagi tampilnya kekuasaan
adil yang dijanjikan. Bukankah Al-Qur’an menyediakan sebuah
pelajaran penting dari kisah bani Israil yang berperang melawan rezim
tiranik Jalut? Perjuangan revolusioner yang dipimpin “tokoh tua
Thalut” memamerkan garda depan yang diwakili “tokoh muda Daud”.
Lalu sejarah mengatakan kepemimpinan kemudian diganti oleh Thalut.
Lalu bukankah Al-Qur’an tidak menceritakan kecemerlangan Thalut
dalam memimpin kekuasaan transisi, dan Al-Qur’an justru kemudian
mengisahkan kehebatan Daud dalam pemerintahannya.
Makna yang dapat kita ambil adalah
pertama, gerakan mahasiswa harus tetap berada pada karakter
dasarnya sebagai “the universal opposition”, ia akan mengkritisi
siapapun yang berkuasa, dan secara konsisten menghancurkan sisa-sisa
rezim lalu yang ingin kembali. Penerimaam terhadap sisa kekuasaan
masa lalu hanya dimungkinkan ketika mereka memenuhi tiga syarat:
bertobat, melakukan perbaikan, dan menjelaskan kesalahan-kesalahan
masa lalunya. Kedua, aktivis gerakan mahasiswa tidak boleh
berhenti sebatas usia simbolis kemahasiswaanya.
Untuk para aktivis dakwah dan
penggiat demokrasi,gerakan mahasiswa seperti yang disampaikan
Huntington- adalah “the universal opposition” terhadap Negara.
Dalam proses perubahan yang terus-menerus, sejarah gerakan mahasiswa
adalah kumpulan heroisme dan gejolak idealisme yang diwarnai
kisah-kisah keberanian dan pengorbanan. Sebagai kumpulan orang-orang
muda, mereka secara baik menampilkan kritisisme, progresivitas, juga
egoisme yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bangsa yang sedang sakit.
Sejarah yang tidak pernah memaksa mereka untuk menjadi “orang tua
yang bijak” dan berkompromi dengan kekuasaan untuk “menahan diri”
atas status quo, dengan alasan “ini tidak mudah,
persoalannya kompleks!” Bahkan, ketika “orang-orang tua” yang
duduk di kursi kekuasaan memamerkan ketidakbecusannya.
Landasan
Teori.
KAMMI muncul sebagai salah satu
kekuatan alternatif Mahasiswa yang berbasis mahasiswa Muslim dengan
mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah
Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM). Meskipun orientasinya adalah NON
profit, namun kami jelaskan kepada segenap masyarakat bahwa kammi
selalu menjalin link sehingga bisa berkembang dan mendapatkan dana
dimana-mana. Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63
kampus (PTN-PTS) diseluruh Indonesia . Jumlah peserta keseluruhan
kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktifis dakwah kampus.
KAMMI lahir pada ahad tanggal 29
Maret 1998 PK.13.00 wib atau bertepatan dengan tanggal 1
Dzulhijah 1418 H yang dituangkan dalam naskah Deklarasi
Malang.
KAMMI lahir didasari sebuah
keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional tahun 1998 yang
melanda Indonesia. Krisis kepercayaan terutama pada sektor
kepemimpinan telah membangkitkan kepekaan para pimpinan aktivis
dakwah kampus di seluruh Indonesia yang saat itu berkumpul di UMM -
Malang.
Hanya tiga belas hari sejak
kelahirannya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
melakukan “gebrakan besar” dengan menggelar “Rapat Akbar
Mahasiswa dan Rakyat Indonesia” di lapangan Masjid Al-Azhar,
Jakarta, pada tanggal 10 April 1998. Rapat akbar tersebut dihadiri
sekitar 20 ribu massa aksi. Debut pertama ini mencengangkan publik
Indonesia yang sedang meningkat tensi gelombang tuntutan
reformasinya.
Era tahun 1980-an merupakan fase
pencarian bentuk dan jalan baru aktivitas mahasiswa yang tidak pernah
bisa diam. Ibarat air yang bergerak iang dicoba dibendung oleh rezim
Orde Baru melalui tembok-tembok kokoh NKK/BKK, arus air dalam hal ini
enerjik gerak mahasiswa dipaksa untuk mencari jalan-jalan dan
bentuk-bentuk baru aktivitasnya. Kekuatan
mahasiswa terus bergerak untuk menyuarakan sikap kritis dan
peran-peran oposisinya.
Memasuki awal tahun 1990-an, terjadi
perubahan signifikan dalam perkembangan gerakan mahasiswa.
Perkembangan ini mencakup sisi kelembagaan intra-universitas,
eksklasi aksi-aksi demonstrasi dan munculnya kembali isu-isu
substantif dan strategis gerakan mahasiswa.
Dalam hal organisasi
intra-universitas, ada angin baru dari pergantian Mendikbud Nugroho
Notosusanto je Fuad Hasan. Mendikbud Fuad Hasan mencabut NKK/BKK dan
menggantinya dengan SK No. 0457/U/1990 tentang Pedoman Umum
Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini antara lain
ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui
Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang di dalamnya terdiri
dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM).
Ada dua faktor penting yang
mengkonstruksi pola baru aktivitas ke-Islaman mahasiswa. Pertama,
munculnya kelompok anak muda yang memiliki semangat tinggi dalam
mempelajari dan mengamalkan Islam, sebagai respon dari tekanan
politik pemerintahan Orde Baru tehadap umat Islam. Kedua, adanya
sebuah public sphere (ruang publik) yang relatif lapang, yang bernama
masjid atau mushalla kampus, tempat dimana idealisme kaum muda Islam
itu mengalami persemaian ideal dan pengecambahan secara cepat.
Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul
Muslimin yang pikiran-pikirannya banyak dikaji oleh aktivis gerakan
ini, menulis secara khusus sebuah risalah untuk kelompok anak-anak
muda ini. Menurut Hasal Al-Banna, generasi muda pada setiap bangsa
meruoakan tiang kebangkitan, pada setiap kebangkitan, mereka adalah
rahasianya, dan pada setiap gagasan, mereka adalah pembawa
benderanya. Menurut beliau, gagasan apapun yang berhasil hanyalah
apabila keyakinan pada gagasan itu kuat, terdapat ketulusan dalam
menempuh ke arah sana, semangat yang bertambah, kesiapan berkorban,
dan bekerja keras untuk mewujudkannya.
Memasuki era 80-an, aktivitas
ke-Islaman di berbagai kampus umum semakin berkembang. Kegiatan
pelatihan dan pembinaan dengan beragam bentuknya telah mencetak
barisan besar kalangan mahasiswa muslim yang memiliki dorongan kuat
untuk lebih mengaktualisasikan cita-cita dan ide-ide ke-Islamannya.
Pada sisi lain, aktivitas ke-Islaman yang makin berkembang ini
membutuhkan wadah institusional yang lebih formal.
Kondisi inilah yang mendorong
terbentuknya Lenbaga Dakwah Kampus (LDK) di berbagai perguruan
tinggi. Misalnya: Jamaah Shalahuddin UGM, Jamaah Mujahidin IKIP
Jogjakarta, LAI Undip Semarang, Lpisat Usakti Jakarta, Jamaah Masjid
ARH-UI, Karisma Salman ITB Bandung, UKKI Unair, BDM Al-Hikmah IKIP
Malang dan lainnya. Lembaga-lembaga inilah yang menjadi sentra
aktivitas ke-Islaman yang semakin beragam; mulai dari kegiatan syiar
Islam, pelatihan, mentoring, pengkaderan sampai kegiatan-kegiatan
sosial-masyarakat. Kondisi objektif kampus yang berbeda-beda memaksa
masing-masing LDK berjalan dan berkembang dengan polanya
sendiri-sendiri. Di samping itu, banyaknya persoalan dakwah di dalam
kampus menyebabkan LDK juga lebih mengarahkan perhatiannya ke dalam
kampusnya masing-masing, dan kurang memberikan perhatian pada
kebersamaan gerak dakwah. Merespon kebutuhan ini, kemudian
diselenggarakan acara pertemuan LDK untuk merespon kenutuhan ini.
Maka kemudian, dari hasil pertemuan LDK ini lahirlah Forum
Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK).
Dalam perjalanannya kemudian, FSLDK
terus menyelenggarakan pertemuan-pertemuannya, baik pada tingkat
Forkomnas (Forum Komunikasi Nasional) sebagai Badan Pekerja FSLDK
maupun pertemuan FSLDK tingkat Nasional.
Penyelenggaraan FSLDK X dilakukan di
tengah-tengah krisis ekonomi yang melanda negeri ini.
Diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang pada 25-29 Maret
1998. Forum itu dihadiri oleh sekitar 200 orang peserta yang mewakili
69 LDK dari sekitar 64 kampus. Mereka berasal dari kampus-kampus di
Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. FSLDK ini mengusung tema “Pergerakan
Mahasiswa Muslim Menuju Transformasi Sosial: Upaya
Peningkatan Intelektualitas Aktivitas Dakwah Kampus”.
Yang menyepakati dua hal penting, yaitu :
- Sepakat untuk membentuk sebuah wadah khusus bagi para aktivis LDK, di lua FSLDK dan LDK itu sendiri. Untuk merespon permasalahan krisis nasional yang semakin parah, termasuk pada tataran aksi.
- Sepakat untuk mendeklarasikan wadah baru ini setelah selesainya acara FSLDK X, sehingga wadah ini bukan sebagai salah satu keputusan FSLDK X, tetapi kesepakatan para peserta yang terjadi bersamaan dengan berakhirnya penyelenggaraan FSLDK X.
Kemudian dicapai kesepakatan bahwa
wadah itu bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI),
dengan mendudukkan Fahri Hamzah sebagai Ketua Umum dan Haryo Setyoko
sebagai Sekretaris Umum.
Pasca lengsernya presiden Soeharto,
gerakan mahasiswa secara cepat mengalami polarisasi dan sekaligus
fragmentasi. Dalam situasi demikian, muncullah gagasan di beberapa
pengurus pusat untuk menyelenggarakan Muktamar I KAMMI. Muktamar ini
dimaksudkan sebagai upaya melakukan konsolidasi gerakan, baik dari
aspek keorganisasian maupun aspek agenda dan metode perjuangan.
Keputusan paling penting yang
dihasilkan dari Muktamar yang berlangsung empat hari ini adalah
kesepakatan untuk mengubah KAMMI dari “kesatuan aksi” menjadi
“organisasi kemasyarakatan”. Ini berarti, setelah Muktamar I,
KAMMI secara legal-formal berbentuk Organisasi massa Mahasiswa Ekstra
Kampus, sebagaimana pendahulunya seperti HMI, PMII, PII, dan lainnya.
Kemudian, Muktamar I juga mengesahkan
struktur organisasi yang baru berikut kepengurusan baru periode
1998-2000. Struktur KAMMI hasil Muktamar tampak lebih menggambarkan
sosoknya sebagai “ormas” daripada “kesatuan aksi”. Ini
ditandai dengan dibentuknya sejumlah departemen dengan spesifikasi
bidang kerja yang berbeda-beda. Lalu dihapusnya pos struktur Jaringan
Wilayah di kepengurusan pusat, dan digantikan dengan Departemen
Pembinaan Wilayah (Jarwil). Jarwil ini tidak berkedudukan di pusat,
tetapi di tingkat wilayah dan langsung membawahi sejumlah KAMMI
Daerah (Kamda) dengan Jaringan Satuan atau Komisariat.
Jaringan organisasi KAMMI di bawah
yang dikoordinasikan oleh Departemen Pembinaan Wilayah adalah 7
Jaringan Wilayah dan sebanyak 30 KAMMI daerah. Jaringan Wilayah
adalah kumpulan KAMMI Daerah (Kamda) yang berfungsi untuk
menumbuhkan, menghidupkan, mengarahkan, dan mengkoordinasikan
sejumlah KAMMI Daerah yang saling berdekatan atau kawasan tertentu
agar dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik.
Jarwil inilah yang mengelola KAMMI
Daerah (Kamda), yaitu struktur KAMMI yang menghimpun anggota serta
mengkoordinasikan kelompok dan jaringan anggota yang berada di
tempat pemusatan anggota tertentu dalam lingkup kotamadya, kabupaten,
gabungan kotamadya/kabupaten, distrik atau resort. Pada periode
1998-2000, ada 30 KAMMI Daerah (Kamda).
Dengan mengacu kepada AD/ART dan
Struktur Organisasi, Muktamar I kemudian membentuk kepengurusan baru
KAMMI periode Th. 1998-2000. untuk itu, Muktamar membentuk Tim
Formatur yang terdiri dari 23 orang, meliputi unsur 4 orang Tim
Fromatur Malang, 2 orang dari Steering Committee, 7 orang dari
BPH KAMMI Pusat, dan 14 orang dari utusan Jaringan Wilayah. Mekanisme
kerja yang digunakan adalah: (1) formatur memilih bakal calon Ketua
dan Sekjen, kemudian dilaporkan ke dalam siding Forum Formatur untuk
dimusyawarahkan; bila dalam musyawarah tidak ada mufakat, maka
pemilihan dilakukan dengan voting maksimal 2 kali. (2) masa kerja Tim
Formatur berakhir sampai terpilihnya Ketua dan Sekjen.
Pembahasan.
Sebagai organ perjuangan mahasiswa,
idealisme KAMMI dituangkan dalam visi dan misi organisasi. Komisi C
dan Komisi D dalam Muktamar I melahirkan rekomendasi perlunya BPH
KAMMI Periode 1998-2000 segera menyusun Garis-Garis Besar Haluan
Organisasi (GBHO) KAMMI, sebagai rumusan mengenai garis-garis besar
haluan organisasi yang disusun secara sistematis, terarah, dan
terpadu yang mengarah pada tujuan jangka panjang dan program jangka
pendek yang ditetapkan dengan maksud untuk memberikan arah bagi
perjuangan KAMMI dalan mewujudkan visi dan misinya yang ditetapkan
dalam Muktamar KAMMI.
Visi
KAMMI.
Visi KAMMI adalah bahwa “KAMMI
merupakan wadah perjuangan permanent yang akan melahirkan kader-kader
pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat
Islami di Indonesia.
Misi
KAMMI.
Adapun misi KAMMI dirimuskan dalam
tiga poin, yaitu: (1) Menjadi pelopor, perekat, dan pemercepat proses
perubahan, (2) Memberikan pelayanan sosial, (3) Memberikan pendidikan politik kepada
masyarakat. Andi rahmat dan M. Najib menjelaskan, bahwa sebagai
gerakan yang senentiasa berpijak pada nilai-nilai moral dan
intelektual, KAMMI menyadari bahwa reformasi total tidak bisa
dilakukan oleh KAMMI sendiri. Ia harus menjadi sebuah gerakan besar
dari bangsa ini yang melibatkan segenap elemen yang sepakat dengan
reformasi.
Asas Islam bagi KAMMI, tidak berhenti
sebatas identitas simbolik organisasi. Islam bahkan menjadi
“kepribadian organisasi dan gerakan” yang termanifestasikan dalam
performance aktivis KAMMI secara personal maupun secara
orgnisasi. Misalnya, penggunaan jilbab bagi aktivis wanita (akhwat) ,
semangat menghidupkan Sunah Nabi bagi aktivis pria (ikhwan), seperti
memelihara janggut dan memendekkan kumis. Pada sisi lain, manifestasi
Islam juga terumuskan dalam prinsip-prinsip gerakan yang ditanamkan
dan dipegang teguh oleh semua aktivis KAMMI. Prinsip-prinsip itu
dirumuskan dalam 6 (Enam) Prinsip Perjuangan KAMMI, yaitu:
- Kemenangan Islam adalah Jiwa Perjuangan KAMMI.
- Kebatilan adalah Musuh Abadi KAMMI.
- Solusi Islam adalah Tawaran Perjuangan KAMMI.
- Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI.
- Kepemimpinan Umat adalah Strategi Perjuangan KAMMI.
- Persaudaraan adalah Watak Muamalah KAMMI.
Paradigma
Gerakan.
KAMMI dalam karakter gerakannya, juga
menegaskan dirinya “sebagai organisasi pergerakan”, yaitu suatu
kekuatan yang terorganisir yang secara terus-menerus bekerja
memperjuangkan cita-citanya bagi kepentingan bangsa dan Negara.
Berkenaan dengan hal ini, dalam Garis-garis Besar Haluan Organisasi
(GBHO), Bab VI tentang Paradigma Gerakan, pada pasal 7 KAMMI
menyatakan paradigma gerakannya sebagai berikut:
- Gerakan Da’wah Tauhid.
- Gerakan Intelektual Profetik.
- Gerakan Sosial Mandiri.
- Gerakan Politik Ekstraparlementer.
Sebagai gerakan berbasis
moral-intelektual, KAMMI memposisikan dirinya sebagai kekuatan
ekstraparlementer untuk berperan sebagai salah satu kekuatan control
sosial terhadap kekuasaan. Aka tetapi, KAMMI juga membuka jalan
untuk melakukan perubahan dari dalam system, dengan
mentransformasikan kader-kader kepemimpinannya ke tengah-tengah
masyarakat dan Negara pada tahapan lanjutan perjuangannya. Sebagai
gerakan politik ekstraparlementer, peran KAMMI meliputi; (a)
Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan
publik, (b) Mengawasi dan memantau pelaksanaan kebijakan publik, dan
(c) Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan
publik.
Dari paradigma gerakan yang digariskan
KAMMI, terlihat potret organisasinya yang mencakup sejumlah aspek
secara bersamaan. Paradigma ini menegaskan bahwa KAMMI adalah suatu
organisasi gerakan moral keagamaan, intelektual dan keilmuan,
politik, dan juga sosial yang bekerja untuk membangun masyarakat
madani, dan ikut memerankan fungsi kepemimpinan di dalamnya.
Posisi
Gerakan.
Dalam dinamika gerakan mahasiswa,
salah satu persoalan krusial yang sering yang sering menjadi
perdebatan adalah soal posisinya di tengah-tengah unsur-unsur
kekuatan politik lain. Dalam Garis-garis Besar Haluan Organisasi-nya,
KAMMI menjelaskan posisi gerakannya sebagai berikut.
- KAMMI dan Oganisasi Kepemanduan dan Kemasiswaan.
- KAMMI dan Pemerintah.
- KAMMI dan Partai Politik.
Sebagai gerakan
politik ekstraparlementer, KAMMI tidak selayaknya menempatkan dirinya
sebagai perpanjangan tangan dari partai politik tertentu atau
kelompok kepentingan tertentu. KAMMI ke depannya sebagai gerakan
ekstraparlementer harus benar – benar independen dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat maupun dalam mengontrol
pemerintahan, tidak selayaknya KAMMI termakan isue dalam menempatkan
dirinya sebagai gerakan politik ekstraparlementar. Kemenangan islam
harus menjadi pola gerak KAMMI dalam memperjuangkan aspirasi
masyarakat dan dalam mengontrol pemerintahan.
KAMMI sebagai
Gerakan Politik Ekstraparlementer meliputi beberapa poin-poin
penting yaitu:
- Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan public.
KAMMI harus mampu membangun jaringan
ke pihak pemerintahan maupun pihak birokrasi, dalam membangun
jaringan ini kammi tidak boleh kehilangan jati dirinya, tapi di lain
sisi KAMMI mampu mempengaruhi dan mengontrol kebijakan pemerintah.
Untuk mampu mewujudkan hal ini kader KAMMI harus disiapkan baik dari
segi intelektual maupun dari segi integritas.
- Memberikan pendidikan masyarakat.
Dalam upaya
melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah, KAMMI mau tidak mau
harus melibatkan masyarakat, sehingga KAMMI harus melakukan proses
pembelajaran politik kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya
sebagai warga negara. Dengan kesadaran politik yang tinggi,
masyarakat diharapkan mampu ikut andil dalam melakukan kontrol
terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga yang dapat dilakukan oleh
kader KAMMI adalah melakukan agenda – agenda yang menyentu
masyarakat, dengan tidak meninggalkan mahasiswa sebagai pokok
persoalan.
- Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan public.
KAMMI, sebagai organisasi pergerakan
harus memiliki daya analisis yang tajam dalam berbagai disiplin ilmu,
sehingga setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dapat
dikontrol, dan apabila kebijakan tidak memihak kepada rakyat, KAMMI
mampu melakukan advokasi kepada kepentingan rakyat.
CATATAN
KAKI
1 Dikutipkan dari GBHO KAMMI, Bab VII
tentang Posisi Gerakan pada Pasal 7.
2 GBHO KAMMI, Bab VI tentang Paradigma
Gerakan pada Pasal 7.
Kesimpulan.
Gerakan
Politik Ekstraparlementer meliputi beberapa poin-poin penting yaitu:
- Mempengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik.
- Memberikan pendidikan masyarakat.
- Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia sebagai gerakan politik ekstraparlementer untuk kedepannya
harus mampu berdiri sendiri dalam menentukan sikap, tidak terikat
atau terpengaruh oleh partai politik atau kelompok kepentingan yang
tertentu, sehingga KAMMI menjadi gerakan politik ekstraparlementer
yang independen dan diperhitungkan dalam kancah politik nasional.
Sidiq, Mahfudz (2003). KAMMI dan
Pergulatan Reformasi: Kiprah Politik Aktivis Dakwah Kampus
dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional
Multidimensi. Solo: Era Intermedia, cetakan pertama.
BalasHapusSalam wa rahmah
Dialog pria muslim
Jawapan:
"Pembaharuan vs. Penghapusan Sunnah Rasulullah SAW"?
1. Bukan semestinya setiap 100 tahun ada seorang mujaddid.
2. Dan pengertian "mujaddid" bukanlah dalam konteks menghapuskan sebahagian Sunnah Rasulullah SAW.
3. Sehingga melakukan sebahagian Sunnah Rasulullah SAW dikira bidaah pula?
4. Menziarah kubur Nabi SAW dikira bidaah oleh Wahabi. Sedangkan ia adalah tidak. Fatimah Zahra' telah menziarahi kubur bapanya.
5. Tidakkah para sahabat menziarahi kubur Nabi SAW, Abu Ayyub al-Ansari meratap dan bertawassul di kubur Nabi SAW?
6. Hadis mengenai tajdid adalah hadis yg lemah (dha'if).
7. Ia tidak ada dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim.
8. Kenapa mereka tidak menyebut Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain sebagai "mujaddidun" selepas Rasulullah saw?
9. Ini disebabkan "mereka" bukan"mujaddidun" (mufrad mujaddid).
10. Mereka adalah muslihuun.
11. Justeru, mana-mana pembaharuan dalam Islam tidak boleh menyalahi al-Qur'an dan Hadis.
12. Menurut Khalifah Ali AS bahawa Khalifah-khalifah sebelumnya, mereka telah mengubah Sunnah Rasulullah dengan sengaja.
13. Justeru, ia bukan pembaharuan namanya, malah ia adalah penghapusan Sunnah Rasulullah SAW itu sendiri.
14. Khalifah Ali AS telah berkata: Khalifah-khalifah sebelumku telah mengubah Sunnah Rasulullah SAW dengan sengaja, sila rujuk:
https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWY0dEVk9UekR1c0E/view?usp=drivesdk
https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWejJIMF9JMXE5blE/view?usp=drivesdk
https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWdXZubUJzRHllXzQ/view?usp=drivesdk
https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWNkFHUnRNYld6N1k/view?usp=drivesdk
https://drive.google.com/file/d/1VekxM-_yYqUhFQnSRynylmHKBg65OSnx/view?usp=drivesdk
almawaddah.info