KAMMI dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh: Zulfikhar
KAMMI masuk ke UMY sejak secara resmi didirikan pada
tahun 1998. Terhitung sejak tahun itulah eksistensi KAMMI mulai terbangun
secara gradual di salah satu kampus Muhammadiyah terbesar di Pulau Jawa ini.
Apalagi dengan keberhasilan mahasiswa melahirkan Reformasi, akhirnya mengangkat
nama gerakan mahasiswa ke permukaan dan menjadi sorotan bagi mahasiswa-mahasiswa
di kampus, tidak terkecuali di UMY.
UMY yang didirikan 32 tahun yang lalu memang sudah
sejak lama menjadi surga kehidupan bagi gerakan mahasiswa besar di Indonesia.
Terlebih lagi bagi gerakan Islam seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sudah lebih dulu eksis di kampus. Maka,
tidak heran jika eksistensi dan kompetisi kedua gerakan tersebut mendapatkan
angin segar dengan kedatangan KAMMI.
Hubungan KAMMI relatif baik dengan kampus di masa awal
keberadaannya di UMY. Saat itu banyak acara-acara besar kampus di kelola oleh
kader. Seperti kisah Suyadi, Ketua KAMMI Komisariat yang pertama, mengenang
masa-masa kemahasiswaannya bersama KAMMI dengan berjualan Coca-Cola dalam acara
yang diselenggarakan kampus dengan nyaman.
Sekitar akhir tahun 90-an gerakan mahasiswa masih
bisa bergerak dengan leluasa. Apalagi waktu itu status aktivis menjadi komoditas
kebanggan oleh banyak mahasiswa. Sudah tentu dengan keberhasilan menggulingkan
rezim Orde Baru, banyak mahasiswa berminat meniti karir menjadi aktivis. Gejala
ini pun kemudian paralel dengan pertumbuhan kualitas dan kuantitas gerakan
mahasiswa, khususnya HMI dan KAMMI.
Henry Dunant, Ketua KAMMI Komisariat ketiga, pernah
berkisah tentang kenangan masa keaktivisannya dulu. Saat itu, ia sebagai
mahasiswa baru benar-benar gandrung dengan eksistensi gerakan mahasiswa.
Sampai-sampai untuk mengekspresikan kegirangannya itu, ia masuk tiga gerakan
sekaligus: IMM, HMI dan KAMMI. Tidak hanya aktif, Henry juga ditawarkan
memimpin di HMI, dan IMM. Tetapi akhirnya ia memilih untuk bersama KAMMI.
Keputusan PKS menarik dukungannya dari Amien Rais sebagai
calon presiden pada Pemilu 2004 barangkali menjadi keputusan yang tepat untuk
mendapat kuasa dalam pemerintahan. Tetapi, sekaligus menarik demarkasi dan
memicu konflik panjang dengan Muhammadiyah. Implikasinya, warga Muhammadiyah
kecewa dengan keputusan PKS. Apalagi akhirnya membuat Amien terjungkal dari
kompetisi tersebut.
Maka mulai saat itu, organisasi mahasiswa yang
berhubungan dengan PKS perlahan dikendalikan oleh seluruh Perguruan Tinggi
Muhammadiyah (PTM). Pembubaran Jamaah Ahmad Dahlan (Jadda) di UAD barangkali
menjadi salah satu penanda dari kekeruhan kultural tersebut. Saya pikir kampus
Muhammadiyah di daerah lain tidak jauh berbeda. Di Universitas Muhammadiyah
Maluku Utara misalnya, KAMMI secara terang-terangan dilarang oleh pihak kampus
untuk beraktivitas.
KAMMI yang tadinya hidup aman-aman saja di dalam
kampus, mulai merasakan aroma politik nasional yang merembes masuk ke kampus.
Pergerakannya mulai dipersempit dengan berbagai aturan universitas yang
monolitik. Peraturan mengenai organisasi mahasiswa dalam PTM yang terhimpun
dalam Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Pasal 28 ayat 2 mulai muncul ke permukaan setelah sekian lama terkubur di dalam
kemesraan pluralitas gerakan mahasiswa. Aturan ini menjadi dalil bagi kampus -dan
juga IMM- untuk melegitimasi pelarangan gerakan mahasiswa di UMY.
Eksistensi KAMMI dan Respon Birokrasi
Ketika saya mulai aktif di KAMMI, konflik dengan
kampus sudah sering terasa. Apalagi dengan IMM. Meskipun agak sulit menggambarkan
dengan jelas ihwal dari konflik diametral diantaranya keduanya. Tentu saja
masalah ideology menjadi rahasia umum yang sering memantik konflik. Barangkali
yang lebih jelas selain alasan ideologis, adalah kompetisi pengkaderan dan
Pemilu Raya Mahasiswa (Pemira).
KAMMI Komisariat UMY sejak konflik itu, memang
sering dipersulit untuk melakukan perekrutan. Seperti pengrusakan terhadap
media publikasi kegiatan-kegiatan organisasi di beberapa mading oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Pelarangan-pelarangan mendirikan
stan-stan pendaftaran DM1. Sampai
penyambutan mahasiswa baru pun dilarang.
Beberapa tahun terakhir bendera KAMMI sudah dilarang
terlihat di kampus. Maka banyak kader yang tidak lagi berani memasang bendera,
termasuk di stan-stan KAMMI. Meskipun sampai saat ini pengurus Komisariat masih
melawan larangan tersebut. Oleh karena itu, seringkali kader yang menjaga stan
berdebat dengan kader-kader IMM yang datang mengganggu. Mereka mengintimidasi
kader untuk membubarkan stan dengan dalih pendirian stan tidak mendapat izin
dari sekuriti. Padahal status KAMMI yang ektrakampus sudah jelas tidak
memerlukan izin.
Seringkali karena intimidasi itu tidak mempan, kader
IMM merespon perlawanan itu dengan memanggil dosen atau birokrasi Fakultas
dimana stan didirikan. Seperti misalnya beberapa minggu yang lalu, dua orang kader
KAMMI sempat berdebat panjang dengan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Agama Islam
(FAI) yang karena tidak puas kemudian memanggil Kepala Jurusannya (Kajur) untuk
membenarkan tindakannya. Kader KAMMI malah mengajak Kajur itu berdiskusi
panjang dan pembubaran stan batal.
Eksistensi KAMMI di UMY memang sudah sejak lama
seperti ini. Semakin lama dengan tekanan-tekanan tersebut, kader pun semakin
terbiasa. Pernah suatu saat, ketika saya masih menjadi Ketua Komisariat. Pernah
saya dan pengurus silaturahmi ke Wakil Rektorat I (WR) Bidang Kemahasiswaan yang
baru saja terpilih, Bapak Sri Atmaja. Tujuan saya saat itu ingin membicarakan
seputar eksistensi KAMMI di kampus dengannya.
Pak Sri saat itu, sangat mengapresiasi maksud
kedatangan kami. Ia juga sempat
mengobrol panjang seputar hubungan KAMMI dan PKS cukup panjang. Pak Sri saya
kira benar-benar tahu dan paham tentang hal itu. Karena ketika masih mahasiswa
ia adalah salah satu pendiri Sie Kerohanian Islam Fakultas (SKIF) atau LDK di
Fakultas Teknik.
KAMMI boleh saja menyelenggarakan kegiatan di kampus
katanya. Tetapi, kalau meminjam ruangan tidak diijinkan. Kecuali KAMMI mau bekerja
sama dengan BEM atau lembaga kemahasiswaan yang diakui oleh kampus untuk
melakukan kegiatan tersebut bersama. Penjelasan Pak Sri saya pikir adalah lampu
hijau dari kampus bahwa KAMMI tidak sepenuhnya dilarang oleh kampus. Meskipun
pernyataan itu tidak sepenuhnya konsisten, karena pernah tahun 2009, ketika
KAMMI dipimpin oleh Ricci Arisandi, berhasil dengan baik mengadakan acara
Sarasehan dengan Bupati Bantul saat itu, Idham Samawi. Kendati acara tersebut
tanpa harus bekerja sama dengan lembaga intrakampus.
Kondisi Internal KAMMI
Barangkali dari kuantitas yang sedikit membuat pola
pergerakan KAMMI Komisariat UMY berbeda dengan KAMMI di kampus dan daerah lain.
Pengaruhnya pada hubungan dengan LDK yang relatif lebih dekat. Dulu tidak
jarang KAMMI dan LDK melakukan kegiatan bersama. Seperti penggalangan dana peduli
Palestina tahun 2008 yang sempat menarik perhatian gerakan lain dan tentunya
birokrasi kampus.
Hubungan yang dekat antara KAMMI dan LDK terlihat
dengan adanya fenomena kader irisan. Kader di satu sisi aktif di KAMMI, di sisi
lain juga aktif di LDK. Sehingga loyalitas kepada organisasi terasa tipis jika
dibandingkan kepada Tarbiyah sebagai Jamaah. Karena kader irisan merupakan
implikasi dari kepahaman dan ketaatan pada Jamaah. Makanya, kader KAMMI di UMY
dikenal sangat taat kepada Jamaah. Loyalitas kepada Jamaah lebih tinggi
daripada organisasi –meskipun hal
tersebut juga baik tetapi keseimbangan jauh lebih baik. Oleh sebab itu tidak
jarang kader AB1 yang sudah didik sampai AB 2 tiba-tiba memilih menjadi
pengurus harian LDK daripada KAMMI tanpa alasan yang jelas.
Di UMY kader KAMMI sangat komitmen dengan
organisasi. Meskipun banyak unsur-unsur keamniyahan yang seringkali mereka temukan.
Kalau tidak komit biasanya mereka langsung meninggalkan organisasi. Makanya,
jarang ditemui kader KAMMI yang kritis kepada keamniyahan itu seraya melakukan
upaya-upaya perlawanan. Karena itu, jangan harap menemui kader kritis di
Komisariat.
Kekritisan surut di KAMMI karena banyak kader yang
memiliki kapasitas keKAMMIan rendah. Hal ini merupakan implikasi dari pendidikan
ideologi yang kurang. MK hampir setiap tahun tidak selesai sesuai dengan standarisasi
jumlah pertemuan, 8 kali pertemuan. Karena pertemuan dalam Halaqoh sudah dirasa
cukup. Padahal keduanya memiliki orientasi kaderisasi yang berbeda. Kultur membaca
dan diskusi juga sangat kurang. Sehingga, hampir bisa tidak ditemui kader KAMMI
yang gandrung dengan buku.
Strategi KAMMI
Tujuan KAMMI Komisariat UMY seperti tujuan KAMMI
secara umum untuk mengislamisasikan mahasiswa dengan spirit nilai Islam yang
KAMMI anut. Dengan mencetak kader yang
berkarakter pemimpin dan visi mewujudkan masyarakat kampus yang Islami. Maka
selalu setiap tahun fungsi pengkaderan KAMMI optimalkan. Kendati kuantitas
kader KAMMI dari tahun ke tahun naik, tetapi masih belum signifikan sesuai dengan
wilayah garapannya yang semakin besar.
Dengan segala keterbatasan kuantitas dan kualitas
kader, eksistensi organisasi tetap dipertahankan. Maka, sejak tahun 2009, KAMMI
hampir setiap tahun terlibat dalam Pemira. Melalui Partai Kubah, sudah puluhan
kader yang menjabat sebagai anggota DPM. Beberapa ada juga yang berkarir di
BEM. Setidaknya untuk menjaga resonansi organisasi di lembaga politik kampus,
manuver-manuver tersebut selalu dilakukan.
Dua tahun yang lalu KAMMI juga sempat membangun
lokus diskusi studi Islam bersama salah seorang dosen di FAI. Sayangnya,
meskipun untuk kepentingan kaderisasi, lokus itu tidak berjalan optimal. Karena KAMMI diposisikan amniyah dalam lokus
tersebut oleh pengurus. Sehingga eksistensinya tidak kelihatan. Otomatis misi
pengkaderan juga kurang berhasil. Barangkali cuma HMI-mpo yang relatif lebih
rajin menyelenggarakan agenda serupa dengan format yang lebih terbuka.
Strategi KAMMI di UMY ke depan saya kira tidak akan terlalu
berbeda. Karena upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kader lebih
menjadi prioritas utama daripada agenda organisasi yang lain. Barangkali dengan
format yang lebih ideologis, terbuka dan bernuansa intelektual, KAMMI relatif
akan bisa berkembang. Karena itu, pengkaderan, diskusi dan propaganda wacana
politik kampus tampaknya akan masih sering mengiringi rutinitas KAMMI
selanjutnya. Wallahu alam bis shawab.
Jadan, 1 Oktober 2013
Mantap
BalasHapus