Kiai dan Diskotik




Seorang pria paruh baya berjalan di bawah gemerlap malam. Menyelinap dibawah sinar rembulan yang menyala redup. Kakinya melangkah sigap meskipun usianya sudah lewat kepala tiga. Kota santri menguatkan keberadaannya untuk terus melangkah. Menyebarkan ajaran-ajaran kebaikan.

 Kulitnya sawo matang. Kumisnya tebal. Kacamata hitam melekat di mata. Kaus hitam ketat menyelimuti tubuhnya. Membuat lekuk tubuhnya yang gempal terlihat kuat. Jeans biru menutupi pinggang sampai mata kaki. 

Dari jauh sebuah diskotik terlihat. Lampu warna-warni menyala di atas pintu masuk. Pria itu menuju kesana. Tanpa basa-basi ia lantas masuk. Di dalam diskotik  ruangan gelap meskipun ramai. Banyak muda-mudi berkumpul, bersenang-senang. Lampu kerlap-kelip berputar terang. Suara lagu disko menggelegar membuat suasana di dalamnya bertambah riuh dan panas.

Pria itu mengamati sekitar. Ia menoleh ke sebuah meja. Disana beberapa orang sedang duduk minum. Air muka mereka teler, kemerahan. Mereka bicara membawa tawa. Sesekali sloki penuh minuman ditunggak. Beberapa botol bir berwarna hijau tua tegak berdiri. Pria itu tertarik dan berjalan ke meja itu.


“Lho kiai, kenapa disini?” Seorang pria gondrong yang duduk disitu bertanya. Ia terperanjat dan melepas sloki minuman yang ia genggam dari tadi. Air mukanya tiba-tiba berubah tegang seperti melihat Nabi. Tubuhnya perlahan gentar.

“Waduh, ma, ma, maaf kiai, disini bukan tempat jenengan.” Seorang pria cepak menimpali. Ia berkata setengah hati. 

“Ha ha ha. Memang orang seperti saya itu dilarang kesini ya? Apa kiai itu dilarang senang-senang, joget-jogetan?” lelaki itu melawan sambil tersenyum. Ternyata ia adalah seorang kiai di kota itu. Melihat dari gelagat orang-orang itu, tampak pria itu adalah seorang kiai kondang. Sosok ulama yang dikenal oleh orang-orang disitu.

            Orang-orang itu hanya termangu bingung. Mereka tidak mengerti mengapa seorang kiai bisa berada di tempat itu. Bukannya tempat seorang kiai adalah di masjid, pesantren? Bukankah tempat seperti diskotik adalah tempat yang paling buruk di dunia? Lantas, kalau kiainya sendiri sudah terjerumus seperti itu, siapa lagi yang mau menjaga agama? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menendang logika mereka.

            “O ya, minumannya saya minta ya?” Wajah orang-orang itu tambah keheranan. Mereka diantara mau memberi atau menolak. Mereka juga takut kalau-kalau masyarakat tahu, kiai mereka diajak ke diskotik. Mereka kebingungan mengabulkan permintaan kiai. Diam seribu bahasa jadi jawaban mereka.

            “Baiklah kalau kalian diam saja, saya minum saja ya? He he he.” Kiai tersenyum lebar. Tangan kanannya beranjak menggenggam sebotol bir yang tepat berada di depannya. Botol setengah penuh itu diangkat dan langsung diteguk. Tegukan tidak berhenti sampai isi botol melompong.

            Kiai itu luar biasa kuat. Tidak hanya sebotol bir yang ia teguk, semua botol yang tersedia di atas meja ludes berakhir di mulutnya. Ia meminum bir layaknya meminum air putih. Dengan wajah dingin, kiai meneguk semua minuman itu. Anehnya, tidak sedikit pun terlihat capek, teler di wajahnya . Orang-orang yang duduk di meja hanya menganga keheranan.

            “Kok minumannya dihabiskan semua kiai.” Lelaki yang gondrong malu-malu bertanya. 

            Kiai itu hanya tersenyum. Tampak rasa puas tergambar di wajahnya yang baya.
            “Minuman itu gak saya minum kok?” kiai menjawab datar.

            Orang-orang itu tambah keheranan. Mereka pasti yakin kiai itu sudah mabuk, sehingga I menjawab sembarangan.

            “Minuman itu saya buang ke laut.” Kiai menegaskan.

            “Bukannya tadi semua minuman kyai minum?” Lelaki yang botak membantah dengan wajah keheranan. 

            “Kalian gak percaya?” Kiai balik bertanya. Sehingga membuat orang-orang  tambah keheranan.

            “Sini mendekat. Lihat kesini.” Kiai menunjuk ke arah mulutnya. Orang-orang bergerak mendekat. Mata mereka mencolok fokus ke dalam mulut kiai. Kiai lantas membuka mulutnya pelan-pelan. 

            Seketika wajah orang-orang itu bersinar. Terpantul cahaya terang seperti melongok dari balik jendela. Di dalam mulut kiai tampak lautan luas terhampar panjang sampai horison. Laut itu tenang seperti di Pasifik. Airnya berwarna biru muda. Langit cerah kebiruan dengan terik yang pas. Burung-burung camar terbang rendah memburu sekawanan ikan yang bermain di permukaan.

            Orang-orang itu termangu-mangu kagum. Mereka tidak percaya bagaimana kiai itu bisa membuat keajaiban. Inikah yang dinamakan karomah pikir sebagian dari mereka. Alangkah luar biasa kiai itu bias menunjukkanya. Tidak terasa apalagi sadar, wajah mereka mulai memerah. Air mengalir dari balik kelopak mata. Orang-orang itu menangis sejadi-jadinya. Kiai itu hanya tersenyum melihat tangisan umatnya. Tangan kananya dipegang oleh orang-orang itu, lantas dicium. Mereka meminta ampun kepada Allah. Taubat nasuha. Mereka berjanji kepada kiai tidak akan mengulangi perbuatan buruk itu. 

            Inilah sebagian kisah karomah Gus Miek. Mursyid Jam’iyyah Dzikrul Ghafilin. Kiai kaum Nahdliyin. Kiai kaum muslimin.

           

                                                    
           

Komentar

  1. Membuka Usaha Diskotik sekarang bisa membuat omset Puluhan Juta loh silahkan klik Usaha Diskotik Sukses Dengan Beer dan Wine Cooler Salam Sukses. :)

    BalasHapus
  2. http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/jk-minta-kpk-tuntaskan-kasus-dugaan.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/10-ciri-pria-sejati-yang-belum-banyak.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/jual-beli-wtp-berakhir-ott.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/pasukan-irak-berjuang-merebut-kantung.html
    http://beritapolitikterkini1945.blogspot.com/2017/05/menohok-dialog-yang-membuat-pengemis.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*