Pengembaraan Suci


Judul : Siddhartha: Sebuah Novel
Penulis : Herman Hesse
Kategori : Fiksi
Penerjemah : Sovia V.P.
Penerbit : Jejak
Tebal : 224 halaman
Tahun Terbit : 2007

Siddharta, novel ini, bukan cerita tentang Siddharta Gautama, sang Buddha. Hermann Hesse tidak berpretensi untuk menceritakannya ke dalam sebuah karya sastra. Kendati Hermann Hesse mengaku terpesona dan terinspirasi dari nilai-nilai mistik ketimuran, terutama ajaran Buddha. Mungkin karena hal itulah, Hermann Hesse menulis Siddharta, sebagai ucap syukur atas ajaran-ajarannya.

Siddharta bercerita tentang perjalanan seorang brahmin (seorang brahmana) bernama sesuai judul novel. Siddharta  adalah anak kepala desa brahmin. Usianya beranjak dewasa, ketika ia meminta kepada sang ayah untuk berkelana. Sikap ini muncul saat ia melihat tiga orang samana (pertapa pengelana) yang singgah di desa. Ia ingin sekali berguru kepada para samana itu. yang meskipun dengan perawakan kurus kering, ceking, berpakaian compang-camping.
Bujukan dan rayuan Siddharta berbuah restu dari sang ayah. Kendati dengan berat hati melepas kepergian putranya yang shalih. Siddharta esok hari beranjak pergi menyusul para samana. Sahabatnya Govinda, ikut serta mendampinginya. Ia berani tidak membawa harta. Tidak khawatir tidak lagi belajar Upanishad.
Siddharta dan Govinda mengendus jejak para samana. Menulusuri rimba semakin dalam dan esok hari tiga samana berhasil tersusul. Keduanya  meminta para samana menginjinkan mereka berguru. Pemimpin para samana menginjinkan.
Hidup sebagai seorang samana sangat sulit. Siddharta dan Govinda tidak lagi bisa makan seperti di desa. Karena hidup di hutan, mereka hanya makan sesekali saja. Kadang beberapa hari mereka berpuasa. Sehingga, keduanya perlahan semakin kurus, sehingga tulang iga menonjol keluar. Semedi menjadi pengganjal perut mereka. Ajaran para samana menjelma menjadi energi bagi akal budi untuk tetap bersabar dan ajek.
Jika mereka sampai di sebuah desa atau kota, mereka berkeliling minta sedekah. Disinilah perut bisa terisi, energi kembali. Karena banyak orang sangat menghormati samana. Mereka percaya membantu para samana  dapat menambah berkah rezeki dari Tuhan. Sehingga Siddharta dan Govinda pulang membawa banyak sedekah.
Hidup bersama para samana membawa pengalaman baru bagi kedua samana muda ini. Stagnasi kehidupan di desa brahmin dapat terobati dengan hidup mengembara. Berjalan dan tidur di bawah terik matahari serta dinginnya hujan mereka nikmati. Hidup berteman penderitaan benar-benar mereka resapi dan cari hikmahnya. Sehingga jarak dengan Tuhan semakin dekat, mesra dan menyatu. 
Sesekali mereka berpikir untuk berguru sampai tua dengan para samana. Sampai mati pun mereka merasa sanggup. Tetapi hasrat itu perlahan mulai tergerus, terkikis menipis. Hal ini semakin memuncak ketika mereka mendengar kemunculan seorang manusia bijak. Manusia yang memiliki keutamaan di atas keutamaan. Sehingga, banyak orang datang berguru padanya. Orang itu bernama Gotama, Sang Buddha.
Siddharta dan Govinda  penasaran seperti apa Gotama itu. Mereka saling bertanya, apa keutamaan yang dimilikinya? Mengapa semua orang dari berbagai penjuru datang dan berguru? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kedua anak muda itu gelisah. Sampai suatu hari mereka putuskan untuk bertemu dengan Gotama. Pengembaraan bersama para samana tidak mereka teruskan. Keinginan untuk berjumpa dengan Gotama sudah tidak mampu tertahan.
Konflik dalam Siddharta mulai menunjukkan riak-riaknya setelah pertemuan dengan Gotama. Siddharta sangat mengagumi sosok Gotama. Tetapi, untuk berguru mungkin tidak. Ia berbeda pendapat dengan Govinda, yang terlanjur cinta kepada Gotama. 
Pertemuan dengan Gotama memisahkan kedua sahabat itu. Gotama, yang meskipun sempurna, tidak menarik hati Siddharta untuk berguru. Justru kesempurnaan itulah yang menjadi alasannya untuk pergi. Dari sini kehidupan Siddharta dimulai. Gejolak ujian dan samsara (penderitaan) menunggu kedatangannya, seperti diceritakan Hermann Hesse dalam bab-bab berikutnya. Hidup Siddharta sebagai samana yang soliter, dalam pengembaraan panjang tak berujung, akan benar-benar diuji. Selamat membaca.





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*