Runtuhnya Dinasti Jawara
Hasrat untuk menikmati
demokrasi hari ini belum sepenuhnya terpenuhi. Meskipun otoritarianisme sudah
terguling 15 tahun yang lalu. Masalah sentralisme kuasa yang menjadi pokok
konflik era Pak Harto itu rupanya masih hadir dalam wajah yang lain di era ini:
Politik Dinasti. Begitulah yang dialami rakyat Banten hari ini.
Politik dinasti di
Banten sudah lama menghegemoni terhitung sejak Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah
berhasil memenangkan Pilkada Banten 2006 lalu. Dengan terpilihnya Atut,
seketika hampir semua daerah di Banten di pimpin oleh keluarga besarnya. Bahkan,
sejak sebelum Atut menjadi guubernur. Sebut saja, saudara tiri, ibu tiri,
keponakan sampai ipar Atut duduk dalam jabatan strategis sebagai wakil dan
kepala daerah di Banten. Sedangkan, suami dan anak Atut menjabat sebagai
anggota DPR-RI 2009-2014.
Kini, politik dinasti itu
mulai oleng dengan tertangkapnya Adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana atau Wawan, oleh
KPK beberapa waktu yang lalu. Wawan ditangkap terkait perannya dalam kasus suap
pemilu di Lebak.
Isteri Wawan, Airin
Rahmi Diani, juga bagian dari politik dinasti Atut. Ia sekarang menjabat
walikota Tangerang Selatan. Airin dalam beberapa pemberitaan oleh sejumlah
media di duga terlibat dalam beberapa proyek yang di kelola Wawan. Ya, adik
Atut itu memang bertugas mengurusi bisnis keluarga yang mayoritas
mengoperasikan seluruh proyek di Banten. Mulai dari proyek pembangunan gedung
pemerintah, real estate, pom bensin,
dan lain-lain.
Kemarin, status hukum Atut
berubah. Putri Tubagus Chasan Sohib, jawara nomor satu Banten itu, di
tersangkakan oleh KPK. Ia dituduh terlibat dalam korupsi pengadaan alat
kesehatan di provinsi yang dipimpinnya. Kasus tersebut di duga pengembangan
dari penangkapan Wawan. Wawan sebagai kunci kerajaan bisnis keluarga, ibarat kotak
Pandora bagi hegemoni keluarga Atut. Mau tidak mau, suka tidak suka, kejahatan
harus dibayar dengan hotel prodeo.
Status tersangka Atut menjadi
kepala berita dimana-mana. Ikhtiar dan tawakal para mahasiswa yang ajeg menggelar
parlemen jalanan berbuah manis. Meskipun dibawah ancaman dan intimidasi oleh para
jawara pelindung Atut, mahasiswa tetap bersikukuh untuk berdemonstrasi. Rupanya
banyaknya kondisi rakyat Banten yang berada di bawah garis kemiskinan,
menggerakkan dan menghapus ketakutan anak-anak muda itu. Dengan status hukum
Atut yang baru, mahasiswa beramai-ramai mencukur habis rambut mereka sebagai
tanda terpenuhinya hajat yang selama ini mereka harapkan.
Pujian dan sambutan
riuh terdengar di penjuru Banten dengan warta tersebut. rakyat Banten puas dan
lega dengan keputusan KPK. Meskipun tidak sedikit, umpatan dan kritik yang mengalir
dari sebagian rakyat yang mendukung Atut.
Kabarnya kini Atut
sekarat. Ia sedang berada di suatu tempat yang dirahasiakan. Vonis tersangka
tidak dinyana membuatnya menjadi ketakutan dan jatuh sakit. Tetapi dengan
menghilang tanpa sebab, Atut rupanya malah semakin menodai posisinya sebagai
Gubernur Banten yang terhormat. Keberadaanya yang tidak diketahui rimbanya membuat
pelantikan Wali Kota Tangerang, Arif Wismansyah, kemarin tertunda tanpa
kepastian. Hal ini lantas menuai kecaman dari rakyat Tangerang yang gusar
melihat pelantikan pemimpinnya yang kembali batal.
Masa
Depan Dinasti Atut
Status tersangka Atut adalah
awal runtuhnya politik dinasti di Banten. Karisma mendiang sang ayah, yang
berhasil menghantarkan kemenangan Atut sebagai wakil gubernur pada Pilkada Banten
tahun 2001, tidak lagi mampu membantunya keluar dari masalah pelik itu. Atut
tidak punya alasan lagi untuk menunda pengunduran dirinya sebagai Gunernur
Banten. Sebab, sudah menjadi rahasia umum, belum pernah ada seorang tersangka
KPK yang lolos dari vonis penjara. Politik dinasti yang yang menyimpul Banten menjadi sebuah kekuatan
besar tak tertandingi, mulai menuju kehancurannya. Apalagi di duga dibangun di
atas fondasi politik yang korup.
Politisi seperti Atut tampaknya
hidup pada waktu dan zaman yang salah. Politik dinasti sebagai metode
politiknya sudah kuno di alam reformasi. Meskipun reformasi faktanya berjasa
memeratakan korupsi di daerah, tetapi dengan itu, korupsi juga akan berakhir dengan
cara ia muncul. Sebab, hukum sudah bangkit dari mati suri. Oleh karenanya, KPK
sebagai representasi utama seyogianya cepat bergerak. Merekayasa konstelasi
penegakan hukum menjadi adil, transparan dan akuntabel adalah kebutuhan yang
mendesak.
Kita berharap KPK dapat
menyelesaikan kasus ini dalam tempo yang singkat. Sebab, KPK masih punya banyak
tugas dari rakyat perihal pemecahan korupsi-korupsi besar, seperti Bank Century
dan Hambalang, yang sampai hari ini belum jelas muaranya. Rakyat berharap, KPK
jangan terlalu asyik menangkap para koruptor, sedangkan dalam waktu yang sama
lalai merekayasa sistem ketatanegaraan yang anti-korupsi.
Komentar
Posting Komentar