Ketika Semerbak Mawar Terselip Dalam 
Saku Celana







Apresiasi setinggi-tingginya saya berikan pada La Pili dan kawan-kawan atas kesuksesannya menyelenggarakan dialog semalam. Jujur, saya terkesiap ketika menyaksikan foto Bang Fahri menjadi latar poster tema dialog itu.  Antusiasme kehadiran kader KAMMI dari berbagai lapisan, juga zaman, membuat saya takjub. Good job!


Bagi saya, tema dialog; “Potret Gerakan KAMMI Maluku Utara: Antara Harapan dan Kenyataan” adalah suatu ide yang cemerlang. Tema ini saya lihat sebagai bentuk keprihatinan mendalam La Pili dan kawan-kawan menyaksikan kondisi internal KAMMI Maluku Utara hari ini. Di tengah memanasnya situasi pilkada, mencekamnya situasi keagrariaan masyarakat Maluku Utara, apllause sekencang-kencangnya saya berikan pada La Pili dan kawan-kawan yang berani mengangkat tema yang tidak biasa. 



Tidak perlu heran, ketidakbiasaan tema tersebut lantas mengusik ketenangan beberapa pihak. Seperti saya saksikan sendiri, salah satu pemateri tampaknya langsung gerah dan mengeluh. “Mengapa tidak mengangkat tema yang lain saja?” Ujarnya. Salah seorang penanya juga, seperti saya lihat, dengan jujur mengungkapkan hal yang sama. Dia bahkan memprotes foto Bang Fahri yang dianggapnya salah tempat. “Seharusnya yang terpasang disitu foto ketua Kamda Ternate.” Ujarnya dengan nada protes. 


Saya tidak membayangkan jika dialog ini akan berjalan meriah. Ada penyampaian sambutan dari Ketua Kamda Ternate. Ada deklamasi puisi dari Ketua Komsat UMMU. Dan satu hal yang menarik perhatian saya, seluruh akhwat mengenakan jilbab merah. Akhwat memang selalu kompak. 


Tiga pemateri yang dihadirkan hebat-hebat. Bang Mahri, sekretaris KA KAMMI Versi Fahri Hamzah, Ibu Faria Ishak dan Dosen IAIN Ternate, Bang Rasnal Bisnu. Namun, patut disayangkan, panitia menukar subtema yang sedianya akan dibawa Bang Mahri (Ideologi dan Falsafah KAMMI) dengan subtema Ibu Faria (Sejarah KAMMI di Maluku Utara) tanpa pemberitahuan langsung sebelumnya. Kasihan Bang Mahri, padahal beliau sudah semalam suntuk menyiapkan materi dan sudah membawa laptop pula untuk presentasi. Saya pikir, La Pili dan kawan-kawan mesti meminta maaf baik-baik pada beliau berdua.

Rasanya dialog kemarin dipandu langsung oleh sosok yang tepat. La Pili memang sosok paling pas mengingat usianya yang masih muda dan kapasitas keilmuannya yang memadai. Ketegasan La Pili memimpin dialog patut diacungi jempol. 


Sekira jam 22.00 WIT, dialog dimulai. Bang Mahri mengawali sesi materi menyampaikan Sejarah KAMMI di Maluku Utara. Tahun 2002, katanya, adalah tahun dimana Kamda Maluku Utara dilahirkan. Muslimin adalah ketua pertamanya. Waktu itu PP KAMMI belum mengaktifkan struktur kewilayahan. Baru pertengahan tahun 2000-an, Kamwil Maluku Utara dideklarasikan. Kata Bang Mahri, ketua pertamanya adalah Saman Rikun. 


30 menit kemudian giliran Bang Rasnal menyampaikan materinya. Dia mendahului ceramahnya dengan bertanya pada peserta dialog seputar perangkat kaderisasi KAMMI. Sebelum dialog dimulai dia sudah membagi-bagikan artikel materi kepada seluruh peserta. Subtema yang dibawakannya Bang Rasnal malam itu tentang situasi KAMMI di tengah praktek idealisme dan pragmatisme.   


Menurut Bang Rasnal, kader KAMMI seyogianya menjadikan Kredo Gerakan KAMMI sebagai panduan pergerakan. Hal ini nantinya menyasar pada konsepsi Muslim Negarawan sebagai prototipe ideal kader KAMMI. KAMMI sebagai Wajihah Amal Am dipandang dirinya sebagai sebentuk karakter KAMMI yang mesti dihargai. Konsep ini menyebut bahwa KAMMI adalah milik Jamaah Tarbiyah yang telah diinfaq-kan kepada publik. Orang dari mana saja, dari latar belakang apapun dapat masuk KAMMI tanpa boleh dibeda-bedakan.

Malam itu Bang Rasnal menjelaskan tentang apa maksud karakter KAMMI sebagai harakatut tajnid dan harakatul amal. Juga konsep al hizb huwal jamaah. Namun, hanya konsep pertama yang sempat dijelaskannya. Sepertinya beliau lupa. Saya pikir, jika konsep terakhir beliau jelaskan, atmosfer dialog pasti makin panas. 


Sesi materi terakhir diberikan La Pili pada Ibu Faria. Beliau adalah alumni KAMMI Sulawesi Selatan tahun 1990-an. Walaupun menjadi pemateri terakhir, Ibu Faria menunjukkan reputasinya sebagai mantan aktivis. Dia berbicara lantang dan tegas. Ketika dia mulai berbicara, seluruh peserta memberikan perhatian penuh. Sesekali gema takbir berkumandang dari barisan akhwat. Ibu Faira jelas sekali adalah idola mereka.


Ibu Faria memulai ceramahnya dengan bertanya pada forum. “Ada yang tahu, apa itu ideologi KAMMI?” Sejenak seluruh peserta terdiam. “Yang tahu angkat tangan!” Bukannya terprovokasi, nyali seluruh peserta malah makin menciut. Sepertinya mereka malu-malu. Atau barangkali tidak tahu. 


Kabid di Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara ini memulai uraiannya dengan kritik tajam pada tema dialog. Baginya isu internal yang diangkat pada dialog tidak penting. Dia justru mempertanyakan bagaimana kajian KAMMI terhadap berbagai isu lokal, nasional dan internasional akhir-akhir ini. Seharusnya, kata dia, isu dialog semalam diarahkan seputar hal-hal demikian. Saya pikir, dia pura-pura tidak tahu pengaruh konflik antar para alumni (KA KAMMI Fahri Hamzah atau Kongres Jakarta vis a vis Kongres Bandung) terhadap psikologi kader KAMMI di akar rumput. Rupanya dia tidak terus terang.


Menurut Ibu Faria, ideologi KAMMI lekat dengan laku dan perbuatan KAMMI. Tabiat gerakan KAMMI menunjukkan ideologi KAMMI. Pada slide presentasinya, mula-mula dia selayang pandang menjelaskan definisi ideologi. Uraiannya kemudian berhenti pada definisi ideologi KAMMI. Sampai disitu, saya terkejut. Ibu Faira, dalam skema yang dibuatnya, menggambarkan ideologi KAMMI adalah kombinasi dari Paradigma Gerakan KAMMI plus Mihwar Gerakan KAMMI.  Dia yakin, formulasi kelima unsur Paradigma Gerakan KAMMI (dakwah tauhid sampai politik ekstraparlementer) plus Mihwar KAMMI (fase ideologisasi, resistensi sampai internasionalisasi) –yang disusun Rijalul Imam- adalah ideologi KAMMI. 


Sampai disini, saya pikir beliau adalah seorang pengarang yang lucu. Sebab, jamak diketahui, sampai hari ini tak ada yang tahu apa ideologi KAMMI. KAMMI tidak pernah secara eksplisit berbicara apalagi mengkonseptualisasikan ideologinya secara spesifik. Jangan setinggi itu dulu, jenis kelamin KAMMI –independen atau tidak- saja sampai hari ini masih pro kontra. Improvisasi yang dilakukan Ibu Faria bagi saya adalah sebuah bid’ah pemikiran. Saya tidak paham, apakah beliau tahu tidak mengenai sikap KAMMI hari ini terhadap ideologinya sendiri. 


Tak lama kemudian sesi materi berakhir. La Pili membuka sesi diskusi. Tiga pemateri langsung digebuki dengan empat orang penanya yang kritis-kritis. Dua ikhwan, satu akhwat dan satu ummahat


Penanya pertama adalah Samiun dari Komsat IAIN. Dilanjutkan dengan Tamhid dari Komsat UMMU. Anita dari Kamda Ternate dan Kak Zaskia dari Kamwil. 


Dimulainya sesi diskusi membuat atmosfer dialog tambah panas. Pemicunya dimulai dari pernyataan Ibu Faira yang mensinyalir banyak kader KAMMI di Morotai mencoblos Beni Laos. Ia menyarankan pengurus Kamda dan Komsat untuk mengevaluasi kader-kadernya. Setelah dia selesai, Tamhid lantas bertanya. Sebelumnya ia mengaku dari Morotai. Setelah selesai bertanya Ibu Faira bertanya pada Tamhid. “Antum pilih siapa di Morotai?” Tamhid tidak menjawab. “Jangan-jangan Antum milih Bela ya?” Tamhid tertawa. Sontak seluruh peserta tertawa. Ibu Faria menggelengkan kepala. Dari air mukanya saya tangkap ada kejengkelan.


Pemicu keramaian berikutnya adalah pertanyaan dari Kak Zaskia. Tidak hanya memprotes foto Bang Fahri, ia juga memperotes Bang Mahri. Dia tak setuju kalau Saman Rikun disebut ketua Kamwil Malut pertama. Sesungguhnya, kata Kak Zaskia, ketua pertama Kamwil adalah Jarir. Atmosfer dialog kembali memanas. Tidak saja mengkritik narasumber, Kak Zaskia juga melebarkan kritiknya kemana-mana. Ia mengeluhkan mati surinya Komsat UMMU. Ia mengatakan ketua komsat tersebut tidak becus bekerja. 


Pemicu keramaian terakhir terjadi saat sesi diskusi hendak mau ditutup La Pili. Tiba-tiba seseorang yang duduk di barisan depan mengangkat tangan. Lama saya perhatikan, orang itu rupanya ketua Komsat FKIP, Fajri. 


Fajri tidak puas dengan dinamika dialog sepanjang malam itu. Dia sepertinya perlu untuk berbicara perihal ketidakpuasannya. Tapi, La Pili sebagai moderator tidak setuju. Ia menolak. Fajri tetap kukuh. Ia lantas berdiri dan bergegas ke depan. Mikrofon yang tergeletak di atas meja diambil dan dia mulai bicara. 


Seluruh peserta terkesiap ketika dia mulai berbicara. Nada suaranya tinggi. Barisan kata-kata disampaikan dengan ketus. Tapi sejurus La Pili lantas memotong. Fajri terus saja bicara sehingga keduanya langsung terlibat perdebatan sengit. Tak mau kalah, La Pili juga mengeraskan suaranya. Kini, volume suara mereka seimbang. Saya yang duduk di barisan belakang jadi tak mendengarkan jelas apa yang keduanya hendak sampaikan. 


Watak La Pili yang cukup keras segera menyiutkan nyali Fajri yang  notabene juniornya di FKIP. Dia berhenti bicara dan meletakkan mikrofon kembali ke tempatnya semula. Dia berjalan menuju kursi duduknya, meraih tas, dan langsung berhamburan ke luar gedung. Wahyudi pun berdiri menyusul langkah Fajri yang sudah berada di luar. Begitu pun saya.

Wahyudi mengejar Fajri sampai di depan gerbang sekolah. Keduanya terlibat pembicaraan serius. Beberapa kader KAMMI segera menyusul. Berselang beberapa sesaat, saya juga begitu. Kata Fajri, setelah saja ajak bicara empat mata, konflik dalam dialog tadi seharusnya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Menurutnya, harus ada jalan tengah untuk menjembatani prasangka di antara kader. Fajri mengusulkan forum dialog agar dilanjutkan dengan rapat terbatas seluruh kader. Inilah usulan yang hendak disampaikannya tadi. 


***


Pada dialog semalam, banyak hal menarik keluar dari ceramah ketiga narasumber. Ada beberapa informasi, pemikiran dan doktrin gerakan yang terlontar. Sebenarnya, beberapa hal tersebut penting untuk diketahui para peserta dialog, sayang sekali, saya melihatnya tidak maksimal terartikulasikan dengan baik. Padahal berbagai hal tersebut adalah ilmu yang penting bagi seluruh kader KAMMI. 


Rasanya, ada yang disembunyikan atau dilupakan konten penyampaiannya sebagaimana mestinya. Pertama, materi dari Bang Mahri rasanya belum disampaikan dengan lengkap dan mendalam. Betul kritik Kak Zaskia, seharusnya Bang Mahri tidak hanya bercerita sampai pada ketua umum Kamwil kedua saja. Masih banyak deretan ketua umum lainnya sampai masa Safrudin Kader sekarang. 


Selain itu, dan ini yang paling penting, adalah bagaimana kronologi masuknya KAMMI ke Maluku Utara. Siapa yang membawanya dan siapa deklaratornya, seharusnya bisa diceritakan lebih panjang lebar. Perlu diuraikan pula mengapa baru setelah 4 tahun berdiri secara nasional, KAMMI baru bisa masuk ke Maluku Utara? Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhinya, dsb, harus pula dijelaskan. Satu hal yang juga penting adalah sejarah pendirian Kamda di beberapa kabupaten kota seperti Ternate, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula. Mengapa pula sampai hari ini, Kamda masih sukar menyebar ke kabupaten yang lain. 


Kedua, sebetulnya materi yang dibawakan Bang Rasnal adalah subtema pokok dalam dialog semalam. Independensi KAMMI Antara Idealisme dan Pragmatisme sebetulnya adalah materi amat seksi yang dapat menggugah sekaligus mengetuk kesadaran kader KAMMI tentang konflik internal yang mendera organisasi ini satu tahun terakhir. Penjelasan tentang KAMMI sebagai Wajihah Amal Am saya pikir, cukup memuaskan, tapi untuk selanjutnya, belum. 


Menurut saya, Bang Rasnal gagal menyampaikan hakikat keindependensian KAMMI. Saya suka dia membawa materinya dengan gaya andragogi. Sangat Jogja bangetlah. Tapi, dia tak memberikan kesimpulan apapun bagaimana sebaiknya independensi KAMMI dipahami dan diterjemahkan dalam laku keseharian kader KAMMI. Yang paling penting adalah bagaimana kader KAMMI mengartikulasikan keindependensiannya terhadap PKS. 
Mengingat, beberapa waktu lalu, pengurus Kamda dan Kamwil diduga melakukan blunder terkait hal ini. Di mana, sejauh yang saya tahu, Bang Rasnal juga mengetahui bahkan mengkritiknya. 


Saya merasa ada kekurangan ketika Bang Rasnal hendak menguliti ikhwal struktur keindependensian KAMMI. Pertama, Bang Rasnal cukup baik menguraikan sedemikian rupa seputar karakter KAMMI sebagai harakatut tajnid dan harakatul amal. Tapi mengapa tidak disambung dengan uraian tentang al-hizb huwal jamaah? Padahal, bagi saya, doktrin ini sangat penting untuk dipahami. Saya pikir, Kak Rasnal sadar bahwa doktrin ini bukan pada tempatnya disampaikan pada forum dialog malam itu. Tetapi, saya kira, toh rata-rata kader KAMMI sudah tahu sedikit banyak hubungan yang terjalin antara KAMMI dan PKS. Jika nasi sudah jadi bubur, mengapa bubur mesti dijadikan nasi lagi? Kak Rasnal terlihat tidak percaya diri, mungkin dia merasa masih baru. 


Ketiga, sudah bukan zamannya lagi untuk mengalihkan perhatian kader pada masalah besar yang seharusnya lekas diakhiri. Tema dialog semalam sudah betul untuk didiskusikan. Tidak ada masalah yang lebih penting dari pada membenahi masalah rumah tangga sendiri. Abraham Lincoln pernah berkata “A house divided against itself cannot stand.” Bagaimana mau mengadvokasi warga Gane -yang ditindas pemerintahnya sendiri- jika kaki kanan KAMMI terpapar cidera? Bagaimana KAMMI mampu mengusut banjir di Obi -yang melibatkan kaki tangan pemerintahnya sendiri- apabila tubuhnya sendiri diserang malaria? Kepada Ibu Faria, senior kami yang mulia, mari jujurlah. Jangan menuduh tema dialog itu tidak penting. Kader KAMMI hari ini sudah tidak dapat dibodohi lagi. Mereka tahu para seniornya lagi berkelahi dan merasa malu untuk ditengahi. 


***


Sesungguhnya, kader KAMMI sudah cukup paham mengapa internal organisasinya mengalami gejolak konflik seperti ini. Salah tempat jika para narasumber bersikap setengah-setengah menjelaskannya pada mereka. Kader sebetulnya butuh keterusterangan. Sudah bukan zamannya lagi budaya merahasiakan persoalan organisasi setelah ramai menjadi konsumsi publik. Apalagi pada kader sendiri. Saya pikir, jika para intelektual KAMMI terus-menerus bersikap begini, kemilau cahaya kebesaran KAMMI yang diharapkan mampu menyinari sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia akan selalu redup. Sulit beranjak maju. Saya khawatir, kebesaran KAMMI yang seumpama mawar –seperti berada pada logo KAMMI- seharusnya menebarkan aroma wangi ke luar, sengaja dikunci dalam saku celana para intelektualnya, yang seyogianya bersikap sebaliknya. KAMMI kini tidak lebih seperti setangkai mawar yang layu. 




Jati, 28 Februari 2017


















Komentar

  1. The Citizen Titanium Watch – Home Design and - The
    The Citizen Titanium titanium camping cookware Watch how to get titanium white octane is one of the most advanced ion titanium on brassy hair and effective watches babylisspro nano titanium hair dryer on the market. everquest: titanium edition The watch features an impressive three-tone-tone design

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*