Rumah Jalanan : Solusi Pendidikan Alternatif





Presentase jumlah penduduk buta aksara di Indonesia saat ini berbanding terbalik dengan jumlah melek huruf pada awal kelahiran negara ini. Saat ini tersisa 5 persen rakyat yang masih buta aksara. Hal ini mengakibatkan kapasitas mengakses informasi relatif terbatas. Kabar baiknya fenomena seperti ini tidak lagi banyak ditemukan di wilayah perkotaan. 

Saat ini buta aksara jarang ditemukan di wilayah perkotaan. Sayangnya kelebihan itu tidak berdampak dengan kualitas hidup orang-orang kota. Ternyata masih banyak orang disana yang menggantungkan hidupnya pada pemberian orang lain. Meminta-minta dan mengemis di jalanan. Padahal kalau ditelisik, kemampuan fisik mereka sebenarnya masih mampu bekerja. Termasuk anak-anak usia sekolah (6-17 tahun) yang seharusnya disibukkan dengan aktivitas di sekolah.
Anak-anak ini sekilas terlihat tidak memiliki semangat hidup. Rawut wajah mereka yang murung dan kosong sudah menjadi tontonan umum di jalan. 

Sebenarnya keberadaan mereka tidak menampakkan dan merepresentasikan anak Indonesia yang mempunyai mimpi besar. Hal ini menimpa mereka disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang mendesak. Selain itu, tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban premanisme.


Anak-anak ini umumnya jika diminta membaca berita di media massa atau menghitung uang, bisa mereka lakukan. Tidak hanya itu, sebenarnya mereka juga tahu bagaimana cara untuk memperbaiki hidup. Setidaknya untuk menjual sesuatu, mereka bisa. Tetapi potensi alamiah ini saat ini belum bisa mereka praktikkan. Sayangnya masyarakat dan pemerintah tidak banyak peduli dengan keadaan mereka.

Peran KAMMI
KAMMI hadir disini tidak hendak membantu anak-anak ini untuk merubah kondisi ekonomi mereka. Bukan membantu mereka dengan memberikan sumbangan atau sejenisnya. KAMMI hadir untuk mengajarkan mereka cara untuk mendapatkan kebutuhan mereka. Sebab, masalah perekonomian selalu menjadi masalah yang tidak pernah berakhir, bahkan di KAMMI sekalipun. 

Disini fokus meningkatkan wawasan pengetahuan menjadi  konsentrasi KAMMI. Karena KAMMI beranggotakan mahasiswa. Kelompok terpelajar dan berpengetahuan, maka sudah seharusnya berkosentrasi membenahi  pada sektor ini. Sebab, mengajar sudah merupakan bagian dari  aktivitas KAMMI. 

Kalau Anis Baswedan berkontribusi untuk bangsa dengan Gerakan Indonesia Mengajar. Gerakan yang mengajarkan dan bertugas menghabiskan sisa buta aksara di wilayah tumbuhnya –di daerah pelosok dan pedalaman. KAMMI justeru berbeda. KAMMI berkontribusi untuk membersihkan kedangkalan pengetahuan anak-anak jalanan. Sebab masalah buta huruf bukan lagi merupakan masalah akut bagi mereka. KAMMI disini mengutamakan pendidikan pada wawasan untuk melahirkan kesadaran religi, kesehatan dan ekonomi. 

Mengapa harus tiga kompentensi tersebut? Kita tahu anak-anak ini –misalnya anak metal, umumnya rentan dengan perilaku seks yang menyimpang. Banyak data menunjukkan mereka sering berganti pasangan tanpa hubungan yang jelas. Mereka banyak tidak peduli dengan efek panjang dari perilaku seks menyimpang tersebut.

Praktik kekerasan dan premanisme juga sangat dekat dengan lingkungan hidup anak-anak ini. Tidak sedikit preman-preman baru muncul dari komunitas ini. Anak-anak ini akan sulit dikendalikan jika tumbuh menjadi preman. Pemerintah akan mendapat tugas baru untuk mencegah pertumbuhan pesakitan baru ini.

Anak-anak jalanan umumnya kurang memperhatikan kebersihan diri. Seperti; mengganti pakaian, akses memperoleh makanan, tidur, dan lain-lain. Anak-anak ini juga beresiko terjerumus dalam kebiasaan buruk orang perkotaan seperti merokok dan candu (narkoba). Tidak heran penyakit kulit, kelamin, sering menimpa mereka.

Untuk bertahan hidup, kebanyakan anak-anak ini bergantung dengan mengamen. Selain itu, hampir tidak ada inovasi  untuk mencari nafkah dengan cara yang lebih baik. Sebab umumnya anak-anak ini tidak tahu cara membaca peluang mencari uang. Setidaknya membaca keadaan  yang berpeluang menghasilkan Rupiah.

Upaya untuk menumbuhkan jiwa wirausaha pada anak-anak ini setidaknya dapat membantu memperbaiki hidup mereka. Sangat bermanfaat jika setelah itu mereka mampu mempraktikkan hasil belajar di Rumah Jalanan. 

KAMMI dengan Rumah Jalanan hadir untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan diatas. KAMMI bertanggung jawab memastikan anak-anak ini mempunyai mimpi besar di masa depan. Dengan mengajarkan mereka cara untuk memperoleh mimpi-mimpi tersebut, setidaknya KAMMI sudah berperan dengan baik. 

Rumah Jalanan tidak membutuhkan infrastruktur yang kompleks. Tidak perlu menghabiskan banyak uang. Selama KAMMI memiliki SDM dan kesadaran untuk melakukan perubahan, sehingga anak-anak itu bisa belajar dengan tenang, aman dan nyaman. Maka itu sudah sangat baik. Dengan keterbatasan dana, KAMMI harus cermat dan kreatif membaca kebutuhan Rumah Jalanan. 

Untuk pengembangan kualitas pendidikan Rumah Jalanan ini, KAMMI juga bisa mengundang para pakar yang berkapasitas untuk juga terlibat. Terutama dalam mengelola tiga fokus pendidikan di atas. Penulis kira, dengan tanpa imbalan, para pakar ini akan bersedia membantu. Dengan peran para pakar ini dan publikasi rutin di media massa, suntikan dana dari para dermawan dan Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar, tidak mustahil didapatkan. 

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamith Thariq

Kasihan, 30 Mei 2013




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*