A Dirty Carnival: Sebuah ‘Post-thriller film’ Korea
Judul: A Dirty Carnival
Durasi: 139
menit
Tahun: 2003
Produksi: CJ Entertainment dan Sidus Entertainment
Sutradara: Yoo Ha
Aktor: Zo In-Sung, Jin Goo, Lee Bo-Young
Asal: Korea Selatan
Puluhan film thriller bergenre gangster dan mafia telah
banyak diproduksi. Tidak sedikit diantaranya mendapat nominasi dan penghargaan sebagai
film terbaik.
Penghargaan Academy Award, Emmy dan Cannes sudah banyak diberikan
kepada varian film ini yang memotret kehidupan para gangster di berbagai belahan
dunia. The Godfather (1974), Scarface (1987), A Prophet (2008) dan The
Outrage (2010) merupakan beberapa
dari sekian banyak contoh dari genre film ini.
Film yang berkisah tentang sisi lain kehidupan anak
manusia ini sayangnya sedikit yang berasal dari Korea Selatan. Terutama tidak
banyak yang bisa ditemukan sebelum dekade 2000-an. Sedang di negara Asia yang
lain seperti Jepang dan Hongkong tidak perlu dibicarakan lagi.
Agaknya mitos ini mulai sepenuhnya hilang. Industri
perfilman Korea yang mulai bangkit sejak awal 2000-an sudah tuntas menguburnya.
Tidak hanya sukses dengan drama legendaris seperti Autumn in My Heart (2000) dan Winter
Sonata (2001). Negeri Gingseng tersebut diam-diam merintis proyek industri
perfilman besar-besaran justeru ketika industri drama Asia sedang berjaya.
Film My Friend
(2000), Gangster High (2006), Nameless Gangster (2012) dan A Dirty Carnival (2006) merupakan
beberapa di antaranya. Untuk film yang terakhir penulis akan mengkomentarinya
lebih dalam. Sebab yang terakhir ini adalah satu varian yang berbeda dari sisi
kebernasannya dan seterusnya akan menginspirasi model film bergenre serupa di
Korea.
Film Korea dikenal oleh seluruh konsumen film di
dunia sebagai jenis film yang berbeda secara radikal dengan film-film dari
negara yang lain, khususnya di Asia. Film korea lebih memilih mengisahkan sisi realita
kehidupan manusia daripada sisi idealita dan populerisme kisah yang berakhir
dengan happy ending dan kemenangan tokoh
protagonis (tokoh utama).
Kisah-kisah dalam Film Korea dikenal lebih
menonjolkan keharubiruan kisah anak manusia. Aroma kesedihan yang menonjol
dibalut instrument klasik melankolis serta akhir kisah yang sulit diprediksi.
Justeru karena formasi inilah perlahan menggiring film Korea ke hati mainstream
para penggila film dekade 2000-an sampai sekarang.
Pertarungan
Kepentingan
A
Dirty Carnival mewakili tiga formasi tren film Korea
itu. Ditambah aroma survival dan
kekerasan yang ditampilkan sangat natural meyakinkan kehebatan film yang sutradarai
oleh Yoo Ha dan disponsori CJ Entertainment ini untuk ditonton.
Film ini mengisahkan kehidupan kekinian gangster di
Korea. Terutama Geng Rotary yang sedang menancapkan sayap kekuasaannya di kota.
Mempertahankan keberadaannya dengan berbisnis ala gangster pada umumnya: kasino
dan jasa rentenir.
Sang-Chul (Je-Mun Yun) -seorang gangster yang kini
telah sukses- adalah pemimpin geng yang dikenal suka beraksi dengan pisau
sashimi ini. Ia sedang mendapat ancaman
dari gangster lain karena ekspansi bisnisnya yang masuk wilayah musuh. Anak
buahnya dikerahkan untuk mengendalikan situasi.
Satu yang menonjol diantara anak buahnya adalah Kim
Byung-Doo (Zo In Sung). Tokoh utama dalam kisah ini. Seorang pemuda putus
sekolah yang karena alasan ekonomi dan didukung dengan postur fisik yang baik
memutuskan untuk bergabung dengan Rotary. Untuk mensejahterakan keluarganya
yang miskin dan ibu yang sakit-sakitan.
Kinerja yang selalu memuaskan membuat Byung-Doo
mendapat tempat terhormat di dalam geng. Tetapi dengan karakter yang keras, kritis
dan rakus, segera membuatnya dianaktirikan oleh Sang-Chul yang lebih memilih
Young-Pil (Cho Jin-Woong) -seorang yang tidak berguna dibanding dirinya-
sebagai tangan kanan.
Karena membunuh pengacara Park atas permintaan
sponsor utama Rotary sekaligus bos Sang-Chul, Myung-Geun (Chun Ho-Jin).
Byung-Doo diam-diam diburu oleh Sang-Chul. Karena aksi gegabahnya itu membahayakan
keberadaan geng. Meskipun untuk menolong sang sponsor yang terus diperas oleh
Park.
Tetapi Byung-Doo segera menyadarinya konspirasi itu dan
memutuskan beraksi lebih dahulu. Pada pesta pernikahan adiknya, Sang-Chul
dibunuh oleh Byung-Doo. Sedangkan Young-Pil dibereskan oleh Oh Jong-Soo (Jin Goo),
tangan kanan Byung-Doo. Kuasa Sang-Chul seketika berpindah ke Byung-Doo dan
sekaligus menempatkannya tepat di bawah Myung-Geun.
Di sisi lain Byung-Doo memiliki kisah cinta dengan
sahabat masa kecilnya, Kang Hyun-Joo (Lee Bo-Young). Tetapi hubungan mereka
segera terganggu oleh statusnya sebagai mafia. Byung-Doo dipertemukan dengan Hyun-Joo
oleh teman dekat keduanya, Kim Min-Ho (Namgoong Min). Sutradara amatir yang
sedang merintis film tentang gangster.
Min-Ho berobsesi membuat film gangster yang sukses.
Karena itu ia mencari Byung-Doo -yang belakangan ia ketahui dari polisi sebagai
seorang gangster- untuk menjadi sumber interview skenario filmnya. Disinilah
konflik dalam A Dirty Carnival
bermula. Konspirasi pembunuhan antar anggota di dalam geng segera tercium
kembali pasca pembunuhan Sang-Chul. Dan Myung Geun, kini menjadi sutradara
konspirasi berdarah tersebut. Yang mengorbankan Byung-Doo ke dalam jurang
kekalahan.
Film ini menampilkan skenario cerita yang memacu
riak-riak adrenalin penonton. Aksi tawuran dan duel antar geng yang dikemas
apik menguatkan pesan kegengsian kuasa diantara para penyakit masyarakat ini. Perkelahian
yang terlihat asli dan jauh dari rekayasa seni beladiri membuatnya ibarat sebuah
dokumentasi faktual sebuah kehidupan para public
enemy.
Kisah percintaan tidak lupa dimasukkan oleh Yoo Ha
seperti film Korea kebanyakan. Hanya dalam film ini memilih tidak menampilkan
nuansa vulgaritas yang populer sebagai pelengkap film thriller. Sehingga film
ini bisa ditonton oleh penonton remaja hingga dewasa.
Tidak hanya menampilkan perjuangan dalam cinta
sepasang kekasih. Perjuangan cinta atas nama keluarga, persaudaraan geng dan
persahabatan masa kecil menjadi pesan utama dalam film ini. Meskipun kemudian
materilah yang menentukan akhir persaudaraan Byung-Doo dan Min-Hoo serta anak
buahnya (Jong-Soo, dkk).
Pada akhirnya, tidak ada sahabat sejati dalam dunia
gangster. Senada dengan dunia politik. Kesetiaan hanya bermuara pada materi dan
berakhir dengan materi. Hanya kuasa pemilik materi yang berhak merubah,
menentukan dan mengonspirasi cerita.
Akhir film thriller yang familiar menganakemaskan
tokoh utama sebagai pihak yang selalu menang, survival dan hidup bahagia akhirnya runtuh seketika. Kepopuleran tren
tersebut tidak bersambut dalam A Dirty
Carnival. Rupanya belenggu keasyikan menonton tidak hanya berpihak pada
mainstream film thriller yang protagonist
centrik (terpusat pada tokoh protagonist) yang cenderung memenangkan tokoh protagonis.
Tetapi kini beralih pada tren protagonist-antagonist
centrik yang merepresentasikan realita kehidupan manusia yang terkadang
memenangkan tokoh antagonis (tokoh penentang).
Kemapanan protagonist
centric dalam film thriller lambat laun namun pasti akan berakhir. Seperti
pada film bergenre drama. Dan akhirnya masuk pada zaman (baca: tren) yang serba
relatif dalam hidup manusia saat ini (postmodern). Yaitu tren saat film
thriller tidak lagi menjadi sukses dan laris karena kemenangan tokoh utama pada
akhir cerita. Tetapi menetralkan kemenangan kedua tokohnya (protagnis dan
antagonis) dalam pembagian yang proporsional dan emansipatoris yang disebut post-thriller film.
Zulfikhar
Pegiat
Diskusi Film
Asal
Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar