Ketaatan di dalam KAMMI

Barangkali menjadi anugerah yang besar sampai saat ini. Terutama untuk kader-kader KAMMI yang senantiasa bergerak dan berjuang. Bahwa organisasi ini menjelang usianya yang kelimabelas nanti tetap solid dan menawarkan solusi-solusi peradaban.

Organisasi yang hadir untuk mewujudkan negara Indonesia yang islami ini sampai sekarang tetap konsisten (istiqomah) dan komitmen (iltizam) dengan asholah organisasi. Bahwa KAMMI adalah gerakan dakwah tauhid; gerakan pembebasan manusia dari berbagai bentuk penghambaan terhadap materi, nalar, sesama manusia dan lainnya, serta mengembalikan pada tempat yang sesungguhnya: Allah swt.

Kehadiran KAMMI dalam kancah perpolitikan moral bangsa ini jamak menjadi diskusi-diskusi mahasiswa. Organisasi yang menyematkan Islam sebagai inspirasi utamanya kini menjadi salah satu pilar pembangun pemuda terkhusus mahasiswa saat ini. Sebab, ketauladanan persuasif yang diberikan oleh KAMMI dalam amal gerakannya terbukti bisa diterima oleh semua pihak sebagai objek pesan-pesan moral KAMMI.


Sudah bukan rahasia umum lagi, KAMMI kini menjadi prototip pergerakan massa yang mengedepankan perdamaian dan perbaikan dalam aksi-aksi demonstarasi di jalan. Anarkisme dan vandalisme (pengrusakan) ditegaskan oleh KAMMI sebagai tindakan kontraproduktif dalam aksi massa dan haram –menurut standar moral KAMMI- untuk dilakukan. Inisiatif KAMMI, tindakan amoral itu tidak akan memberikan perubahan yang signifikan, sebaliknya menciderai perubahan itu sendiri. Perbaikan hakikatnya tidak dapat ditolerir dengan aksi pengrusakan.

Rukun Taat
Berbeda dengan tradisi organisasi-organisasi mahasiswa lain yang cenderung menyelesaikan perbedaan-perbedaan konseptual internal diantara mereka dengan mendirikan gerbong-gerbong fanatik. Faksi-faksi yang mendiskreditkan satu dengan yang lain. KAMMI dalam urusan rumah tangganya menegasikan (membuang) hal itu. 

KAMMI bukan organisasi yang kader-kadernya gemar melakukan makar –mereka itu tidak tepat disebut kader KAMMI sebab menciderai konstitusi dan tradisi organisasi. Apalagi membela ide subyektifnya dengan membawa massa pendukung. Tidak sehat dalam organisasi mengamini praktik-praktik seperti itu. Permasalahan internal harus segera diselesaikan. Sebab KAMMI mengedepankan tradisi ukhuwah dalam organisasinya; persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI.

Perbedaan adalah sunnatullah (hukum alam) dan dengan lapang dada harus diterima oleh semua manusia. Tetapi, perbedaan itu tidak boleh berlarut sehingga mempengaruhi gerak organisasi. Oleh karena itu di dalam KAMMI ada konsep syura (musyawarah). Sehingga akhirnya perbedaan-perbedaan –pergulatan tesis dan antithesis- itu dalam syura disintesiskan menjadi kesepakatan. KAMMI menyadari keputusan syura itu adalah keputusan terbaik dan insya Allah diridhoi. Sehingga wajib sebagai kader yang baik tsiqoh (percaya) dan taat menjalankannya.

Perbedaan dalam syura itu wajar dan harus diapresiasi sebab menunjukkan kekayaan konsep dan ide bagi organisasi. Tidak ada ide individual yang lebih baik daripada ide komunal dalam organisasi. Ide yang lahir dari kesepakatan syura sesungguhnya adalah ide yang terbaik. 

Di dalam mengaplikasikan hasil syura organisasi, KAMMI menggunakan prinsip “taat.” KAMMI percaya terhadap konsep taat bahwa itu adalah hal yang tsawabit (tidak bisa berubah) dalam tradisi organisasi. Taat inilah yang memperkuat perjalanan organisasi dalam melakukan eksekusi amal. Tanpa ketaatan eksekusi-eksekusi itu tidak akan berjalan optimal. Hassan al-Banna pernah berpesan, “dakwah ini tidaklah dapat meraih keberhasilan, kecuali dengan ketaatan total juga.”

Ketaatan ini diretas dalam konsep al-Qiyadah wal Jundiyah (pemimpin dan prajurit). Bahwa seorang prajurit seyogyanya taat kepada perintah pemimpin. Anggota organisasi harus mematuhi perintah pemimpin menjalankan kebijakan-kebijakannya. Jelas yang dimaksud adalah kebijakan yang lahir dari kepala pemimpin dan dari syura selama itu tidak bertentangan dengan asas-asas syar’i. 

Konsep ini barangkali mirip dengan tradisi ketaatan dalam militer. Kemiripannya dalam kesiapan dan keikhlasan seorang kopral menjalankan perintah seorang kapten. Tetapi, perbedaannya terutama dalam tradisi menjalankan perintah. Militer dalam tradisi kepemimpinannya meminjam metaphor Emha Ainun Najib, menggunakan model yang adoptif (taat buta/taklid). Mereka jamak tidak memperhatikan kebijakan-kebijakan itu bertentangan dengan asas syar’i atau hukum positif. Militer yang seharusnya menjungjung dan melindungi asas kemanusiaan yang adil dan beradab, faktanya banyak melanggar asas kemanusiaan untuk menjunjung kemanusiaan. Mereka lebih percaya kepada negara daripada rakyat. Hal inilah yang keliru dan sayangnya diadopsi dalam banyak demonstrasi-demonstrasi mahasiswa.

Di dalam KAMMI, konsep adoptif tidak dipakai. Yang dipakai justeru konsep adaptatif (ittiba). Artinya jika kebijakan atau perintah itu tidak sesuai dengan standar moral organisasi (syariat), maka harus ditinggalkan. 

Faktanya sampai sekarang, KAMMI masih menjungjung konsep itu. KAMMI mengedepankan konsep adaptasi untuk bergerak. Meskipun ada beberapa oknum dalam organisasi yang ingin menegasikan konsep ketaatan itu. Sebab konsep itu menurut mereka mempersemit kebebasan berpendapat dan bergerak. 

Mereka memandang KAMMI sebagai organisasi yang seyogyanya memprioritaskan dinamika intelektualitas. Tanpa mempertimbangkan tiga paradigma lain yang sesungguhnya saling menopang. Mereka memandang KAMMI harus memandirikan dan mengurus dirinya sendiri. KAMMI harus berlepas secara struktural dari dominasi Jamaah dan mengaksentuasikan dirinya sebagai organisasi independen.

Penulis paham mengapa KAMMI harus independen. Pertama, karena peradigma KAMMI mengatakan bahwa KAMMI adalah gerakan politik ekstraparlementer. Kedua, gerakan independen masih menjadi populis bagi gerakan mahasiswa. Ketiga, tanpa tradisi independen organisasi tidak akan dilirik mahasiswa karena menjadi undebouw partai politik yang analog menuhankan kepentingan komunal/partisan. Keempat, organisasi akan dilarang kampus sebab partai politik dilarang masuk kampus. Sehingga ruang gerak organisasi terbatas dan mengalami penghancuran dari luar.

Menurut penulis, keempat hal itulah yang mendorong mereka kembali kepada teks populis sebagai organisasi mahasiswa yang harus independen. Bahwa KAMMI harus mengurus rumah tangganya tanpa ada intervensi dari  pihak lain. Itu benar dan penulis sepakat. Tetapi perlu ada mekanisme pembagian dan prioritas antara KAMMI dengan Jamaah.

Mereka tidak sadar bahwa KAMMI hanyalah wasilah untuk menopang proyek islamisasi Indonesia. KAMMI adalah organisasi yang tidak hanya berfokus  kepada tradisi intelektual tetapi dakwah tauhid. Atas nama dakwah itulah KAMMI ada dan lahir. Bukan saja atas nama memperjuangkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. KAMMI bukan hanya melahirkan calon pemimpin-pemimpin masa depan. KAMMI juga harus memastikan bahwa calon pemimpin-pemimpin itu memiliki wadah untuk menyalurkan potensi kepemimpinan profetiknya itu.

Ketaatan terhadap prinsip organisasi KAMMI akan membawa kader menjadi pemimpin pada level posisi apapun. Kader akan sadar dengan ketaatan itu, bahwa ia harus memimpin. Dengan jaminan kapasitasnya untuk melakukan perubahan, maka tidak ada keraguan lagi bahwa ia harus mengabdikannya dengan menjadi pemimpin.

Ketaatan yang dilandasi prinsip adaptasi tidak akan melemahkan organisasi. Sebab dengan ketaatan itulah kader percaya bahwa mereka harus melakukan perubahan itu. Mereka percaya bahwa dengan ketaatan sepuluh, seratus, bahkan seribu orang diantara mereka –dengan ide yang sama- pasti akan meretas perubahan. Maka, tanpa ketaatan, tanpa konsep al-Qiyadah wal Jundiyah, tanpa konsep tsawabit muthagayyirat (perkara mutlak dan relatif), KAMMI tidak akan pernah menjadi besar seperti ini. Percayalah. 


Yogyakarta, 10 Maret 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Prinsip Gerakan KAMMI*